147
6.2.3. Sub Model Ekonomi Green Budgeting RTH
Sub-sistem kegiatan penganggaran hijau RTH atau Sub-sistem Ekonomi Green Budgeting RTH merupakan sub-sistem yang berkaitan dengan aktivitas
penganggaran daerah terhadap program belanja RTH dalam APBD. Gambaran sektor Green Budgeting RTH pada model ini dibangun oleh level pendapatan
APBD dengan flow rate kenaikan pendapatan, belanja RTH dan Lahan RTH yang diperoleh. Fraksinya meliputii persentase belanja RTH terhadap
pendapatan APBD Kota dan fraksi Nilai Jual Objek Pajak NJOP per hektar lahan tidak terbangun.
Perhitungan pendapatan daerah Kota Bekasi diperoleh dari penjumlahan multiwaktu Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum DAU, serta
pendapatan lain yang sah. Berdasarkan hasil kajian, maka variabel sub-sistem ekonomi Green Budgeting RTH yang digunakan dalam pemodelan sistem ini
tertera pada Tabel 36. Tabel 36 Variabel ekonomi Green Budgeting RTH yang digunakan dalam
pemodelan strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting
NO. VARIABEL
DEFINISI SUMBER
1 Jumlah pendapatan
daerah jumlah pendapatan daerah yang masuk
dalam APBD Kota Bekasi Bapeda Kota Bekasi
2 Kebutuhan lahan RTH
Kebutuhan 20 lahan RTH publik di Kota Bekasi
Perhitungan data eksistingkecenderungan
3 Jumlah belanja RTH
Persentase jumlah belanja RTH terhadap pendapatan daerahAPBD di Kota Bekasi
Asumsi professional 4
Tingkat pertumbuhan pendapatan daerahAPBD
Kenaikan rata-rata pertahun APBD 15 Asumsi
RPJMkecenderungan 5
Penambahan belanja RTH penambahan rata-rata belanja RTH per
tahun Asumsi professional
6 Jumlah lahan RTH
Belanja RTH berdasarkan NJOP Asumsi professional
7 Harga NJOP
Nilai harga lahan RTHrata-rata per meter Asumsi professional
8 Laju pengurangan APBD
Presentase penurunan dari pendapatan PBB dan BPHTB
Asumsi professional
Output hasil simulasi terjadi peningkatan penerimaan APBD dengan asumsi kenaikan 15tahun amanat RPJMD Kota Bekasi dari Rp.
800.336.241.563 2005, menjadi Rp. 23.627.058.160.558 2030, diikuti pula kenaikan 0,07
kinerja Green Budgeting RTH dari APBD yaitu sebesar Rp. 560.235.369 2005 menjadi Rp. 16.538.940.712 2030. Lahan yang diperoleh pertahun sangat tidak
signifikan dengan besarnya penerimaan APBD tahun berjalan. Sebagai gambaran pada APBD 2010 diprediksi sebesar 1,6 trilyun lebih tetapi kinerja
pengalokasian RTH kota hanya sebesar 1 milyar, sehingga lahan yang
148
dialokasikan untuk penambahan RTH publik hanya mendapatkan lahan seluas 0,5 ha.
Realisasi penerimaan APBD tahun 2005 – 2008 Tabel 22 terdahulu sampai dengan realisasi akhir tahun 2010 sebesar 1,6 trilyun lebih dan rencana
target pendapatan tahun 2011 sebesar 1,8 trilyun lebih DPPKAD, 2010, kecenderungannya meningkat 10-15 pertahun bahkan mencapai 18. Bila
dibandingkan akurasi prediksi simulasi model Green Budgeting RTH pada APBD tahun 2010 dengan realisasi penerimaan APBD aktual 2010 tersebut,
perbedaannya relatif mendekati real world seperti tertera pada Tabel 37. Tabel 37 Prediksi penerimaan APBD dan kinerja green budgeting RTH Rp
Time APBD_EXT
GB_RTH_EXT LHN_YG_DPRLH_EXT
01 Jan 2005 01 Jan 2010
01 Jan 2015 01 Jan 2020
01 Jan 2025 01 Jan 2030
800. 336. 241. 563, 00 1. 575. 070. 207. 332, 80
3. 099. 754. 864. 508, 54 6. 100. 350. 432. 197, 70
12. 005. 554. 317. 120, 10 23. 627. 058. 160. 558, 30
560. 235. 369, 09 1. 102. 549. 145, 13
2. 169. 828. 405, 16 4. 270. 245. 302, 54
8. 403. 888. 021, 98 16. 538. 940. 712, 39
0, 28 0, 55
1, 08 2, 14
4, 20 8, 27
Ket: lahan yg diprlh ext= lahan yang diperoleh eksisting yang diprediksi
Kinerja green budgeting RTH Kota Bekasi sampai dengan akhir simulai
tahun 2030 tahun dimana penerimaan APBD sudah mencapai 23 trilyun lebih tetapi lahan yang diperoleh hanya 8 ha. Hal ini memperlihatkan komitmen politik
penganggaran yang lemah dalam mendukung upaya perbaikan lingkungan dari sektor pengembangan RTH publik. Simulasi visualisasi kecenderungannya naik
tetapi tidak signifikan seperti ditunjukkan pada Gambar 36.
