Strategi Green Budgeting RTH

177 Kebijakan strategi pengalokasian RTH berdasarkan penganggaran daerah berbasis lingkungan merupakan kebijakan pembangunan lingkungan berkelanjutan yang diintegrasikan ke dalam model pendekatan penataan ruang. Secara umum rekomendasi kebijakan pada skenario optimis diarahkan pada dua strategi yakni strategi pengendalian penduduk dan strategi green budgeting RTH. Pada strategi pengendalian penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Bekasi perlu menjadi perhatian pemerintah terutama arus urbanisasi yang menyumbang 70 persen dari pertumbuhan alamiahnya. Pengendalian penduduk penting dilakukan karena salah satu faktor dominan yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan RTH. Hasil analisis sistem memperlihatkan bahwa kebijakan strategi green budgeting RTH merupakan faktor pengungkit leverage sub sistem lainnya, dengan memperhatikan aspek laju pertumbuhan penduduk. Dalam rangka mencapai sasaran yang diinginkan dari strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting, maka prioritas utama ada 2 yaitu kebijakan pembangunan infrastruktur RTHpertanian, dan kebijakan pengadaan lahan RTH.

7.3.1. Strategi Green Budgeting RTH

Alternatif prioritas kebijakan dalam FGD dikelompokkan menjadi langkah- langkah strategi Green Budgeting RTH sebagai berikut : program operasional pembangunan infrastruktur pertanianRTH, refungsionalisasi RTH Kota Bekasi, pengadaan lahan RTH publik, pengetatan ijin, dan pengenaan pajak tinggi serta sanksi policy power. Langkah-langkah strategi Green Budgeting RTH merupakan penjabaran hasil analisis AHP dan validasi FGD. Ada 2 faktor yang paling penting dari hasil analisis tersebut yaitu pertama kebijakan pembangunan infrastruktur RTHpertanian memiliki nilai bobot terbesar 0,192, dan kedua kebijakan pengadaan lahan RTH 0,185. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh pengenaan pajak tinggi 0,120, penetapan sanksi dan pengetatan IMB memiliki nilai sama 0,115, kenaikan PBB 0,111, sewa lahan oleh pemerintah 0,084 dan terakhir subsidi lahan RTH privat 0,078. Sebagai gambaran langkah-langkah kebijakan strategi green budgeting RTH tertera pada Gambar 48. 178 Gambar 48 Skema arahan strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting Prioritas utama kebijakan pembangunan infrastruktur pertanianRTH adalah termasuk penanganan refungsionalisasi kawasan sempadan situ, saluran irigasi, sempadan sungai, daerah kawasan lindung resapan air, revitalisasi taman-taman kota dan RTH di jalan protokoler serta lahan fasos-fasum. Pilihan kebijakan kedua dan seterusnya yaitu pengadaan lahan untuk daerah penampung air sebagai kawasan lindung pencegah banjir, pengadaan lapangan olah raga untuk kegiatan kreatifprestasi dan rekreatif serta wahana interaksi sosial warga termasuk pencanangan program one village one play ground. Langkah berikutnya adalah arahan kebijakan penerapan mekanisme insentif dan disinsentif. 7.3.1.1. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Kawasan Hijau Pertanian RTH dan Penambahan Lahan RTH Kota Alternatif strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting berdasarkan hasil analisis AHP yang paling penting adalah pembangunan infrastruktur pertanianRTH dan pengadaan atau penambahan lahan RTH kota. Berjalannya sistem dan usaha pertanian di kawasan perkotaan misalnya tidak saja mendorong pertumbuhan ekonomi lokal tetapi lebih dari itu menjaga dan 179 menjamin kawasan lindung kota yang seimbang dengan pertumbuhan kawasan budidayanya. Pembangunan infrastruktur pertanian akan berperan sebagai pengungkit leverage dan penggerak utama prime mover upaya mempertahankan lahan RTH lainnya seperti sektor perkebunan di kawasan perkotaan. Kawasan hijau pertanian, pengembangannya diarahkan pada Bagian Wilayah Kota BWK bagian selatan kota seperti kecamatan Bantargebang, Mustika Jaya, Jatiasih dan Jatisampurna dan BWK