109
Tabel 21 Banyaknya perusahaan yang mendapatkan SIUP tahun 2004-2008
Bulan 2004
2005 2006
2007 2008
Januari 219
228 251
310 228
Februari 203
213 274
285 212
Maret 242
293 301
296 298
April 208
307 229
301 303
Mei 183
290 330
273 296
Juni 290
376 330
300 371
Juli 250
242 258
310 249
Agustus 265
349 294
350 337
September 297
314 271
322 284
Oktober 219
292 193
141 292
November 95
167 241
317 170
Desember 239
259 220
206 542
Sumber : BPS Kota Bekasi 2009 Kegiatan usaha industri rumah tangga, perdagangan, dan pertanian
umumnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah yang secara resmi berjumlah 19.726 pengusaha BPS Kota Bekasi, 2009, belum
termasuk para pedagang yang tidak mempunyai SIUP yang diperkirakan jumlahnya mungkin lebih banyak dari yang mempunyai SIUP.
4.8. Keuangan Daerah
Penerimaan APBD Kota Bekasi setiap tahun mengalami peningkatan. Penerimaan pada tahun 2008 sebanyak Rp. 1.235.060 milyar, seperti tertera
pada Tabel 22. Tabel 22 Realisasi penerimaan APBD Kota Bekasi tahun 2004-2008
2008 1.235.060.641.143,00
2007 1.109.798.738.022,93
2006 893.239.242.964,44
2005 693.295.367.464,00
2004 584.815.729.057,00
Sumber: BPS Kota Bekasi 2009 Penerimaan pendapatan APBD cenderung tumbuh berkisar 15 persen dan
merupakan bagian yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi. Persoalan yang menarik adalah minimnya kontribusi pendanaan atau
110
penganggaran di sektor pengelolaan lingkungan hidup yang dikelola BPLH Kota Bekasi, yaitu hanya sebesar Rp 5.670.684.000 atau 0,42 persen dari jumlah
belanja APBD tahun 2008 yang senilai Rp. 1.363.777.222.839 seperti terlihat
pada Tabel 23. Tabel 23 Anggaran pengelolaan lingkungan hidup
No Tahun
Anggaran Lingkungan Rp. APBD
APBN Bantuan LN
Jumlah 1
2008 5.670.684.000
119.000.000 -
5.670.684.000 2
2007 4.783.000.000
- -
4.783.000.000 3
2006 7.165.005.280
- -
7.165.005.280 4
2005 5.380.000.000
- -
5.380.000.000
Sumber : BPLH Kota Bekasi 2008.
Hal yang sama diperoleh bila analisis dilakukan terhadap suprastruktur kebijakan daerah terhadap pengelolaan RTH Kota yang belum menyentuh pada
subtansi yang diharapkan. Secara kelembagaan suprastruktur, masalah RTH terkait dengan belum adanya aturan perundangan yang memadai tentang RTH,
serta pedoman teknis dalam penyelenggaraan RTH sehingga keberadaan RTH masih bersifat marjinal. Regulasi yang berkenaan dengan pengembangan RTH
kota belum menyentuh kepada subtansi yang mengikat pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan.
Peraturan daerah yang dibutuhkan sebagai payung suprastruktur opreasional kebijakan antara lain adalah perda RTH, perda pengelolaan
keuangan daerah yang di dalamnya memasukkan unsur progam pengembangan RTH multiwaktu dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM.
Masyarakat berperan serta dalam perlindungan dan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya terkait dengan jaminann ketersediaan proporsi RTH publik.
Peran serta masyarakat seyogyanya dilakukan dalam tahapan perencanaan, pengembangan, penelitian, pengawasan, bahkan pembiayaan.
