131
5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Data yang digunakan adalah data Bekasi Dalam Angka tahun 2003-2009 BPS, 2003-2009. Pertimbangan menganalisis dengan data tersebut karena
secara formal terdapat legalitas lahan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bekasi dan sebagai bahan kebijakan yang searah dari historis data. Rangkuman data
untuk analisis regresi disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Data analisis regresi
TAHUN Y
X1 X2
X3 X4
X5 X6
2009 6044
2319518 2052
18755 1391
748 20
2008 6346
2238717 1993
18209 1351
726 19
2007 7269
2143804 1934
17663 1311
702 18
2006 7651
2071444 1876
17134 1273
681 17
2005 8053
2001899 1820
16620 1236
660 17
2004 8557
1914316 1755
16022 1192
637 16
2003 8892
1845005 1692
15446 1150
614 15
Keterangan :
Y = Lahan RTH tahun 2003-2009, satuan dalam ha X1 = Jumlah Penduduk tahun 2003-2009, satuan dalam jiwa
X2 = Jumlah Sarana Pendidikan tahun 2003-2009, satuan dalam unit X3 = Jumlah Pemukiman tahun 2003-2009, satuan dalam unit
X4 = Jumlah Industri tahun 2003-2009, satuan dalam unit X5 = Jumlah Restoran tahun 2003-2009, satuan dalam unit
X6 = Jumlah Hotel Penginapan tahun 2003-2009, satuan dalam unit
Hasil analisis perubahan penggunaan lahan RTH Lampiran 14, menunjukkan bahwa model ini cukup mampu mengambarkan keragaman dari
variable dependent, dengan R
2
sebesar 99,6. Hasil analisis uji parsial terhadap variabel-variabel independent yang terpilih dapat diketahui bahwa hanya variabel
penduduk yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan pada taraf alpha 10 dan selang kepercayaan 90. Hasil analisis regresi berganda tertera
pada Tabel 31.
132
Tabel 31 Dependent Variable: lahan RTH
Model fungsi hubungan kausal antara lahan RTH
tahun
2003
-
2009 di Kota Bekasi
adalah sebagai berikut:
RTH =
16213,549
- 0,0
17
Penduduk + 1
4
,
178
P
endidikan +
46,534 Hotel
Hasil model regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut : Hanya faktor penduduk yang berpengaruh terhadap perubahan lahan RTH
dengan P-Value=0,0520,10 signifikan pada taraf alpha 10. Nilai koefisien penduduk sebesar -0,017, artinya setiap peningkatan satu orang penduduk akan
mengurangi lahan RTH sebesar 0,017 ha atau sebaliknya. Variabel penduduk
dengan nilai beta yang relatif kecil 0,017, tetapi dampaknya besar terhadap Y. Hal ini karena jumlah penduduk yang relatif besar yaitu 2.319.518 jiwa BPS
Kota Bekasi, 2010 dan laju pertumbuhan penduduk LPP tinggi sebesar 4,1 pada periode 1997–2008 Bappeda Kota Bekasi, 2008, mengakibatkan tekanan
konversi RTH juga tinggi. Penduduk yang hidup dsalam konsentrasi-konsenterasi lingkungan
kehidupan memerlukan 3 tiga kebutuhan utama Sitorus, 2011 yaitu: 1. Tempat berlindung dari hujan dan panas permukiman. 2. Tempat kegiatan
usaha untuk mencari nafkah. 3. Tempat pemenuhan kebutuhan akan : pendidikan, kesehatan, peribadatan, pemakaman, TPA, perbelanjaan, rekreasi
dan sebagainya. Dalam suatu perencanaan pengembangan wilayah ketiga komponen kebutuhan utama tersebut perlu dianalisis secara terintegrasi.
Peningkatan jumlah penduduk secara langsung memberi efek berantai pada kebutuhan infrastruktur kota. Kebutuhan tersebut meliputi sarana dan
prasarana transportasi, pemukiman, ketersediaan air bersih, sumber energi,
133
maupun kebutuhan terhadap layanan dasar pendidikan dan kesehatan dan lain-lain. Berdasarkan standar kebutuhan lahan per jiwa, maka direncanakan
pengembangan wilayah yang terpadu. Standar Nasional Indonesia SNI 03- 1733-2004 V.2 tentang Tata Cara perencanaan lingkungan perumahan di
perkotaan mengatur rencana kebutuhan tersebut. Kebutuhan lahan untuk hunian adalah luas lantai per orang dewasa diperlukan seluas 9,6 m
2
dan per anak seluas 4,8 m
2
. Kebutuhan lahan pendidikan untuk gedung taman kanak-kanak luas 500 m
2
, SD dan SMP sekitar 1000 m
2
dan SMU seluas 3000 m
2
. Kebutuhan lahan sarana kesehatan berkisar 500-4000 m
2
demikian juga untuk kegiatan perniagaan diperlukan luas 100-30.000 m
2
. Kebutuhan luas lahan tersebut diukur berdasarkan standar m
2
jiwa seperti tertera pada Lampiran 16. Upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan yang demikian besar, cenderung
mengabaikan aspek-aspek keberlanjutan pembangunan, khususnya dalam kaitannya dengan perhatian terhadap keberadaan RTH kota sebagai penyangga
masa depan kehidupan. Perkembangan dan perubahan yang berkaitan dengan kependudukan
diidentifikasi dengan baik sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Basis data yang kurang baik dalam hal pencatatan data
kependudukan berimplikasi sangat luas terutama terkait dengan arahan pembangunan. Perhatian terhadap aspek kependudukan menjadi faktor penting
untuk dipertimbangkan dalam setiap perencanaan wilayah Tarigan, 2008. Kecenderungan pertumbuhan penduduk yang selalu bertambah dan diikuti
permintaan lahan terbangun untuk hunian yang tinggi, membawa konsekuensi spasial yang kompleks bagi kehidupan kota. Jumlah penduduk akan terus
meningkat, karena pada kondisi normal tidak ada bencana alam pertumbuhan penduduk mengikuti kurva eksponensial Enger dan Badley 2000. Kondisi ini
yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan proporsi kawasan lindung dan kawasan budidaya karena adanya pengabaian dan marjinalisasi terhadap
pengelolaan RTH. Pemerintah kota umumnya tidak optimal memonitor secara ketat mengenai
RTH kotanya sehingga lahan-lahan terbuka yang masih tersisa selalu dimanfaatkan untuk pembangunan gedung-gedung. Akibat yang nyata
berdampak pada meningkatnya suhu udara yang luar biasa urban heat island dan tidak berfungsinya paru-paru kota dan paru-paru manusia akan merasakan
akibatnya pula Yunus, 2005.
134
Pada prinsipnya pembangunan di kawasan perkotaan dikelola untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai livable city. Makna dari kota yang
berkelanjutan memiliki agenda pembangunan hijau green agenda bukan untuk dirusak menjadi kota yang buruk dan tidak sehat. Tata kelola pemerintahan kota
yang mampu merealisaikan apa yang dimaksud sustainable city digambarkan oleh Yunus 2005 sebagai praktek good governance GG. Kerangka acuan
kerja praktis tata kelola pemerintahan yang baik tersebut meliputi tujuh dimensi keberlanjutan sebagaimana tertera pada Lampiran 29.
135
VI. DISAIN MODEL STRATEGI PENGALOKASIAN RTH BERBASIS PENGANGGARAN DAERAH