bagian utara Tabel 27 terdahulu. Luas lahan sawah yang terbatas tersebut berdasarkan analisis SIG kurang lebih 900 ha terdiri dari sawah tadah hujan dan irigasi teknis tetap dapat dipertahankan sebagai lingkungan alami yang masih didominasi oleh pertanian untuk pengembangan hortikultura. Kondisi arahan kebijakan ini berbeda bila dibandingkan produk draft Raperda RTRW yang saat ini masih dalam tahap evaluasi pemerintah. Dalam Raperda RTRW, lahan pertanian tidak masuk dalam arahan kebijakan pengembangan RTH kota. Padahal Kota Bekasi masih memiliki lahan pertanian sebagaimana gambaran pada Tabel 27 terdahulu. Wilayah yang masih memiliki lahan sawah tadah hujan adalah Kecamatan Bantargebang 236,46 ha, Jatiasih 16,90 ha, Mustika Jaya 255,52 ha dan Rawa Lumbu 6,84 ha. Fakta ini dapat dilihat dari perbandingan arahan pengembangan RTH dalam draft RTRW Kota Bekasi 2010-2030 dengan kondisi aktual hasil analisis GIS 2009 pada Tabel 58. Tabel 58 Perbandingan fakta kondisi aktual lahan bervegetasi RTH dengan arahan draft RTRW 2010-2030 Ket: KC = Kebun Campuran, LT = Lahan Terbuka, PR = Padang RumputAlang-alang, P = Permukiman, SI = Sawah Irigasi, SB = Semak Belukar, TL = Tanah Ladang dan TA = Tubuh Air SungaiDanau 180 Wilayah yang masih memiliki sawah irigasi teknis ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bekasi Utara 212,67 ha. Rencana kebijakan Pemerintah Kota Bekasi mengkonversi lahan pertanian pangan menjadi RTB akan terjadi secara besar-besaran. Arahan pengembangan RTH Kota Bekasi berdasarkan draft Raperda RTRW 2010-2030 tersebut, secara umum hanya ada 4 kelompok besar yang dikembangkan. Lahan pertanian dan lapangan olahraga tidak direncanakan dalam arahan pengembangan RTH tersebut Tabel 58. Kebijakan mempertahankan lahan pertanian merupakan amanat Undang- undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Dalam pasal 8 disebutkan bahwa dalam hal di wilayah kota terdapat lahan pertanian pangan dapat ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk dilindungi. Produk Raperda RTRW Kota Bekasi 2010-2030 perlu dievaluasi kembali agar lahan pertanian yang ada saat ini seluas 900 lebih ha dapat dipertahankan. Data yang bersumber dari BPS Kota Bekasi tahun 2009, lahan pertanian masih seluas 600 ha. Kemudian yang perlu dievaluasi ulang kembali dari raperda tersebut adalah arahan pengembangan hutan kota seluas 24,95 ha berada di wilayah permukiman yang padat penduduk yaitu di Kecamatan Bekasi Selatan. Kebijakan pengembangan hutan kota di wilayah padat penduduk tersebut memiliki resistensi dan biaya sosial yang tinggi. Di sisi lain harga pasaran tanah yang tinggi berimplikasi kepada anggaran daerah yang dipersiapkan juga besar. Sebagai gambaran simulasi perhitungan harga NJOP Tabel 44 terdahulu, pada wilayah Kecamatan Bekasi Selatan diperkirakan harga pasaran tanah Rp. 1.500,00 per meter. Asumsi harga pasar berada di atas harga NJOP terendah dan di bawah harga NJOP tertinggi. Dana pembebasan lahan untuk 24 ha hutan kota, diperkirakan sebesar Rp.1.500.000 x 240.000 m², maka pemerintah Kota Bekasi membutuhkan anggaran sebesar Rp. 360 milyar. Dana sebesar 360 milyar pada wilayah tersebut dapat menambah lahan seluas 180 ha pada wilayah kepadatan rendah berdasarkan skenario optimis, seperti tertera pada Tabel 59. 181 Tabel 59 Penambahan lahan RTH pada skenario optimis T ime GB_RT H_OPT LHN_YG_DPRLH_OPT 01 Jan 2010 01 Jan 2011 01 Jan 2012 01 Jan 2013 01 Jan 2014 01 Jan 2015 01 Jan 2016 01 Jan 2017 01 Jan 2018 01 Jan 2019 01 Jan 2020 01 Jan 2021 01 Jan 2022 01 Jan 2023 01 Jan 2024 01 Jan 2025 01 Jan 2026 01 Jan 2027 01 Jan 2028 01 Jan 2029 01 Jan 2030 47. 252. 106. 219, 96 53. 158. 619. 497, 46 59. 803. 446. 934, 64 67. 278. 877. 801, 47 75. 688. 737. 526, 65 85. 149. 829. 717, 48 95. 793. 558. 432, 17 107. 767. 753. 236, 19 121. 238. 722. 390, 71 136. 393. 562. 689, 55 153. 442. 758. 025, 74 172. 623. 102. 778, 96 194. 200. 990. 626, 33 218. 476. 114. 454, 62 245. 785. 628. 761, 45 276. 508. 832. 356, 63 311. 072. 436. 401, 21 349. 956. 490. 951, 36 393. 701. 052. 320, 28 442. 913. 683. 860, 32 498. 277. 894. 342, 86 23, 63 26, 58 29, 90 33, 64 37, 84 42, 57 47, 90 53, 88 60, 62 68, 20 76, 72 86, 31 97, 10 109, 24 122, 89 138, 25 155, 54 174, 98 196, 85 221, 46 249, 14 Sebagaimana Tabel 29 terdahulu Kecamatan Bantargebang, Jatisampurna dan Kecamatan Mustika Jaya merupakan wilayah yang berpotensi untuk dijadikan area kawasan lindung hutan kota, karena proporsi lahan RTH masih cukup luas, menempati posisi teratas yakni sebesar 810,27 ha, 910,84 ha dan 1.011,82 ha. Dengan demikian skenario optimis diasumsikan dapat menambah luasan areal RTH lebih dari 2.000 ha 10 pada tahun 2030 apabila harga NJOP dapat dipertahankan oleh kebijakan pemerintah daerah bagi kawasan yang direncanakan menjadi kawasan lindung kota. Jumlah RTH publik Kota Bekasi sebagaimana hasil olahan data sebelumnya teridentifikasi kurang dari empat persen, artinya masih 16 persen atau sekitar 3.367 ha yang harus dipenuhi. Sebagai perbandingan bila kebijakan kinerja green budgeting RTH seperti saat ini 0,07 dari APBD maka pada tahu 2030 lahan yang diperoleh hanya seluas 60-70 ha, pada skenario pesimis diperoleh seluas 300-320 ha dan moderat seluas 1.500-1.550 ha. Kebijakan pembangunan infrastruktur kawasan hijau pertanian dan penambahan lahan RTH kota merupakan prioritas pilihan pendapat stakeholders. Penganggaran pada APBD Hijau terhadap strategi green budgeting RTH sebagaimana hasil simulasi model skenario optimis dapat dilaksanakan pada 182 tahun pertama dan kedua dengan nilai kurang lebih Rp. 100 milyar kemudian untuk penganggaran refungsionalisasi RTH dilaksanakan pada tahun ketiga 2012 dengan nilai biaya kurang lebih Rp. 63,8 milyar Tabel 57 terdahulu. Secara teknis pembangunan infratruksur pertanianRTH ini harus dilaksanakan dengan memenuhi kaidah-kaidah NSPM Norma Standar Pedoman Manual yang meliputi: adanya perencanaan yang menyeluruh a master linking or integrated plan, adanya rencana induk untuk setiap pembangunan dan pengembangan sistem master plan for the development of each service infrastructure system, tersusunnya perkiraan biaya assesments that tie to the budgeting process, terbentuknya organisasi dan pengembangan institusi yang ada capacity building development, dan adanya perencanaan peningkatan sistem yang ada plans to improve operation services. Pengaturan kembali fungsi refungsionalisasi lahan-lahan peruntukkan RTH Kota merupakan bagian dari sistem RTH kota yang telah dibangun seperti taman kota, sempadan situ dan sungai. Refungsionalisasi RTH bertujuan mengembalikan fungsi lahan sesuai peruntukkannya, hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 8 PP No. 63 tahun 2002 dan Inmendagri No. 14 tahun 1988 tentang ketentuan luasan bahwa persentasi luas hutan kota paling sedikit 10 persen dari wilayah perkotaan. Arahan refungsionalisasi pengembangan pola pemanfaatan RTHK menurut jenisnya meliputi: 1. Kawasan hijau pertamanan kota, pengembangannya diarahkan secara tersebar pada Bagian Wilayah Kota BWK khususnya pada BWK pusat kota seperti : Taman Alun-alun, Taman Cut Meutiah, Taman GOR Buper Bina Bangsa, Taman Multiguna Kota Bekasi dan Taman Pintu Tol Bekasi Timur. 2. Kawasan hijau pemakaman, pengembangannya diarahkan pada tiap BWK dan dengan memanfaatkan keberadaan pemakaman-pemakaman umum yang telah ada serta disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Kawasan hijau jalur hijau, pengembangannya diarahkan sepanjang jalur sungai berfungsi sebagai garis sempadan sungai yaitu kali cikeas, cileungsi, kali Bekasi dan bantaran sungai Cikiwul , jalan utama kota, dan jalur kereta api. 4. Kawasan lindung sebagai tempat resapan air, pengembangannya diarahkan pada Lahan karang Kitri Bekasi Timur dan Lahan Kritis di kel. Sumur Batu semula untuk IPLT. 183 5. Kawasan situ, pengembangannya diarahkan pada pelestarian dan pemulihan fungsi situ-situ Situ Rawalumbu, Situ Rawa Gede dan Situ Pulo yang saat ini kondisinya tidak terkelola, mengalami degradasi dan alih fungsi lahan ke peruntukan lain sebagai pool kendaraan dan tempat pembuangan sampah masyarakat. Idealnya jumlah penduduk Kota Bekasi adalah 2,84 juta jiwa bila luas lahan RTH yang tersedia saat ini dapat dipertahankan sebagai RTH publik. Kondisi RTH saat ini dapat dianalisis dari hasil analisis SIG tahun 2009 bahwa kelompok lahan RTH masih seluas 5.728,88 ha 27,2 terdiri dari Kebun Campuran, Padang Rumput Alang-alang, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, Semak Belukar, dan Tegalan Ladang Tabel 28 terdahulu. Asumsi ideal tersebut didasarkan perhitungan kebutuhan RTH kota dengan pendekatan Kepmen PU No. 378 tahun 1987, ketentuannya menetapkan kebutuhan RTH kota dibagi atas: fasilitas hijau umum 2,3 m 2 jiwa, sedangkan untuk penyangga lingkungan kota ruang hijau 15 m 2 jiwa sehingga total perorang sebesar 17,3 m2kapita. Apabila dikalikan dengan jumlah penduduk maka RTH publik kota yang harus tersedia adalah seluas 4.913,2 ha atau 23. Pemerintah Kota Bekasi perlu memiliki rencana penganggaran untuk mencapai target RTH publik pada tahun 2030 sebesar 20 persen. Pendekatan penganggaran menggunakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJMMTEF. Alternatif lain karena keterbatasan lahan dan anggaran pemerintah, adanya dukungan pihak swasta membantu membuka RTH miliknya untuk akses publik. Beberapa program lain yang secara komplementer mendukung kebijakan pembangunan infrastruktur pertanianRTH adalah : 1. Meningkatkan program insentif subsidi produktif pertanian yang prorural melalui dana-dana APBD untuk pengadaan pupuk, bibit unggul, serta untuk pembangunan infrastruktur pertanian. Kebijakan ini diharapkan dapat mempertahankan lahan tanaman pangan berkelanjutan sekaligus mempertahankan lahan RTH kota dimasa yang akan datang. Terjadi pengorbanan sector pedesaan rural khususnya pertanian untuk kepentingan sektor perkotaan. Pembangunan seperti ini bersifat jangka pendek dan cenderung sektoral dan bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development. 184 2. Mensosialisasikan UU Ketahanan Pangan Berkelanjutan Nomor 41 Tahun 2009, UU Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup PPLH Nomor 32 Tahun 2009 dan UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 agar zonasi-zonasi dan persentase penggunaan lahanland allocations precentages LAP tetap sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Bekasi dan RDTR Bagian Wilayah Kota BWK. 3. Mengembangkan dan menerapkan teknologi tepat guna pertanian dengan memperhatikan aspek-aspek pemanfaatan sumberdaya yang tidak merusak lingkungan resource endowment. 4. Mencetak kader-kader petanikelompok tani POKTAN di masing-masing kecamatan, untuk menjaga pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta menjaga terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian produktif menjadi lahan industri dan permukiman. 5. Memberdayakan kembali fungsi-fungsi kelembagaan petani yang sudah diformalkan di masyarakat petani seperti gabungan kelompok tani Gapoktan, Kelompok Tani Andalan Nasional KTNA, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia HKTI, dan asosiasi-asosiasi pemerhati lingkungan dan pertanian lainnya. Arahan program kebijakan pengadaan lahan RTH publik kota meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penetapan obyek lahan RTH publik pada lokasi yang jelas Peta arahan pengembangan RTH hasil analisis Alos 2009 pada Lampiran 26 dengan memadukan kesesuain potensi RTH dari draft rencana perda RTRW Kota 2010-2030 terkait rencana pengembangan RTH di Kota Bekasi Tabel 15 terdahulu. 2. Penetapan luas area yang di butuhkan pada masing-masing lokasi rencana obyek RTH publik. 3. Penyusunan kebutuhan belanja RTH berdasarkan nilai NJOP Nilai Jual Objek Pajak lahan. 4. Jumlah kebutuhan dana dialokasikan dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJMMTEF pada rencana kerja Renja SKPD, sebagamana kerangka atau bagan Alir Tahapan MTEF dalam green budgeting RTH Gambar 47 terdahulu. 5. Disain belanja KPJMMTEF menjadi arahan dalam Kebijakan Umum APBD KUA. 185 6. Untuk pengaturan lebih detil rencana pengadaan lahan RTH publik ini sebaiknya dipadukan dalam Rencana Detil Tata Ruang RDTR masing wilayah kecamatan. Dalam kondisi khusus dapat langsung membuat Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL khusus kawasan yang akan dijakdikan kawasan konservasi RTH sebagaimana amanat Kepmen Kimpraswil No.327KPTSM2002. Rencana detail tata ruang didasarkan pada berbagai pertimbangan, antara lain dalam rangka pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, revitalisasi kawasan pusat kota, pengembangan kawasan permukiman skala besar, revitalisasi RTHK dan sebagainya. 7. Mempublikasikan draft kebijakan pengadaan lahan RTH publik kota kepada stakeholder yang lebih luas.

7.3.1.2. Pendekatan MTEF dalam Green Budgeting RTH

Kegiatan yang dikembangkan dalam pengalokasian RTH publik berbasis penganggaran daerah atau APBD hijau seyogyanya bersifat multi sektor dimana ada kepentingan partisipatif swasta untuk publik, sehingga beban pembiayaan bersifat multi finance. Dana sumbangan pihak ketiga atau dari masyarakat pengusaha sebaiknya masuk ke rekening kas daerah, sehingga terdapat keterpaduan dalam program green budgeting RTH. Komitmen bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam membangun kualitas lingkungan kota sangat diperlukan. Komitmen kesepakatan pembiayaan dalam jangka panjang dituangkan dalam master plan pengembangan RTH publik kota dengan mengintrodusir terlebih dahulu perda RTH kota. Kota Bekasi sampai saat ini belum memiliki produk hukum Perda RTH kota Tabel 24 terdahulu. Perda RTH kota penting kedudukannya dalam menjalankan arahan RTRW Kota Bekasi 2010-2030. Amanat rencana pengembangan RTH di Kota bekasi berdasarkan Rencana Perda Raperda RTRW Kota Bekasi 2010-2030 dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. Materi Raperda tersebut salah satunya adalah upaya Pemerintah Kota Bekasi memenuhi target 20 persen RTH publik dengan pendekatan penambahan lahan RTH yang saat ini baru memiliki 3,7 persen. Upaya tersebut seyogyanya dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJMD dengan program dan kegiatan nyata pada penganggaran daerah. 186 Kesepakatan penganggaran green budgeting RTH pada masing-masing sektor dituangkan dalam RPJM, sedangkan kesepakatan rencana penganggaran tahunan dituangkan dalam Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah RKPD dan Rencana Strategis Renstra Kota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD terkait. Pendekatan green budgeting RTH merupakan rencana tindakan pada masa yang akan datang dalam konteks mekanisme belanja tahunan APBD. Mekanisme tersebut melalui tahapan MUSRENBANG Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang dikenal dengan penganggaran partisipatif. Usulan partisipatif tersebut disintesis dengan pendekatan MTEF Medium Term Expenditure Framework, dalam dokumen perencanaan yang disebut RKPD Rencana Kerja Pembangunan Daerah. Pasal 1 angka 33 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dan pasal 1 angka 35 Peraturan Menteri Dalam Negeri No132006 menyatakan: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Kebutuhan biaya untuk pelaksanaan program pengalokasian RTH yang melebihi waktu satu tahun harus diestimasi sejak awal bersifat indikatif. Hal ini secara implisit telah diprediksi ketika target kinerja outcome yang hendak dicapai pada akhir periode jangka menengah multi-years telah dapat ditentukan. Memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui. Hakekat dari penganggaran berbasis kinerja bukanlah periode pelaksanaan anggaran, tetapi hasil outcome yang hendak dicapai. Outcome 20 persen RTH publik merupakan solusi atas kebutuhan yang dihadapi pemerintah kota, sementara periode anggaran adalah mekanisme untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban anggaran. Dengan demikian, kesinambungan pelaksanaan programkegiatan selama beberapa tahun anggaran merupakan keniscayaan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Berdasarkan ketentuan pengelolaan keuangan tersebut format RKA-SKPD telah mengakomodasi konsep KPJM ini. Dalam format Formulir Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah RKA-SKPD 2.2.1, yakni 187 dokumen yang memuat rencana kegiatan dengan menggunakan anggaran belanja langsung, dapat ditemukan anggaran untuk tahun sebelumnya n-1, tahun berjalanyang akan dilaksanakan n, dan tahun yang akan datang n + 1. Dokumen RKA-SKPD 2.2.1 bisa dibuat oleh SKPD apabila telah ada perda tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah yang memuat pasal KPJMMTEF. Subtansi didalamnya memuat karakteristikpersyaratan, mekanisme, penatausahaan, pertanggungjawaban, pengukuran kinerja. Sumber pendanaan yang sudah “terjamin”, misalnya dari dana cadangan atau pinjaman daerah atau dalam perda multiyears pengalokasian RTH sebagai turunan perda RTH. Nama programkegiatan sudah tercantum dalam RKPD, KUA, dan PPAS sesuai dengan Tupoksi SKPD yang bersangkutan. Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia, mata rantai penyusunan anggaran diawali dengan Kebijakan Umum APBD KUA, yang dilengkapi dengan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara PPAS, dan harus disepakati dulu dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepakatan antara kepala daerah dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Berdasarkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM atau dikenal dengan MTEF tersebut, program belanja RTH dapat diprediksi kebutuhan dan ketersediaan dananya melalui kesepakatan bersama untuk belanja lebih dari satu tahun anggaran, format formulir MTEF seperti tertera pada Lampiran 28. Kebijakan tentang pelaksanaan suatu program atau kegiatan yang melebihi satu tahun anggaran dengan pendekatan MTEF wajib dicantumkan dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri No.13 tahun 2006. Pembiayaan pengembangan RTH Kota Bekasi dalam program jangka menengah lima tahunan 2010-2015 perlu disusun dalam matriks program lintas sektor yang merupakan bagian dari penyusunan master plan strategi pengalokasian RTH kota. Seyogyanya master plan ini dijadikan bagian dari visi kepala daerah dalam membangun sebuah kota yang berkelanjutan dimana lingkungan hidup kita merupakan subyek pembangunan itu sendiri. Bagan alir kerangka model pendekatan MTEF dalam strategi pengalokasian RTH berdasarkan penganggaran daerah berbasis lingkungan green budgeting RTH disajikan pada Gambar 49. 188 RKA- SKPD DPA- SKPD ANGGARAN KAS GREEN BUDGETI NG RTH RAPBD PENJABARAN APBD PERDA APBD RPJMD RKPD KUA PPAS EVALUASI RTRW RPJP PERDA RTH MTEF KPJM MASTER PLAN RTH RDTR PERDA KEU DAERAH Ket: RKPD= Rencana Kerja Pemerintah Daerah, KUA= Kebijakan Umum APBD, PPAS= Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, RKA= Rencana Kerja dan Anggaran, DPA= Dokumen Pelaksanaan Anggaran, SKPD= Satuan Kerja Perangkat Daerah Gambar 49 Bagan alir tahapan MTEF dalam green budgeting RTH Anggaran kas green budgeting RTH merupakan alur terakhir dari skema Medium Term Expenditure Framework MTEF atau Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM yang dirancang. Total biaya yang diestimasikan berdasarkan skenario optimis untuk mengembangkan green budgeting RTH dalam tahun ke lima atau akhir tahun RPJM I kepala daerah terpilih adalah sebesar kurang lebih Rp. 425 milyar dengan jumlah capaian target penambahan lahan RTH publik seluas 225 ha Tabel 59. Dalam waktu 20 tahun perjalanan pembangunan ke depan RTRW Kota Bekasi 2010-2030 atau RPJM IV atau RPJP I dapat dilaksanakan sesuai arah tata ruangnya. Hasil simulasi skenario optimis, target pengalokasian RTH publik kota akan dapat dicapai pada tahun ke 2030 dengan prediksi anggaran sebesar kurang lebih 6 trilyun rupiah. Demikian langkah perhitungan tersebut, action plan strategi pengembangan RTH Kota memiliki alur yang jelas pencapaiannya. Model konsep alur penganggaran daerah dalam misi pembangunan lima tahunan disajikan pada Gambar 16 terdahulu. Langkah-langkah di bawah ini dapat dijadikan arahan penyusunan Master Plan Strategi Pengalokasian RTH Kota sebagai berikut : 189 1. Penetapan obyek lahan RTH publik pada lokasi yang jelas dan penetapan luas area yang di butuhkan pada masing-masing lokasi rencana obyek RTH publik dengan merujuk pada pedoman RTRW Kota. Misalkan dalam RTRW kebutuhan lapangan olahraga tersebar di masing-masing kecamatan, maka dalam master plan sudah ada titik lokasi wilayah yang tertuju. 2. Penyusunan kebutuhan belanja RTH berdasarkan nilai NJOP Nilai Jual Objek Pajak lahan. Jumlah kebutuhan dana dialokasikan dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJMMTEF pada rencana kerja Renja SKPD terkait. Disain belanja KPJMMTEF menjadi arahan dalam Kebijakan Umum Anggaran KUA dalam APBD. 3. Untuk pengaturan lebih detil master plan ini sebaiknya dipadukan dalam Rencana Detil Tata Ruang RDTR masing wilayah kecamatan.

7.3.1.3. Alternatif pembiayaan pengalokasian RTH dari Dana Alokasi Khusus DAK

Pemerintah memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan terutama keuangan yang didesentralisasikan ke pemerintah daerah. Pemerintah bertanggung jawab menjaga keseimbangan alokasi dana antardaerah melalui beberapa mekanisme, seperti dana alokasi umum DAU, dana alokasi khusus DAK, dan dana bagi hasil DBH. Semua dana perimbangan tersebut disalurkan ke dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD. Tujuan transfer dana bukan saja dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tetapi juga upaya untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antardaerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Dana perimbangan masih merupakan sumber penerimaan terbesar daerah. DAU bersifat hibah umum block grant, oleh karenanya, Pemerintah Kota Bekasi memiliki kebebasan dalam memanfaatkannya sesuai rencana belanja yang disepakati dengan DPRD Kota Bekasi. DBH adalah dana yang dialokasikan kembali kepada daerah penghasil dengan pembagian sebagaimana diatur dalam Undang-undang UU No. 33 tahun 2004. DBH dibagi atas DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB, dan pajak penghasilan PPh. DBH untuk Sumber Daya Alam berasal dari kehutanan, 190 pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Sejak awal tahun 2011 Pemerintah Kota Bekasi tidak lagi memperoleh DBH dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB, karena sudah mampu melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah sesuai amanat UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Terbitnya undang-undang tersebut mendorong Pemerintah Kota Bekasi untuk merencanakan pelayanan PBB pada tahun 2012. Tujuan utama alokasi DAK adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah dan meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memobilisasi sumberdayanya. DAK dipakai untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antardaerah dengan prioritas pada bidang kegiatan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup. Program dan kegiatan DAK khususnya berkenaan dengan lingkungan hidup tersebut sesuai dengan prioritas nasional yang diarahkan untuk mendanai urusan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Daerah dapat menerima DAK apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu 1 kriteria umum berdasarkan indeks fiskal neto; 2 kriteria khusus berdasarkan peraturan