Prestasi Program Manajemen Seni Dewan Kesenian Jawa Tengah

81 2 Meyakinkan dan membantu realisasi gagasan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mendirikan gedung Pusat Kesenian Jawa Tengah yang telah diresmikan tahun 2004 di Semarang. 3 Menyelenggarakan kerjasama kegiatan dengan berbagai lembaga kesenian dari dalam dan luar negeri, misalnya Seminar Nasional Perkembangan Sastra Lokal, Bandungan, Ambarawa, Oktober 1998, Seminar Nasional Perkembangan Tradisi Lisan, hotel Dibyapuri, Semarang, 2002, Pergelaran Seni Tradisional dari berbagai kotakabupaten dalam Jateng Expo, 1993 – 2003, Pergelaran Musik Dua Bangsa dengan seniman Spanyol RRI Semg, 2003 dan seniman Belanda, Auditorium Undip, Pebruari 2006, dan Festival Dunia Bambu, Semarang, Agustus 2005.

4.5.6 Apresiasi Publik pada Dewan Kesenian Jawa Tengah

Sejak pertama kali inisiatif pembentukan Dewan Kesenian Jawa Tengah dilontarkan pada tahun 1993 sampai usia DKJT yang ke 13 sekarang ini, persepsi publik kesenian terhadap Dewan Kesenian Jawa Tengah cukup beragam. Pada intinya, persepsi itu memiliki dua arus pemikiran, yaitu yang menolak dan menerima kehadiran DKJT. Pada tahap pembentukannya, terdapat anggapan bahwa lembaga kesenian ini tidak relevan dengan kebutuhan seniman untuk berekspresi, karena dikhawatirkan lembaga semacam ini akan berorientasi pada sistem birokrasi daripada kepentingan seniman. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Darmanto Jt, Soetanto dan Arief Budiman. 82 Arus pemikiran ke dua mempersepsi kehadiran Dewan Kesenian sebagai lembaga mediasi kepentingan seniman dan dunia seni dengan lembaga birokrasi, sehingga sedikit banyak memiliki akses dalam proses kreatif, perumusan kebijakan pemerintah di bidang kesenian dan fungsi-fungsi kordinatif sesama lembaga kesenian. Pemikiran ini disampaikan antara lain oleh Retmono dan Eko Budihardjo Dewasa ini, sesudah lebih dari sepuluh tahun Dewan Kesenian Jawa Tengah aktif dalam kegiatan kesenian, persepsi di sekitar penolakan lembaga ini sudah tidak pernah diintrodusir, termasuk oleh mereka yang semula beranggapan bahwa lembaga ini hanya akan menjadi alat birokrasi dalam bidang kesenian. Meskipun demikian masih ada sejumlah seniman yang memiliki persepsi subyektif mengenai Dewan Kesenian Jawa Tengah, terutama pada aspek kinerja dan sistem manajemen DKJT. Persepsi tersebut antara lain menganggap kegiatannya tidak terukur, hasilnya tidak kelihatan, kegiatannya berorientasi pada proyek mencari keuntungan material, di samping masih ada yang beranggapan bahwa kehadirannya tidak relevan dengan kepentingan seniman. Persepsi terakhir sesungguhnya lebih merupakan refleksi pengurus DKJT dalam “melihat diri sendiri”. Dari analisis terhadap datadokumen organisasi, program kegiatan dan hasil kerja pengurus DKJT selama sepuluh tahun terakhir, sesungguhnya persepsi terhadap Dewan Kesenian Jawa Tengah yang berkonotasi miring itu sama sekali tidak benar. Disadari bahwa terdapat kekurangan keahlian atau profesi dalam menjalankan tugas-tugas keorganisasian, tetapi secara eksternal harus diakui