Strategi Pengendalian Penduduk Arahan Rekomendasi Kebijakan

192 Belanja berdasarkan urusan, diklasifikasikan sesuai urusan wajib dan urusan pilihan. Sebagai contoh: Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam, Peningkatan Konservasi Daerah Tangkapan Air dan Sumber-Sumber Air, Pengelolaan gulma di danausitu, Peningkatan edukasi dan komunikasi masyarakat di bidang lingkungan, Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan lahan dan air, Pencetakan lahan persawahan, Pembukaan lahan kering, termasuk pengadaan lahan untuk taman hijau. Pemerintah Daerah dalam menyusun program dan kegiatan yang bersumber dari DAK, terlebih dahulu mensinkronkan dengan program dan kegiatan indikatif Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD dan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Musrenbangda. Penganggaran dana pendamping dalam APBD wajib dialokasikan sekurang- kurangnya 10 sepuluh persen dari jumlah alokasi DAK. Dana pendamping dimaksud dianggarkan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

7.3.2. Strategi Pengendalian Penduduk

Tingginya konversi lahan RTH menjadi lahan terbangun RTB merupakan fenomena yang terjadi begitu cepat sejak pelaksanaan otonomi daerah diberlakukan. Pembangunan infrastruktur kota semakin baik karena dana pusat berupa dana alokasi umum DAU semakin besar ke daerah sehingga memberikan keleluasan daerah berinovasi memenuhi pembangunan utilitas kota. Aksesibilitas yang semakin baik memberikan dorongan orang untuk berinvestasi dan bedrtempat tinggal di Kota Bekasi. Investasi daerah semakin tumbuh berkembang sehingga laju pertumbuhan ekonomi LPE Kota Bekasi tumbuh di atas rata-rata enam persen 6 pada tahun 2006-2008. Kontribusi terbesar disumbang oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu mencapai 10,96 persen dan sektor perdagangan mempunyai pertumbuhan tertinggi kedua dengan nilai 8,35 persen. Sementara itu penurunan kinerja terjadi pada sektor pertanian yaitu menjadi negatif senilai - 2,27 persen Gambar 22 terdahulu. 193 Penurunan kinerja sektor pertanian mempengaruhi lanskap kota hijau, padahal keberadaan kondisi perkotaan dengan segala tantangannya harus tetap menjamin kawasan lindung yang seimbang dengan kawasan budidayanya. Disamping itu kebijakan mempertahankan lahan pertanian merupakan amanat Undang-undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Dalam pasal 8 disebutkan bahwa dalam hal di wilayah kota terdapat lahan pertanian pangan dapat ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk dilindungi. Oleh sebab itu lahan RTH kota dinyatakan sebagai bagian dari ruang fungsional yang dapat meningkatkan kualitas fisik dan non fisik wajah kota. Kebijakan mengoptimalisasi pengalokasian RTH di Kota Bekasi sebagai bagian dari amanat Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang diharapkan dapat menciptakan suatu tatanan lanskap kota yang berkelanjutan. Model strategi pengalokasian RTH kota berbasis green budgeting merupakan salah satu pilihan pendekatan terbaik memenuhi kebutuhan 20 persen RTH publik. Model pendekatan green budgeting RTH keberhasilannya juga dipengaruhi oleh tingkat pengendalian penduduk kota. Konsekuensi laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi yang tinggi menyebabkan keinginan orang untuk tinggal dan berinvestasi tinggi. Arus urbanisasi ke Kota Bekasi semakin mempertajam laju pertumbuhan penduduk hingga rata-rata di atas empat persen 4 pertahun. Akibatnya permintaan terhadap lahan terbangun semakin tinggi sehingga memarjinalisasi lahan RTH. Oleh karena itu, kebijakan yang arif terhadap laju pengendalian penduduk harus diperhitungkan. Penduduk tahun 2009 sebesar 2.319.518 jiwa, bila tahun 2030 jumlah penduduk dibatasi 4 juta jiwa berarti 20 tahun kedepan diupayakan menjaga pertumbuhan penduduk sebanyak 1,7 juta jiwa atau sebanyak 85 ribu jiwa per tahunnya. Dari model-model prakiraan perkembangan penduduk dapat dianalisis model penanganan strategis aspek kependudukan yang meliputi jumlah, sebaran dan pergerakan penduduk di masa mendatang. Strategi aspek kependudukan ditekankan pada dua hal, yaitu strategi penyebaran penduduk secara proporsional dan strategi pengendalian jumlah penduduk. 194

