141
Tabel 33 Jumlah penduduk jiwa Kota Bekasi selama periode tahun simulasi
T ime PDDK_ EXT
LHN PMKRT B EXT 0 1 Ja n 2 0 0 5
0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 1 5
0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 2 5
0 1 Ja n 2 0 3 0 2 . 0 0 1 . 8 8 9 , 0 0
2 . 3 7 6 . 8 3 0 , 7 9 2 . 8 2 1 . 9 9 6 , 9 2
3 . 3 5 0 . 5 4 0 , 0 0 3 . 9 7 8 . 0 7 6 , 0 2
4 . 7 2 3 . 1 4 5 , 7 6 1 4 . 8 1 7 , 0 0
1 4 . 3 8 9 , 1 4 1 4 . 6 0 5 , 7 2
1 5 . 4 2 3 , 5 3 1 6 . 8 2 8 , 3 4
1 8 . 8 3 1 , 9 6
Keterangan : Pddk ext = jumlah penduduk eksisting atau aktual yang diprediksi, LHN PMK-RTB EXT = lahan permukiman atau ruang terbangun RTB eksisting
Jumlah penduduk hasil prediksi simulasi pada tahun 2009 sebanyak 2.296.101 jiwa atau kurang lebih 2,3 juta jiwa simulasi dengan interval waktu 1
tahun dan tahun 2010 bertambah menjadi 2.367.830 jiwa simulasi ini menggunakan interval waktu 5 tahun. Data hasil simulasi model tersebut tidak
jauh berbeda dengan data eksisting atau data terakhir penduduk Kota Bekasi tahun 2009 berjumlah 2.319.518 jiwa hasil sensus penduduk tahun 2010
Susenas BPS, 2010. Dengan demikian unjuk kerja sub model penduduk memiliki tingkat keakurasian yang hampir sama dengan model dunia nyata real
world.
6.2.2. Sub Model Lahan RTH
Pada sub-model lahan RTH yang selanjutnya disebut sebagai sub-model RTH, variabel yang ditentukan sebagai variabel level terdiri dari luas lahan RTH,
kelembaban dan suhu. Sebagaimana diuraikan sebelumnya semakin bertambahnya jumlah penduduk maka akan semakin tinggi kebutuhan lahan
untuk dikonversi menjadi lahan terbangun sehingga memarjinalisasikan lahan RTH. Perubahan lahan RTH menjadi lahan terbangun RTB suatu wilayah kota
mengakibatkan perubahan pada suatu tatanan lanskap perkotaan. Pemanfaatan ruang kota yang tidak sesuai dengan peruntukannya secara biofisik dapat
mengakibatkan terganggunya kelestarian lingkungan kota. RTH merupakan komponen lanskap yang dapat berperan dalam
mengendalikan terjadinya degradasi lingkungan. Salah satu bentuk degradasi lingkungan yang dapat ditimbulkan dengan semakin berkurangnya ruang terbuka
hijau di wilayah kota adalah meningkatnya suhu kota. Pada dasarnya ruang terbuka hijau mempunyai banyak fungsi, khususnya yang berkaitan dengan
aspek lingkungan. Salah satu fungsi ruang terbuka hijau adalah kemampuannya
142
dalam menurunkan suhu Effendy, 2007, yang terkait pula dengan kemampuannya dalam mengendalikan iklim perkotaan.