Pemerintah Kota Bekasi berkewajiban menyelenggarakan sistem informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Dari akses informasi produk hukum terkait
dengan pengelolaan lingkungan hidup masyarakat dapat menilai sebagian kinerja dan tanggungjawab pemerintah dalam membangun visi kotanya. Dengan
demikian, pendugaan adanya sub-optimalisasi pengelolaan RTH, baik dari sisi
111
produk hukum maupun penganggaran daerah merupakan fakta yang terjadi di Kota Bekasi, sebagaimana disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Produk hukum terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup
No Jenis Produk Hukum
Nomor Tahun
Tentang
1 Peraturan Daerah Kota Bekasi
44 1998
Ketentuan Umum Ketertiban Kebersihan keindahan K3
2 Peraturan Daerah Kota Bekasi
48 1998
Retribusi Penyediaan Kakus 4
Peraturan Daerah Kota Bekasi 76
1999 Ketentuan Umum Pelayanan
Pemakaman 5
Peraturan Daerah Kota Bekasi 6
2000 Tata Cara dan Teknis Penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah 6
Peraturan Daerah Kota Bekasi 10
2000 Pembentukan Dinas Daerah
Pemerintah Kota Bekasi 7
Peraturan Daerah Kota Bekasi 10
2002 Pengelolaan Air Bawah Tanah
8 Peraturan Daerah Kota Bekasi
6 2003
Rencana Strategi Kota Bekasi Tahun 2003-2008
9 Peraturan Daerah Kota Bekasi
7 2005
Retribusi Pelayanan Kebersihan 10
Peraturan Daerah Kota Bekasi 7
2007 Ijin Pembuangan Limbah Cair
11 Peraturan Daerah Kota Bekasi
19 2008
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota
Bekasi 12
Keputusan Walikota Bekasi 1
2006 Pembentukan Tim Penggerak
Pelaksanaan Program ADIPURA Kota Bekasi
13 Instruksi Walikota Bekasi
11 2006
Pelaksanaan Program ADIPURA 14
Surat Kep Walikota Bekasi 660.1
2008 Himbauan untuk keindahan Kota
15 Surat Kep Walikota Bekasi
658-1 1999
Penetapan Lokasi TPA Sumur Batu 16
Surat Kep Walikota Bekasi 4
1999 Pembentukan Tim Koordinasi
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
17 Surat Kep Walikota Bekasi
70 1999
Petunjuk Pelaksanaan Perda Kotamadya Bekasi No. 48 Tentang
Retribusi Penyedotan Kakus 18
Perjanjian Kerja Sama antara Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi
127 227
2000 Pengelolaan Sampah dan TPA Sampah
di Kecamatan Bantargebang-Bekasi 19
Instruksi Walikota Bekasi 4
2001 Pelaksanaan Ketertiban Kebersihan
dan Keindahan K3 Kota Bekasi
Sumber : BPLH Kota Bekasi 2008 Regulasi yang ada lebih kepada arahan atau himbauan untuk
melaksanakan kebersihan dan keindahan kota bukan kepada proses untuk
112
mencapai tujuannya seperti regulasi terkait target pencapaian RTH kota, regulasi sanksi hukum dalam pengendalian RTRW kota dan sebagainya. Demikian juga
amanat Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Undang-undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang khususnya terkait dengan peraturan daerah tentang RTH dan upaya mempertahankan lahan sawah yang ada belum
diimplementasikan dalam kinerja suprastruktur kebijakan tersebut.
113
V. ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
5.1. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan
Kebutuhan lahan terbangun di Kota Bekasi semakin meningkat sejalan dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakatnya.
Implikasi beragamnya, fungsi budidaya kawasan perkotaan menekan lahan RTH sebagai kawasan lindung ekologis kota. Hal ini disebabkan aksesibilitas
infrastruktur kota yang mampu menarik berbagai kegiatan yang dapat merubah penggunaan lahan RTH RTH menjadi kawasan terbangun RTB. Akibatnya,
perkembangan kota cenderung mengalami pergeseran fungsi-fungsinya ke daerah pinggiran kota urban fringe atau Bagian Wilayah Kota BWK
kecamatan. Fenomena inilah yang disebut sebagai proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar urban sprawl, sebagai bagian dari
konsekuensi dinamika perubahan penggunaan lahan perkotaan yang cepat. Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini
dibatasi pada perubahan penutupan lahan selama 20 tahun terakhir. Perubahan penutupan lahan didasarkan pada interpretasi citra satelit Landsat pada
rentang waktu16 tahun, mulai tahun 1989 sampai tahun 2005. Sementara itu, kondisi tutupan lahan terakhir diinterpretasi dari data citra satelit Alos tahun
liputan 2009. Citra Landsat tidak begitu jelas memperlihatkan kelas lahan terbangun yang berupa permukiman, industri dan prasarana kota lainnya seperti
sekolah, supermarket, hotel dan penginapan. Hal ini disebabkan karena sebagian dari lahan terbangun tersebut terdistribusi pada luasan kurang dari 30
m x 30 m, sementara resolusi spasial citra Landsat berkisar pada 30 m x 30 m, sehingga pertumbuhan perumahan ataau area bangunan di bawah luasan
tersebut sulit diidentifikasi oleh citra tersebut. Penggunaan lahan di Kota Bekasi terdiri atas lahanruang terbangun RTB
dan lahan tidak terbangun bervegetasi RTH. Saat ini, sebagian besar lahan didominasi oleh lahan terbangun yang terdiri atas permukiman, perdagangan dan
jasa, industri, jaringan prasarana seperti jalan dan fasilitas sosial. Hasil analisis SIG secara historis terhadap penggunaan lahan tahun 1989 menunjukkan
hampir 94 persen Kota Bekasi masih memiliki lahan RTH atau 19,783 ha dari 21,049 ha luas wilayahnya, seperti terlihat pada Tabel 25.