perundangan dan karakteristik daerah; dan 3 kriteria teknis berdasarkan indeks teknis bidang terkait UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Kriteria teknis DAK bidang lingkungan hidup meliputi indikator data : • Kepadatan penduduk • Panjang sungai tercemar • Luas tutupan lahan • Bentuk kelembagaan • Ruang tutupan hijau • Volume sampah Kriteria teknis bidang pertanian meliputi 1. Luas Penggunaan Lahan, 2. Balai Penyuluhan Pertanian 3. Jumlah Penyuluh dan 4. Pengguna Lahan. Tujuan DAK BIDANG LH adalah membantu KabKota mendanai kegiatan di bidang LH terutama dalam rangka pencapaian Standar Pelayanan Minimal 191 SPM di Bidang LH yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Sebagai gambaran perencanaan ke depan dapat dipertimbangkan hasil rancangan arah pemanfaatan DAK LH 2011 untuk Perubahan Iklim meliputi pengadaan Taman HijauTaman Kehati, Pengelolaan sampah 3R, Particulat Matters PM 10 dan Bio Gas. Rancangan kriteria teknis DAK LH 2011 adalah 1. Proporsi panjang sungai tiap Kab.Kota terhadap total panjang sungai yang mengalir di seluruh Kab.Kota, 2. Kepadatan Penduduk tiap Kab.Kota, 3. Proporsi tutupan lahan tiap Kab.Kota terhadap total tutupan lahan di seluruh Kab.Kota, 4. Bentuk Kelembagaan LH Kab.Kota, 5. Luas Ruang Terbuka Hijau perKabKota dan 6. Volume sampah per KabKota. Sekitar 80 DAU yang dikelola Kota Bekasi digunakan untuk belanja rutin, terutama gaji pegawai. Diperlukan sumber dana untuk membangun sarana dan prasarana fisik berkenaan pengalokasian RTH selain dari PAD dan dana bagi hasil pajak dengan Povinsi jawa barat adalah dari DAK. Operasionalisasi anggaran disusun dengan menggunakan prinsip anggaran kinerja, dalam arti mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Output keluaran menunjukkan barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai input yang digunakan. Input masukan adalah besarnya sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu dan teknologi yang digunakan untuk pelaksanaan program atau kegiatan DAK. Berdasarkan prinsip anggaran kinerja tersebut, Pemerintah Kota Bekasi jangan menjadi penerima pasif atas hibah DAK karena sebenarnya peraturan perundangan memungkinkan daerah untuk secara aktif mengajukan usul. Dinas teknis terkait bertugas merencanakan program dan kegiatan pengalokasian RTH dan mengirimkan data tentang kondisi sarana dan prasarana bidang-bidang yang memperoleh alokasi DAK terkait dengan lingkungan hidup termasuk upaya mempertahankan pertanian kota. Data tersebut menjadi bahan baku bagi Pemerintah Pusat baik Kementerian teknis terkait dan juga Keuangan dalam mengalokasikan DAK per bidang dan per daerah. Penentuan bidang lingkungan hidup yang menerima alokasi DAK disesuaikan dengan prioritas pembangunan yang tercermin dalam rencana kerja pemerintah RKP. Belanja per kegiatan DAK dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja. 192 Belanja berdasarkan urusan, diklasifikasikan sesuai urusan wajib dan urusan pilihan. Sebagai contoh: Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam, Peningkatan Konservasi Daerah Tangkapan Air dan Sumber-Sumber Air, Pengelolaan gulma di danausitu, Peningkatan edukasi dan komunikasi masyarakat di bidang lingkungan, Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan lahan dan air, Pencetakan lahan persawahan, Pembukaan lahan kering, termasuk pengadaan lahan untuk taman hijau. Pemerintah Daerah dalam menyusun program dan kegiatan yang bersumber dari DAK, terlebih dahulu mensinkronkan dengan program dan kegiatan indikatif Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD dan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Musrenbangda. Penganggaran dana pendamping dalam APBD wajib dialokasikan sekurang- kurangnya 10 sepuluh persen dari jumlah alokasi DAK. Dana pendamping dimaksud dianggarkan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

7.3.2. Strategi Pengendalian Penduduk