Semakin luas proporsi RTH di suatu wilayah kota, maka iklim menjadi relatif lebih nyaman, dan sebaliknya, apabila luas RTH kota berkurang maka
akan terjadi peningkatan suhu udara di dalam kota. Turunnya tingkat kenyamanan ditandai dengan semakin meningkatnya suhu kota. Oleh sebab itu,
dalam penataan ruang kota, masalah kenyamanan perlu diperhitungkan melalui optimalisasi kinerja RTH sehingga diharapkan dapat menjamin kualitas
lingkungan kota. Per-definisi, kenyamanan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
pengaruh keadaan lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia. Kondisi lingkungan disebut nyaman apabila sebagian energi manusia
dibebaskan untuk kerja produktif dan usaha pengaturan suhu tubuh berada pada level minimum Effendy, 2007; Wardhani, 2006. Kenyamanan kota secara
kuantitatif dinyatakan dengan Temperature Humidity Index THI. THI dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban relatif. Jika suhu udara dan
kelembaban relatif diketahui, maka nilai THI untuk kenyamanan suatu kota dapat ditentukan. Nilai THI dapat ditentukan dari suhu udara dan kelembaban udara
RH dengan persamaan Nieuwolt, 1975: THI = 0,8T
a
+ RHxT
a
500, dimana Ta = Suhu udara
C dan RH = Kelembaban relatif udara . Rumus auxiliary THI dalam
sub model lahan RTH dipadankan menjadi THI =
Suhu_thd_RTH0,8+RH_Thd_RTHSuhu_thd_RTH500. Tingkat kenyamanan lebih didasarkan pada keterkaitan antara RTH dengan
suhu udara dan kelembaban RH. Faktor-faktor lain seperti angin, radiasi matahari, curah hujan, polusi udara akibat padatnya kendaraan dan lainnya yang
berpengaruh pada kenyamanan tidak dimasukkan dalam model ini. Suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan data kelembaban dan suhu rata-
rata tahunan di Kota Bekasi. Data awal lahan terbangun atau RTB dan lahan RTH dalam model ini menggunakan data BPS Kota Bekasi tahun 2005 dengan
laju penurunan 7 persen per tahun berdasarkan perhitungan asumsi rata-rata perkembangan perubahan lahan yang terjadi di Kota Bekasi. Formulasi
perhitungan nilai simulasi sub-model pada sistem ini disajikan pada Tabel 34.
143
Tabel 34 Formulasi sub sistem lahan RTH
NO VARIABEL
FORMULASI NILAI
SATUAN
1 RTH publik proporsional
Persentase RTH publik 20 4.209,8
Ha 2
Kelembaban RH Fix
70 Persen
3 Suhu
Fix 29
Celsius 4
Laju penurunan RH Fix
0,01 Persentahun
5 Laju pertambahan suhu
Fix 0,01
Persentahun 6
Lahan terbangun RTB Fix tahun 2005 data BPS Kota Bekasi
14.817 Ha
7 Alokasi RTB dikehendaki
Fix 16.839,2
ha 8
Laju penurunan RTH Fix
7 Persen
9 Laju belanja RTH
Persentase dari nilai pendapatan APBD BPLH Kota Bekasi 2010
0,07 Persen
10 Lahan RTH
Fix tahun 2005 4.998
ha
Output hasil simulasi pada sub-model lahan RTH Tabel 35 cenderung menurun, berbanding terbalik dengan suhu udara yang naik secara linear.
Berdasarkan hasil simulasi, terjadi penurunan jumlah lahan RTH pada tahun awal simulasi 2005 dari 4.998 ha atau 23,7 dari luas lahan di Kota Bekasi
menjadi 1.295 ha 6, diikuti peningkatan suhu udara sebesar 0,9°C dari 29,24°C menjadi 30,21°C 2030 dan penurunan kelembaban dari 70,83
menjadi 70,17. Tabel 35 Data simulasi Lahan RTH, kelembaban RH, suhu terhadap RTH dan
THI
Time RTH_EXT
RH_THD_RTH_EXT SUHU_THDP_RTH_EXT
THI _EXT 01 Jan 2005
01 Jan 2010 01 Jan 2015
01 Jan 2020 01 Jan 2025
01 Jan 2030 4. 998, 00
3. 627, 39 2. 672, 96
2. 015, 73 1. 574, 38
1. 295, 20 70, 83
70, 57 70, 40
70, 29 70, 21
70, 17 29, 24
29, 35 29, 50
29, 70 29, 94
30, 21 27, 54
27, 63 27, 76
27, 94 28, 16
28, 40
Keterangan :RTH ext = luas lahan RTH eksisting atau aktual yang diprediksi, RH-THD-RTH EXT = kelembaban udara terhadap RTH eksisting, SUHU-THD-RTH EXT= suhu terhadap RTH
Dampak dari meningkatnya suhu udara dan berkurangnya kelembaban berimplikasi pada berkurangnya tingkat kenyamanan yang diukur dari
bertambahnya nilai THI dari 27,54
°C
meningkat menjadi 28,40
°C
2030. Hasil prediksi model Output perubahan lahan RTH Kota Bekasi secara visual dilihat
pada Gambar 34.
144
0 1 Ja n 2 0 0 5 0 1 Ja n 2 0 1 0 0 1 Ja n 2 0 1 5 0 1 Ja n 2 0 2 0 0 1 Ja n 2 0 2 5 0 1 Ja n 2 0 3 0 2 . 0 0 0
3 . 0 0 0 4 . 0 0 0
5 . 0 0 0
R T
H _
E X
T
Gambar 34 Grafik Lahan RTH di Kota Bekasi Kondisi visualisasi grafik di atas memperlihatkan bahwa tanpa intervensi
kebijakan penganggaran yang optimal maka lahan RTH semakin menyusut pada akhir tahun simulasi. Pada tahun 2005 penggunaan lahan bervegetasi
RTH masih sekitar 4.998 ha atau kurang lebih 24 persen dari luas Kota Bekasi 21.049 ha, kemudian tahun 2010 sudah menyusut menjadi 3.627 ha 17 dari
luas wilayah. Artinya selama kurun waktu tersebut sudah terjadi peningkatan konversi lahan RTH menjadi RTB seluas 1.371 ha. Sebagian besar berubah
fungsi menjadi permukiman teratur perumahan skala besar. Diduga jika kecepatan alih fungsi lahan tetap tidak ada intervensi kebijakan atau kebijakan
penganggaran RTH hanya 0,07 persen dari APBD, maka pada tahun 2030 atau lima belas tahun mendatang lahan RTH hanya tersisa 6 persen atau berkurang
sebesar 3.703 ha. Diagram alir model keterkaitan lahan RTH sub model RTH, dan suhu disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35 Flow diagram submodel lahan RTH
145
Keterangan:
FR_PERTMBHN_SUHU = Angka pertambahan suhu pertahun
FR_PNRN_SUHU = Angka penurunan suhu pertahun
FR_SUHU_AWAL = Angka suhu awal di kota Bekasi
FR_ALKSI_RTH_THDP_LHN =Angka alokasi rth terhadap lahan
FR_NJOP_PER_HA = Nilai NJOP tanah per Ha
FR_PNBHN_RTH = Angka penambahan rth pertahun
FR_PNRN_RTH = Angka penurunan rth pertahun
LJ_PRTMBHN_SUHU = Jumlah pertambahan suhu pertahun
LJ_PNRN_SUHU = Jumlah penurunan suhu pertahun
LJ_PNBHN_RTH = Jumlah penambahan RTH pertahun
LJ_PNRN_RTH = Jumlah penurunan RTH pertahun
NET_SUHU = Selisih laju pertumbuhan suhu dikurangi laju penurunan suhu
RASIO_RTH_THDP_ALKSI = Jumlah rasio RTH terhadap alokasi
SUHU_THDP_RTH = Suhu dipengaruhi oleh RTH
LAHAN_YG_DPRLH = Jumlah lahan yang diperoleh berdasarkan anggaran APBD
Menurunnya proporsi luas RTH mempunyai potensi besar mengurangi tingkat kenyamanan yang diukur dari semakin bertambahnya THI. Dengan istilah
lain bertambahnya luasan RTH membuat turunnya nilai suhu terhadap RTH dan dapat meredam fenomena UHI Urban Heat Island. Dalam kondisi tanpa
pembatas atau tanpa intervensi kebijakan yang signifikan kebijakan penganggaran RTH yang hanya 0,07 persen dari APBD seperti saat ini dengan
model ini dapat diprediksi bahwa suhu udara bertambah sebesar 0,9 C pada
akhir tahun simulasi. Terjadinya sub-optimalisasi RTH merupakan bentuk-bentuk penyebab meningkatnya nilai THI di kawasan perkotaan.
Peningkatan suhu udara dan berkurangnya kelembaban berimplikasi pada tingkat kenyamanan yang ditunjukkan dengan bertambahnya nilai THI. Pada
akhir tahun simulasi terlihat bahwa tingkat kenyamanan yang dihasilkan masih berada dibawah nilai ideal yang dinginkan. Tingkat kenyamanan yang ideal yang
dalam hal ini dinyatakan dengan THI di daerah tropis berada pada nilai THI = 19- 23 nyaman, THI = 23-26 sedang sedangkan pada nilai THI 26, kondisi
berada dalam keadaan tidak nyaman Wardhani, 2006. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Nieuwolt 1975 yang mengaitkan hubungan THI dan
kenyamanan populasi, yang menyimpulkan THI antara 21-24 C adalah nyaman,
THI antara 25-27 C adalah agak nyaman dan THI 27
C adalah tidak nyaman Emmanuel, 2005; Effendy, 2007. Dengan demikian kawasan wilayah perkotaan
146
di wilayah penelitian sudah di atas nilai kenyamanan sejak 2005 dimana lahan RTH masih tersedia seluas 23,7 ha yang seyogyanya dipertahankan minimal 30
ha. Pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau
penurunan suhu udara dengan besaran berbeda, di mana setiap pengurangan 50 persen RTH menyebabkan peningkatan suhu udara hingga 0,4 hingga 1,8
derajat celcius Effendy, 2007. Hasil penelitian di Jakarta juga membuktikan perbedaan suhu 2-4 derajat celcius di sekitar kawasan teduh RTH dengan yang
tidak ada RTH Purnomohadi, 1995. Hasil simulasi membuktikan penurunan RTH seluas 3.703 ha atau lebih dari 50 persen dari 4.998 Ha 2005 menjadi
1.295 ha 2030 menaikkan suhu sebesar 0,9 C. Kondisi simulasi model
keterkaitan ini merupakan fakta yang terprediksi dari hasil penelitian hubungan RTH dengan suhu udara di Jabotabek oleh Effendy 2007. Penelitian yang
berjudul ‘Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau Dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek’ tersebut menyimpulkan bahwa pengurangan 50 persen RTH
menyebabkan peningkatan suhu udara hingga 0,4 hingga 1,8 C, sedangkan
penambahan RTH 50 persen hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 hingga 0,5
C. Kesimpulan yang diperoleh sama, yaitu modifikasi RTH menjadi RTB merupakan salah satu penyebab utama terjadinya fenomena UHI Lo, et al.,
1997. Perubahan penggunaan lahan land use change dari RTH menjadi RTB menjadi penyebab terjadinya pemanasan secara lokal hingga regional
Yamashita dan Sekine, 1991. Bukti empirik ini memberi kesadaran bahwa pentingnya mempertahankan
RTH, khususnya pada kawasan perkotaan di Kota Bekasi yang semakin menyusut. Diperlukan upaya-upaya sadar dan komitmen politik penganggaran
lingkungan, khususnya yang terkait belanja pengadaan lahan RTH. Peran besar terhadap komitmen ini terletak pada kewenangan eksekutif dan legislatif daerah
memformulasi APBD pro-lingkungan atau APBD Hijau Green Budgeting. Dukungan pentingnya penganggaran berbasis lingkungan ini juga perlu dibangun
dan dikontrol oleh masyarakat, disamping kewajibannya menyediakan 10 persen lahan RTH privat. Harapan stakeholders terhadap upaya pengelolaan RTH Kota
Bekasi adalah kualitas lingkungan yang terjamin, adanya partisipasi stakeholders dan tersedianya payung hukum termasuk peraturan daerah tentang RTH Kota.
147
6.2.3. Sub Model Ekonomi Green Budgeting RTH