0 1 Ja n 2 0 0 5 0 1 Ja n 2 0 1 0
0 1 Ja n 2 0 1 5 0 1 Ja n 2 0 2 0
0 1 Ja n 2 0 2 5 0 1 Ja n 2 0 3 0
5 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 1 0 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0
1 5 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0
G B
_ R
T H
_ E
X T
Gambar 36 Grafik hasil simulasi Green Budgeting RTH periode 2005-2030 Kenaikan grafik Green Budgeting RTH di atas belum memperlihatkan
kinerja RTH kota yang maksimal apabila dibandingkan nilai susutnya lahan RTH sebesar 7 persen per tahun, karena penganggaran green budgeting sebesar
0,07 dari pendapatan APBD tidak mampu mempertahankan keberadaan lahan
149
RTH bahkan makin menyusut. Penganggaran daerah berbasis lingkungan sebagai kompensasi terhadap pembayaran jasa lingkungan hidup dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir sangat kecil. Rata-rata penganggaran APBD selama ini kurang lebih Rp. 5 milyar untuk belanja pengelola lingkungan hidup Tabel 24
terdahulu dari target kurang lebih Rp.1,23 Trilyun total APBD 2008. Bahkan belanja RTH pada tahun 2005 hanya Rp 500.000,00 atau 0,07 persen dari APBD
tahun 2005. Berikut disajikan Gambar 37 konstruksi sub model pada sub sistem green budgeting RTH.
Gambar 37 Flow diagram submodel green budgeting RTH Sub model green budgeting RTH merupakan pencerminan stimulus
kebijakan penganggaran faktual. Dengan fakta sub model tersebut dapat menjadi faktor pengungkit berjalannya sistem secara keseluruhan dan
berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat intervensi simulasi model yang lebih baik sebagai arahan memotivasi tingginya komitmen
penganggaran atau berjalannya politik tata ruang secara optimal. Disadari kecilnya anggaran menunjukkan bahwa dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah RPJM 2008-2013 yang mengarusutamakan pembangunan berkelanjutan belum mewarnai politik anggaran. Persoalan
lingkungan yang terkait belanja RTH belum dianggap menjadi prioritas. Kinerja pengelolaan RTH di Kota Bekasi belum memperlihatkan upaya optimal
memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Demikan halnya dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
SUB MODEL RTH
SUB MODEL GREEN BUDGETING RTH
LJ_PNMBHN_RTH FR_PNBHN_RTH
LAHAN_YG_DIPRLH LJ_PNRN_RTH
N_BUDGETING_RTH
LJ_NAIK_PNDPTN FR_PERSEN_NAIK_PDPTN
RTH FR_PNRN_RTH
APBD FR_PERSEN_BLNJA_RTH
R_NJOP_PER_HA
150
Perkotaan diamanatkan pada Pasal 20 ayat 2 bahwa Pendanaan penataan RTHKP KabupatenKota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah APBD KabupatenKota, partisipasi swadaya masyarakat danatau swasta, serta sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Berkenaan dengan anggaran pro lingkungan Kota Bekasi atau APBD hijau sesuai amanat kedua peraturan tersebut di atas dapat diukur dari komparasi
pendapatan APBD pertahun dengan realisasi belanja RTH Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD pengelola. Hal ini tercermin dari rasio anggaran
pengelolaan lingkungan hidup khususnya terkait kinerja pengelolaan RTH kawasan perkotaan, seperti terlihat pada Tabel 38.
Tabel 38 Rasio angaran pengelolaan LH, sampah dan RTH
Rasio Anggaran Pengelolaan Lingkungan, Sampah dan Ruang Terbuka Hijau RTH No.
Jumlah Anggaran Jumlah Anggaran
Tahun 2005 Tahun 2006
Tahun 2007 Tahun 2008
Tahun 2008
1 APBD Total
800.336.241.563 890.903.197.512
1.089.815.606.579 1.235.060.641.143,00
2 Lembaga
Pengelola LH 5.380.000.000
7.165.005.280 4.783.000.000
5.115.644.640,00 0,41
3 Lembaga
Pengelola Sampah
3.200.000.000 2.955.000.000
4.459.801.332 8.882.500.000,00
0,72 4
Lembaga Pengelola RTH
500.000.000 700.000.000
2.855.000.000 925.000.000,00
0,07 5
PAD 121.778.641.042
143.168.711.613 166.283.245.632
178.369.891.660,00
Sumber : BPLH Kota Bekasi 2010
Jumlah anggaran Kota Bekasi tahun 20082009 untuk pengelolaan sampah dan RTH masih relatif kecil yaitu kurang dari 1 persen dari APBD kota. Hal ini
menjadi persoalan ketika kota ingin meraih prestasi Adipura, lambang kota hijau dan bersih. Penganggaran hijau green budgeting merupakan salah satu kriteria
dalam penilaian Adipura yang mensyaratkan rasio anggaran pengelolaan lingkungan hidup terhadap total APBD minimal 5 persen Sobirin, 2007.
Meningkatnya anggaran lingkungan hidup dalam APBD merupakan salah satu indikator komitmen politik penganggaran hijau yang peka terhadap persoalan
lingkungan yang semakin kompleks. Pendapatan yang berasal dari eksploitasi lahan RTH termasuk pertanian
dengan kebijakan penyesuaian pajak PBB setiap tahun belum mencerminkan prinsip green budgeting. PAD yang diterima selalu dianggap sebagai PAD bersih,
padahal PAD yang diterima tersebut sebenarnya adalah PAD kotor atau minus,
151
bila dikaitkan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Hal ini tidak pernah dipedulikan oleh stakeholders daerah. Hasil penelitian Kementerian Lingkungan
Hidup Sobirin, 2007 menyimpulkan bahwa 47 persen Kepala Daerah tidak mempunyai visi lingkungan yang jelas. Hal ini tercermin dari alokasi belanja
APBD untuk pengelolaan lingkungan hidup yang rata-rata tidak ada yang melebihi angka satu persen. Sebagian yang mengenal visi lingkungan hidup
dengan baik pun tidak pernah menganggarkan lebih dari 5 persen. Selama otonomi daerah diterapkan, telah terjadi eksploitasi sumberdaya
alam secara besar-besaran karena pemerintah daerah umumnya memiliki orientasi jangka pendek berupa peningkatan PAD. Pelestarian lingkungan hidup
dianggap hanya menjadi beban cost centered, dan tidak menguntungkan Sobirin, 2007. Lahirnya UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan LH mengamanatkan pemulihan lingkungan dan pencegahan kerusakannya. Seharusnya amanat tersebut dicerminkan antara lain melalui
kebijakan penganggaran yang berorientasi lingkungan. Permasalahan lingkungan hidup merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Karena itu,
mestinya anggaran dalam APBD kabupatenkota yang dialokasikan untuk keperluan penanganan masalah lingkungan hidup dapat lebih realistis.
Kepmen PU No. 378 tahun 1987 menetapkan kebutuhan RTH kota terdiri atas fasilitas hijau umum 2,3 m
2
jiwa dan ruang penyangga lingkungan kota ruang hijau 15 m
2
jiwa. Dengan demikian, secara keseluruhan kebutuhan RTH kota adalah sekitar 17,3 m
2
jiwa Purnomohadi, 2006, agar dapat memenuhi fungsi kawasan penyeimbang, konservasi ekosistem, dan pencipta iklim mikro
ekologis, sarana rekreasi, olahraga dan pelayanan umum sosial-ekomomi, pembibitan, penelitian edukatif, dan keindahan lansekap kota estetika. Bila
asumsi ini disandingkan dengan jumlah penduduk Kota Bekasi tahun 2010 sebanyak 2,3 juta jiwa maka kebutuhan RTH Kota Bekasi adalah seluas 3.979
ha. Kondisi kebutuhan nyata atas RTH publik ini seyogyanya ditindaklanjuti
dengan action plan yang nyata pula dalam kebijakan penganggaran daerah. Apabila kondisi RTH tetap dimarginalisasi dalam program green budgeting RTH
APBD Hijau padahal asumsi pertumbuhan penduduk terus meningkat sebanyak 4 persen sedangkan ketersediaan lahan RTH tidak bertambah, maka pada
tahun 2030 akan terjadi degradasi terhadap kualitas lingkungan di Kota Bekasi.
152
6.3. Pengujian Model