7.3.2.1. Strategi Penyebaran Penduduk

Distribusi penduduk berdasarkan administrasi kependudukan tidak merata untuk setiap kecamatan, disparitas berkisar antara 3,44 persen sampai 22,74 persen. Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas areal dimana mereka tinggal, seperti terlihat pada Gambar 50. Gambar 50 Distribusi penduduk Kota Bekasi tahun 2008 Konsentrasi penduduk Kota Bekasi tahun 2008 paling banyak terdapat di Kecamatan Bekasi Barat yaitu sebesar 13,43 persen. Sementara itu kepadatan penduduk yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Jatisampurna yaitu sebesar 3,44 persen. Berdasarkan hasil susenas 2009 BPS Kota Bekasi, 2010 menunjukkan ada peningkatan penyebaran penduduk tahun 2009 Lampiran 24 akibat pertambahan penduduk dimana posisi tertinggi tetap pada Kecamatan Bekasi Utara naik dari 12,76 persen menjadi 16,64 persen 314.567 jiwa, dan seterusnya Bekasi Barat 11,36 persen 214.693 jiwa, Pondokgede 11,67 persen 209.285 jiwa dan terendah di Kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,46 persen 65.333 jiwa. Dalam konteks keterbatasan lahan maka distribusi penduduk antar wilayah kecamatan seyogyanya diatur dalam Perda RTRW Kota Bekasi. Untuk mewujudkan optimalisasi rencana pemanfaatan ruang sesuai daya dukung lingkungan, maka model strategi penyebaran penduduk di Kota Bekasi sampai tahun 2030 seyogyanya dibatasi 4.000.000 jiwa. Asumsi laju pertumbuhan penduduk LPP tiga persen pada skenario optimis diprediksi pada tahun 2030 berjumlah 3.889.539 jiwa yang tersebar di masing-masing kecamatan, kemudian dibatasi tidak melebihi 4 juta jiwa pada 2030. Penduduk Kota Bekasi tahun 2009 sebesar 2.319.518 jiwa jiwa BPS Kota Bekasi, 2010 berarti untuk 20 tahun kedepan harus bekerja keras menjaga 195 pertumbuhan penduduk sebanyak 1,7 juta jiwa atau sebanyak 85 ribu jiwa per tahunnya. Bagian wilayah pusat kota dengan kepadatan tinggi meliputi Kecamatan Bekasi Utara, Timur, Selatan dan Barat ditetapkan dengan kebijakan jumlah penduduk 40 persen 1.600.000 jiwa dari jumlah penduduk Kota Bekasi atau dibatasi masing-masing 300.000-400.000 jiwa. Penyebaran dan kepadatan penduduk masing-masing wilayah dapat diarahkan sebagai berikut : 1. Kecamatan Pondokgede diarahkan sebanyak 350.000 jiwa 2. Kecamatan Jati Sampurna diarahkan sebanyak 300.000 jiwa 3. Kecamatan Jati Asih diarahkan sebanyak 300.000 jiwa 4. Kecamatan Bantargebang diarahkan sebanyak 300.000 jiwa 5. Kecamatan Bekasi Timur diarahkan sebanyak 350.000 jiwa 6. Kecamatan Rawalumbu diarahkan sebanyak 300.000 jiwa 7. Kecamatan Bekasi Selatan diarahkan sebanyak 350.000 jiwa 8. Kecamatan Bekasi Barat diarahkan sebanyak 350.000 jiwa 9. Kecamatan Medan Satria diarahkan sebanyak 350.000 jiwa 10. Kecamatan Bekasi Utara diarahkan sebanyak 400.000 jiwa 11. Kecamatan Mustika Jaya diarahkan sebanyak 300.000 jiwa 12. Kecamatan Pondok Melati diarahkan sebanyak 350.000 jiwa Berdasarkan strategi target tersebut maka Kecamatan Bekasi Utara dengan kepadatan tertinggi sudah mendekati optimal. Hal ini penting dilakukan untuk distribusi tingkat kepadatan penduduk yang optimal antar wilayah kecamatan dan kebijakan pengembangan perumahan. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi tersebut perlu kebijakan terhadap pembangunan perumahan vertikal pada wilayah kecamatan dengan kepadatan di atas 350-400 jiwaha.

7.3.2.2. Strategi Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk

Dari aspek strategi pengendalian jumlah penduduk ada beberapa arahan kebijakan terkait dengan pengendalian pendududk yang menjadi tugas pokok kelembagaan pemerintah seperti program Keluarga Berencana KB. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan 196 tetapi bertujuan menetap BPS Kota Bekasi, 2009. Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran. Pengendalian penduduk dengan cara dipaksakan terjadi di Republik Rakyat Cina yang terkenal dengan kebijakannya satu anak cukup dan sterilisasi wajib. Berbeda dengan kebijakan Indonesia melalui KB yang bersifat persuasif. Dengan otonomi daerah dan terbitnya Peraturan Pemerintah PP Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sejak saat itu, program KB menjadi salah satu dari 35 urusan wajib pemerintah daerah. Konsekuensinya, harus ada pembiayaan dari APBD, sehingga persoalan program KB tidak diabaikan. Dengan adanya program bersubsidi tersebut, diupayakan dapat menekan laju angka kelahiran alamiah yang saat ini tidak lebih dari 1 persen pertumbuhannya sambil mengatasi persoalan penduduk migran yang pada akhirnya menetap dan berketurunan. Program prioritas yang menjadi pilihan adalah pemberian layanan KB dan jaminan persalinan secara gratis untuk 2 anak, program advokasi kepada pasangan usia subur PUS menunda masa perkawinan, program Operasi Yustisi Kependudukan dan Transmigrasi. Ketiga program tersebut harus dioptimalkan selama 20 tahun ke depan. Pada model optimis kondisi pada tahun 2030 bisa dikendalikan pada angka prediksi 3.889.539 jiwa atau dibatasi empat 4 juta dengan LPP tiga persen 3. Kondisi sekarang dengan pertumbuhan penduduk 4 persen, penduduk Kota Bekasi pada tahun 2025 saja sudah mencapai 3.978.076 jiwa Tabel 33 terdahulu. Pada umumnya migrasi yang terjadi di kota tidak diimbangi dengan perkembangan kegiatan ekonominya. Akibatnya menimbulkan persoalan pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung. Dukungan program penciptaan lapangan kerja baru di desa dan antarpemerintahan di daerah menjadi pilihan terbaik dalam rangka pengendalian dan penyebaran penduduk. Diperlukan program terpadu sehingga pertumbuhan ekonomi antar wilayah tidak timpang dan distribusi migrasi penduduk menjadi proporsional lebih-lebih bila didukung dengan kekuatan ekonomi desa dengan konsep agropolitan. Kebijakan pengendalian penduduk migran diarahkan melalui kegiatan bersama antar pemerintahan melalui operasi yustisi, transmigrasi dan distribusi kepadatan wilayah. 197

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN