92
IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Ruang Makro
Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi saat ini, terutama berkaitan
dengan ketersediaan ruang terbuka hijau kota. Kota Bekasi merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bekasi yang dibentuk Tahun 1997 dan awalnya
memiliki potensi perekonomian di sektor primer yaitu pertanian. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Bekasi tahun 2000-2010 ditetapkan berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2000. RTRW tersebut disusun berdasarkan kondisi Kota Bekasi pada tahun 1998 dan perkembangannya sampai tahun
2000. Dalam implementasinya, sampai tahun 2005, RTRW Kota Bekasi
diidentifikasi memiliki berbagai simpangan. Berdasarkan pekerjaan revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2005 diketahui bahwa simpangan yang terjadi termasuk ke
dalam Tipologi III, yaitu kondisi RTRW absah, simpangan besar, dan faktor
eksternal berubah Bapeda Kota Bekasi, 2007. Tipologi hasil peninjauan tersebut didasarkan pada ketentuan Kepmenkimpraswil No. 327KPTSM2002
tentang Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Kota. Tindak lanjut yang dilakukan adalah perubahan atas tujuan, sasaran, strategi pengembangan
wilayah, serta struktur dan pola pemanfaatan ruang Kota Bekasi. Penyusunan RTRW baru hasil revisi dengan berpedoman pada ketentuan Undang-undang No
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah dilakukan sejak tahun 2008, tetapi sampai saat ini masih dalam proses evaluasi legislasi Provinsi Jawa Barat
dan belum ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah. Dalam perkembangannya, wilayah Kota Bekasi sangat dipengaruhi oleh
kebijakan eksternal tata ruang makro, baik pusat maupun provinsi. Kebijakan tersebut antara lain menjadikan Kota Bekasi sebagai bagian dari Pusat Kegiatan
Nasional PKN dan salah satu kawasan andalan Provinsi Jawa Barat dengan unggulan pada sektor industri, pendidikan, pemukiman, perdagangan dan jasa.
Posisi wilayah Kota Bekasi juga berperan sebagai pengimbang counter magnet ibukota negara, mengakibatkan berbagai kebijakan pembangunan diorientasikan
untuk kepentingan nasional, sebagaimana tertera pada Tabel 11.
93
Tabel 11 Pertimbangan kebijakan makro terhadap RTRW Kota Bekasi
No Kebijakan Makro
Aspek Pertimbangan dan Masukan untuk
1. RTRW Jawa Barat
2001-2010 Struktur Tata
Ruang • Kota Bekasi merupakan bagian dari PKN
Bodebek • Pengembangan angkutan massal di
Metropolitan Bodebek Kawasan
Andalan • Kawasan Andalan Bodebek dengan sektor
unggulan industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, pendidikan dan pengetahuan
Pemanfaatan Ruang
• Kawasan budidaya perkotaan 2.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kawasan Jabodetabek
Struktur Tata Ruang
• Kota Bekasi merupakan kota pengimbang counter magnet dalam sistem pusat
pemerintahan menurut hierarkinya disekitar DKI Jakarta untuk mengurangi tekanan
penduduk dengan segala aktivitasnya ke DKI Jakarta.
Pemanfaatan Ruang
• Kota Bekasi diarahkan untuk pengembangan jasa, perdagangan, industri,
dan pemukiman
Sumber : Revisi RTRW Kota Bekasi Bapeda, 2007 Pesatnya pertumbuhan penduduk dan ekonomi dari wilayah DKI yang
cukup tinggi menjadikan Kota Bekasi memilki posisi strategis dalam pengembangan wilayah makro. Konsekuensi sebagai kawasan penyangga ibu
kota negara adalah intensifnya konversi lahan RTH pertanian menjadi lahan terbangun yang sebagian besar digunakan sebagai lahan perumahan, baik
berbentuk perumahan terencana maupun tidak terencana. Berkembangnya Kota Bekasi menjadi kota metropolitan dengan penciri tingkat mobilitas tinggi disertai
dengan masyarakat komuter, merupakan fenomena yang mengindikasikan Kota Bekasi sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN.
Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh, Kota Bekasi membutuhkan perencanaan spasial dan arahan RTRW yang tepat sebagai dasar pelaksanaan pembangunan
dengan mewujudkan efisiensi SDA dan kelestarian lingkungan hidup termasuk ketersediaan daya dukung RTH Kota. Bila ditinjau dari kebijakan tata ruang
wilayah makro yang tertuang baik dalam RTRWN, RTRW Provinsi, maupun RTRW Kawasan Tertentu Jabotabek dan kedudukannya sebagai penyeimbang
counter magnet ibukota negara, maka berbagai kebijakan, rencana dan program pembangunan di Kota Bekasi mengikuti arahan rencana besar tersebut.
94
Dalam RTRW Kawasan Tertentu Jabotabek terdapat pula arahan bahwa Kota Bekasi merupakan bagian dari pengembangan kawasan terbangun dengan
pola koridor timur-barat di sepanjang jalan tol. Hal ini karena karakteristik wilayahnya yang memilki tingkat aksesibilitas yang tinggi dan prasarana
pelayanan yang memadai serta merupakan kawasan komuter. Didasarkan pada karakteristik ini, arahan zoning pada kawasan permukiman di Kota Bekasi
disusun dalam 2 dua zona Bapeda Kota Bekasi, 2007, yaitu: 1 Zona permukiman di bagian timur dan selatan, dengan cakupan
pemanfaatan: perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, pariwisata, fasilitas umum serta hutan kota dan areal terbuka.
2 Zona permukiman di bagian barat dan utara, dengan cakupan pemanfaatan: perumahan, fasilitas umum, perdagangan dan jasa, serta
hutan kota dan areal terbuka. Arahan zoning ini khususnya pada areal terbuka sebagai kawasan RTH
Kota pada prakteknya ternyata sulit dicapai karena disamping tidak memiliki sanksi hukum yang jelas, aspek pengendaliannya lemah. Kota ramah lingkungan
sangat tergantung pada visi dan misi kepala daerah itu sendiri lebih-lebih kekuatan ekonomi pasar sangat mempengaruhi kebijakan spasial.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengamanatkan penetapan Kawasan Strategis Nasional
KSN. Dalam Rencana Tata Ruang KSN Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur Jabodetabekpunjur, Kota Bekasi
merupakan bagian dari KSN tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar-daerah guna mewujudkan
daya dukung lingkungan yang berkelanjutan yakni tetap terjaminnya konservasi tanah dan air, serta penanggulangan banjir melalui:
1 Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung, kawasan budidaya, pengembangan infrastruktur wilayah terpadu dan kawasan prioritas
menurut tingkat kepentingan bersama. 2 Peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna
dengan ketentuan antara lain: a Tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran air permukaan
menjamin tercegahnya bencana banjir dan erosi serta ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum;
95
b Situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan sistem irigasi;
c Pelestarian flora dan fauna menjamin konservasi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan
d Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan lingkungan;
Peraturan pemerintah tersebut sampai saat ini masih pada tataran arahan, dalam prakteknya sulit dilakukan koordinasi perencanaan secara terpadu. Oleh
karena itu, yang terpenting adalah komitmen politik penganggaran dan visi kepala daerah terhadap pembangunan lingkungan kota yang berkelanjutan.
Kebijakan pendanaan lingkungan saat ini merupakan salah satu indikator keberhasilan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan Good
Environment Governance dalam upaya mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberi makna bahwa peran daerah sangat penting sebagai ujung tombak
pelaksanaan pembangunan, dimana pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah satu kewenangan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah demi
mendukung upaya penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
4.2. Administrasi Pemerintahan