135
VI. DISAIN MODEL STRATEGI PENGALOKASIAN RTH BERBASIS PENGANGGARAN DAERAH
6.1. Identifikasi Sistem Kawasan Perkotaan
Dalam penelitian ini, istilah strategi pengalokasian RTH berbasis penganggaran daerah atau penganggaran berbasis lingkungan dapat disebut
sebagai strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting atau dapat dinyatakan sebagai strategi green budgeting RTH. Istilah anggaran berbasis
lingkungan hidup diperkenalkan oleh Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH, sebagai salah satu
instrumen untuk menjamin terlaksananya dukungan pendanaan pemerintah yang memadai. Kawasan perkotaan secara umum memiliki kegiatan utama
perdagangan dan jasa dengan berbagai aktivitas distribusi barang industri yang kompleks. Peningkatan jumlah penduduk pada kawasan perkotaan akan
meningkatkan jumlah kebutuhan lahan untuk kegiatan permukiman, industri, perdagangan dan jasa serta utilitas kota lainnya seperti pendidikan, hotel,
supermarket dan lain sebagainya. Peningkatan jumlah penduduk kota yang semakin tinggi merupakan cerminan adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi kemudian berdampak pada kenaikan kebutuhan lahan dan semakin meningkatnya lahan terbangun. Akibat berikutnya
adalah tingginya konversi lahan pertanian karena meningkatnya permintaan lahan terbangun untuk permukiman, lahan jasa dan perdagangan, lahan fasilitas
sosial dan fasilitas umum. Tingginya tingkat kebutuhan lahan terbangun mengakibatkan semakin berkurangnya RTH Kota. Penurunan alokasi kebutuhan
RTH akan mengurangi kenyamanan lingkungan, yang pada akhirnya akan menekan pertumbuhan penduduk. Elemen lain yang berpengaruh terhadap
ketersediaan RTH adalah aktivitas belanja program RTH atau penganggaran daerah berbasis lingkungan green budgeting.
Sistem ini akan dapat berlangsung dengan lebih baik jika didukung oleh komitmen pemerintah dan stakeholders dalam penganggaran daerah yang
memadai. Semakin termarjinalisasinya penganggaran daerah berbasis lingkungan APBD hijaugreen budgeting khususnya RTH Kota akan
mengakibatkan ketersediaan RTH menjadi semakin berkurang. Keberadaan RTH Kota yang semakin menurun dapat menyebabkan suhu perkotaan Urban Heat
136
Island meningkat. Pengaruh selanjutnya adalah berkurangnya tingkat kenyamanan dan kualitas hidup masyarakat kota.
Sistem pembentuk lingkungan perkotaan dalam kajian pengelolaan RTH Kota Bekasi ini dipengaruhi oleh dua komponen utama yaitu komponen fisik dan
non-fisik kota yang memiliki hubungan yang saling berkaitan. RTH Kota merupakan salah satu komponen fisik penyusun kota yang keberadaannya
sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen non-fisik lainnya komponen sosial dan ekonomi. Dalam rangka permodelan Strategi Pengalokasian RTH
Berbasis green budgeting di Kota Bekasi, maka disusun 3 tiga buah sub-sistem yang dapat merepresentasikan permasalahan pengelolaan RTH tersebut, yaitu
subsistem biofisik lahan RTH, subsistem sosial penduduk dan subsistem ekonomi yakni penganggaran hijauAPBD hijau terhadap RTH green budgeting
RTH. Pada rancangan model Strategi Pengalokasian RTH Berbasis Green
Budgeting, terdapat input terkontrol, input tidak terkontrol, dan input lingkungan. Selain itu terdapat pula output yang dikehendaki dan output yang tidak
dikehendaki. Identifikasi sistem berdasarkan data primer pendapat stakeholders, data sekunder dan pengamatan di lapangan yang kemudian dilakukan
pengelompokan serta analisis data. Input terkontrol di dalam sistem meliputi antara lain alokasi lahan RTH, penyusunan Perda RTH yang terintegrasi dengan
penganggaran daerah yang pro RTH dan tata ruang kota. Input tidak terkontrol yang dapat mempengaruhi kinerja sistem antara lain adalah dukungan dan
komitmen politik penganggaran dari peran stakeholders, kebijakan harga lahan, tingkat permintaan lahan terhadap tekanan pasar, dan pertumbuhan penduduk.
Input lingkungan yang berpengaruh terhadap sistem antara lain adalah kebijakan pemerintah dalam pengembangan RTH kawasan perkotaan seperti UU
No. 322004 tentang pemerintahan daerah, UU No 262007 tentang Penataan Ruang, UU No. 322009 tentang PPLH dan UU No. 412009 tentang Ketahanan
Pangan Berkelanjutan serta Perda RTRWRPJPRPJM Kota Bekasi. Berbagai suprastruktur kebijakan tersebut seyogyanya menjadikan pijakan kebijakan
pemerintah daerah. Input tersebut diharapkan dapat menghasilkan output strategi pengalokasian RTH yang berkelanjutan. Terjaminnya ketersediaan
proporsi RTH dapat menghadirkan kenyamanan lingkungan yang diukur dari semakin baiknya kualitas udara, suhu dan kelembaban udara. Kenyamanan
137
lingkungan kota adalah salah satu unsur adanya kualitas hidup masyarakat kota. Identifikasi sistem input output I-O disajikan pada Gambar 15 terdahulu.
Pada sistem ini ada beberapa output yang tidak diharapkan tetapi berpeluang terjadi, antara lain terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkontrol,
konflik kepentingan antar stakeholders, kerusakan lingkungan, menurunnya kenyamanan udara kota THI, peningkatan kepadatan penduduk dan
kekumuhan lingkungan kota. Oleh karena itu, fungsi pengelolaan dan pengalokasian RTH harus dapat berjalan dengan baik dalam pengendalian dan
pengembangan kawasan kota agar output yang tidak diharapkan dapat dikelola menjadi input yang dapat dikendalikan.
6.2. Simulasi Model Strategi Pengalokasian RTH Berbasis Green Budgeting