Arahan Pengembangan RTH Kota Bekasi

124 sebagai pusat pertumbuhan dan pemacu kegiatan ekonomi. Kawasan ini diarahkan sebagai kawasan dengan sektor unggulan industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, pendidikan dan pengetahuan. 2. Kebijakan RTRWN, RTRW Provinsi, maupun RTRW Kawasan Tertentu Jabotabek, serta posisi wilayah Kota Bekasi yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta dan memiliki peran sebagai penyeimbang counter magnet ibukota negara, menyebabkan berbagai kebijakan pembangunan yang digariskan di Kota Bekasi berorientasi untuk kepentingan nasional. Tumbuh dan berkembangnya kota-kota satelit dengan pola masyarakat komuter merupakan fenomena yang muncul sebagai indikasi dari penetrasi kebutuhan hunian yang cukup tinggi seiring pesatnya pertumbuhan wilayah DKI sebagai ibu kota negara. Kebijakan tersebut menjadi daya tarik investasiekonomi dan migrasi yang cukup besar ke Kota Bekasi. Pertumbuhan penduduk dan fenomena urbanisasi yang terjadi kemudian dimanfaatkan secara ekonomi oleh pemilik modal dengan proyek industrialisasi sektor perumahan, industri besar dan menengah, pusat perbelanjaan mewah dan sentra perkantoran dengan memarjinalkan lahan RTH kota.

5.3. Arahan Pengembangan RTH Kota Bekasi

Kondisi RTH akan semakin menyusut terus manakala Pemerintah Kota Bekasi belum memiliki konsep yang jelas dalam menargetkan RTH publiknya. Demikian juga mengenai arahan pencapaian waktu, lokasi dan mekanisme pembiayaannya. Program penambahan luasan RTH merupakan sebuah upaya memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan dan meredam dampak perubahan iklim mikro. Mempertahankan building coverage seketat mungkin dan mengurangi kebijakan alih fungsi lahan dari ruang terbuka menjadi terbangun merupakan pilihan tepat, namun sering tidak konsisten. Pencanangan program interaktif satu taman kota atau hutan kota pada satu kecamatan di Kota Bekasi menjadi pilihan yang perlu didukung dengan komitmen anggaran. Langkah awal bagi upaya tersebut adalah dengan melakukan pemetaan ketersediaan RTH pada masing-masing kecamatan melalui analisis citra ALOS resolusi 10m tahun 2009. Hasilnya didapatkan proporsi 20 persen area RTH yang dijadikan target lokasi dan prediksi penganggaran berdasarkan rata-rata 125 Nilai Jual Obyek Pajak NJOP. Gambar 30 merupakan peta penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2009. Gambar 30 Peta penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2009 Komitmen tersebut dimulai dari kesadaran pentingnya menata kawasan perkotaan yang dapat memainkan fungsinya terhadap dampak perubahan iklim. RTH perkotaan sebagai penyeimbang ekologi dapat meminimalisasi pencemaran udara dan perubahan suhu udara kota. Di sisi lain RTH perkotaan juga berperan sebagai areal resapan yang dapat mengurangi ancaman banjir, identitas kota dan sarana rekreasi serta area olahraga bagi warga. 126 Aturan RTH minimal 30 persen kemudian menjadi komitmen Pemerintah Indonesia dengan dicantumkannya angka tersebut dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penekanan amanat penganggaran ada pada UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 42-45 mengenai pentingnya amanat anggaran berbasis lingkungan hidup green budgeting, dimana ada kewajiban pemerintah dan parlemen mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. Berdasarkan hasil analisis SIG tahun 2009 dibangun struktur penggunaan lahan yang meliputi: 1 Kelompok bervegetasi RTH seluas 5.728,88 ha 27,2 terdiri dari Kebun Campuran, Padang Rumput Alang-alang, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, Semak Belukar, dan Tegalan Ladang ; 2 Kelompok lahan terbangun RTB seluas 14.879,85 ha 70,7 terdiri dari industri dan permukimanbangunan; 3 Kelompok lain-lain terdiri dari tubuh air dan tanah terbuka seluas 440,27 ha 2,1. Gambaran luas lahan RTH disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Jenis dan luas lahan RTH per kecamatan di Kota Bekasi tahun 2009 Kecamatan Kebun Campuran ha Padang Rumput Alang-alang ha Sawah Irigasi ha Sawah Tadah Hujan ha Semak Belukar ha Tegalan Ladang ha Jumlah ha Bantar Gebang 367,32 21,75 0,00 236,46 57,01 127,73 810,27 Bekasi Barat 4,49 76,19 0,00 0,00 0,00 130,30 210,97 Bekasi Selatan 37,19 1,55 0,00 0,00 5,71 189,41 233,86 Bekasi Timur 15,78 107,21 0,00 16,90 20,61 84,95 245,44 Bekasi Utara 4,62 83,16 212,67 0,00 31,29 144,32 476,07 Jatiasih 271,11 25,10 0,00 16,59 0,00 482,73 795,53 Jatisampurna 434,79 44,79 0,00 0,00 0,00 431,25 910,84 Medansatria 0,00 210,75 181,48 0,00 13,65 7,50 413,38 Mustika Jaya 344,34 158,95 0,00 255,52 0,00 253,01 1.011,82 Pondok Melati 55,07 0,00 0,00 0,00 0,00 152,14 207,21 Pondokgede 125,98 2,68 0,00 0,00 0,00 33,19 161,85 Rawa Lumbu 79,65 59,98 0,00 6,84 0,00 105,16 251,64 Jumlah 1.740,33 792,12 394,15 532,31 128,28 2.141,70 5.728,88 Tanah terbuka adalah tanah kosong yang telah dipersiapkan untuk menjadi lahan terbangun. Polanya di awali dari lahan sawah atau semak belukar atau 127 lahan pertanian lainnya kemudian dibuka tutupan lahan RTH tetapi tidak langsung menjadi RTB. Lahan tersebut dibiarkan terbuka terkadang sampai menjadi alang-alang. Dalam jangka waktu tertentu direncanakan oleh pengembang perumahan untuk dibangun kawasan permukiman skala besar. Muncul dampak negatif pembangunan kota yang berkelanjutan yang dikenal Nimby Syndrome, akibat pengembangan wilayah di pusat kota DKI yang pesat. Akibat aksesibilitas spasial yang baik dengan pusat pertumbuhan tersebut, pengembangan bergeser ke Kota Bekasi tanpa dikawal dengan perencanaan spasial yang matang. Konsep lahan terbangun dalam penelitian ini adalah lahan permukiman yang terdiri dari bangunan perumahan, pusat perbelajaan, industri dan sarana serta prasarana kota lainnya berdasarkan penciri dari interpretasi ALOS tahun 2009. Pada Tabel 28 disajikan data lahan terbangun RTB yang dijadikan lahan komersial, baik untuk bangunan permukiman teratur maupun yang tidak teratur. Pemukiman teratur skala besar biasanya dibangun oleh para pengembang dan pemukiman tidak teratur adalah bangunan warga masyarakat yang sudah menempati lahan secara turun menurun. Tabel 28 Lahan terbangun dan lahan lainnya berdasarkan kecamatan tahun 2009 No Kecamatan PermukimanRTB ha Lahan Terbuka ha Tubuh Air ha Jumlah ha 1 Bantar Gebang 1.127,26 99,50 23,98 1.250,73 2 Bekasi Barat 1.205,68 0,00 1,34 1.207,03 3 Bekasi Selatan 1.358,53 0,00 4,61 1.363,14 4 Bekasi Timur 1.060,39 0,00 19,17 1.079,56 5 Bekasi Utara 1.503,13 22,26 15,54 1.540,93 6 Jatiasih 1.751,89 25,06 2,52 1.779,47 7 Jatisampurna 967,68 0,00 6,48 974,16 8 Medansatria 832,85 79,06 9,71 921,62 9 Mustika Jaya 1.402,04 81,80 1,34 1.485,18 10 Pondok Melati 983,92 7,86 0,00 991,79 11 Pondokgede 1.321,70 0,00 0,45 1.322,15 12 Rawalumbu 1.364,78 0,00 39,59 1.404,36 Jumlah 14.879,85 315,55 124,72 15.320,12 Beberapa wilayah yang masih memiliki lahan RTH lebih dari atau di atas 500 ha adalah Kecamatan Jatiasih, Kecamatan Mustika Jaya, Kecamatan 128 Jatisampurna dan Kecamatan Bantar Gebang. Wilayah yang masih memiliki lahan sawah tadah hujan berdasarkan Tabel 27 adalah Kecamatan Bantargebang 236,46 ha, Jatiasih 16,90 ha, Mustika Jaya 255,52 ha dan Rawa Lumbu 6,84 ha. Perlu peta arahan pengembangan RTH Kota sebagaimana disajikan pada Gambar 31 Gambar 31 Peta arahan pengembangan RTH Kota Bekasi Wilayah yang masih memiliki sawah irigasi teknis ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bekasi Utara 212,67 ha dan 129 saat peneliti ke lapangan bulan Februari 2011 sedang dilakukan penggurugan lahan yang akan dirubah menjadi permukiman atau lahan terbangun skala besar. Kecamatan Bantargebang, Jatisampurna dan Kecamatan Mustika Jaya merupakan wilayah yang berpotensi untuk dijadikan area kawasan lindung hutan kota, karena proporsi lahan RTH masih cukup luas, menempati posisi teratas yakni sebesar 810.27 ha, 910,84 ha dan 1.011,82 ha. Pada Tabel 29 disajikan proporsi RTH publik per kecamatan dan kebutuhan alokasi anggaran untuk pengadaan lahan jika diasumsikan harga NJOP rata-rata Rp. 200.000,00,- per meter persegi. Asumsi ini didasarkan pada data NJOP untuk lahan RTH tahun 2010 berkisar Rp. 70.000m 2 berada pada wilayah kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah sampai dengan harga Rp. 394.000m 2 berada pada wilayah kepadatan penduduk tinggi DPPKAD Kota Bekasi, 2010. Pada wilayah kecamatan dengan penduduk kepadatan tinggi jumlah proporsi RTH sedikit dan sulit untuk memenuhi 20 RTH publik. Tabel 29 Kebutuhan anggaran pengadaan lahan berdasarkan proporsi RTH Alokasi penambahan luas RTH tersebut hanya tersebar di beberapa lokasi wilayah kecamatan. Kecamatan yang memiliki proporsi RTH publik kurang dari 20 adalah kecamatan Bekasi Barat dengan selisih -72,63 ha, Bekasi Selatan -85,54 ha, Bekasi Timur -19,56 ha, Pondok Melati -32,59 ha, Pondok Gede -134,95 ha, dan Rawa Lumbu -79,56 ha. Semakin berkurangnya RTH pada Kecamatan Jumlah Lahan Ha Proporsi RTH Publik 20 Luas Kecamatan Kebutuhan Anggaran berdasarkan NJOP Rp. 200,000.00 RTH Eksisting 2009 Selisih RTH dari Proporsi 20 Bantar Gebang 2.061 412,20 824.400.000.000 810,27 398,07 Bekasi Barat 1.418 283,60 567.200.000.000 210,97 -72,63 Bekasi Selatan 1.597 319,40 638.800.000.000 233,86 -85,54 Bekasi Timur 1.325 265,00 530.000.000.000 245,44 -19,56 Bekasi Utara 2.017 403,40 806.800.000.000 476,07 72,67 Jatiasih 2.575 515,00 1.030.000.000.000 795,53 280,53 Jatisampurna 1.885 377,00 754.000.000.000 910,84 533,84 Medan Satria 1.335 267,00 534.000.000.000 413,38 146,38 Mustika Jaya 2.497 499,40 998.800.000.000 1.011,82 512,42 Pondok Melati 1.199 239,80 479.600.000.000 207,21 -32,59 Pondok Gede 1.484 296,80 593.600.000.000 161,85 -134,95 Rawalumbu 1.656 331,20 662.400.000.000 251,64 -79,56 Jumlah 21.049 4.209,80 8.419.600.000.000 5.728,88 130 wilayah tersebut salah satunya diakibatkan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan analisis penyebaran penduduk per-wilayah kecamatan. Konsentrasi jumlah penduduk dengan penyebaran tertinggi pada Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 12,77 persen 240.456 jiwa, Bekasi Barat 12,10 persen 227.810 jiwa, Pondokgede 12,08 persen 227.415 jiwa dan terendah di Kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,50 persen 65.816 jiwa dan data terakhir penduduk Kota Bekasi tahun 2009 berjumlah 2.319.518 jiwa BPS, 2010. Kecamatan-kecamatan tersebut direkomendasikan untuk mempertahankan RTH privat dan pengembangan kawasan terbangunan yang bersifat vertikal. Kecamatan lainnya seperti Jatisampurna, Bantargebang, Jatiasih, Mustika Jaya, Medan Satria dan Bekasi Utara masih berpotensi untuk penambahan RTH publik kota. Pemerintah Kota Bekasi harus memiliki target yang jelas dalam upaya mencapai RTH idealnya. Sebagaimana dengan target RTRW DKI seluas 13,94, Pemerintah Provinsi DKI mengalokasikan Rp. 356,7 miliar pada APBD 2009. Dana tersebut antara lain akan digunakan untuk pengadaan lahan dengan target penambahan RTH seluas 67,2 ha. Luas RTH di Jakarta saat ini baru 6.800 ha 9,6, atau berarti masih kurang 2.745 ha. Bila harga tanah dengan NJOP Rp 500.000 per meter persegi, maka dibutuhkan dana sekitar Rp 13,725 triliun. Dengan analogi tersebut, maka berdasarkan analisis sebagaimana disajikan pada Tabel 29, Pemerintah Kota Bekasi membutuhkan dana sebesar Rp. 8.419 triliun dikurangi RTH publik yang ada sebesar 771 ha menjadi kurang lebih 6-7 trilyun rupiah jika NJOP diasumsikan sebesar Rp. 200.000 per meter persegi. Strategi penganggaran daerah berbasis lingkungan green budgeting khususnya RTH publik terkait alokasi waktu dalam APBD dapat dilakukan dengan pendekatan model dinamik. Diharapkan alternatif pengadaan lahan bukan satu-satunya strategi kebijakan dalam mempertahankan target RTH publik 20. Pengawasan perizinan secara ketat, sanksi administratif bagi yang melanggar serta audit lingkungan secara berkala dan konsisten serta melakukan moratorium perizinan bangunan komersial diharapkan merupakan jalan keluar yang dapat membantu. 131

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan