lebih rendah sebesar 0.50 persen dibanding produsen utama lain yang peningkatan harganya lebih tinggi.
Penurunan output gandum di US, India, dan China berdampak pada timbulnya kesenjangan antara konsumsi dan produksi. Kesenjangan konsumsi dan
produksi dipenuhi dengan impor. Peningkatan impor terjadi di negara prod usen utama yaitu di US, India, dan China. Selain itu, penurunan output menyebabkan
tidak adanya excess supply, sehingga ekspor cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan Tabel 31, produsen utama yang mengalami penurunan
penyerapa n tenaga kerja baik terlatih maupun tidak terlatih hanya terjadi di US yang penurunan output nya relatif lebih besar dibanding negara produsen utama
lainnya yaitu sebesar 32.14 persen. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa permintaan tenaga kerja merupakan derived demand dari permintaan terhadap
output. Karena output turun, maka permintaan terhadap tenaga kerja baik tidak terlatih maupun terlatih akan mengalami penurunan. Sebaliknya EU_25 dan Rusia
yang mengalami peningkatan output, penyerapan tenaga kerjanya juga mengalami peningkatan. Sedangkan India dan China walaupun outputnya mengalami
penurunan, permintaan terhadap tenaga kerja tetap mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan pelaku ekonomi lebih responsif terhadap peningkatan harga.
Peningkatan harga membe rika n insentif bagi pelaku ekonomi untuk menambah tenaga kerjanya. Namun, karena prod uktivitas lahan yang turun akibat pe manasan
global menyebabkan output tidak mengalami peningkatan bahkan mengalami penurunan hukum diminishing marginal return.
5.4.3. Produsen Jagung
Berbeda dengan sektor padi dan beras, tidak semua produsen utama jagung mengalami penurunan output sebagaimana terlihat pada tabel 32. Produsen utama
yang mengalami peningkatan output adalah tertinggi Rusia sebesar 19.27 persen, disusul EU_25 sebesar 4.25 persen dan China sebesar 3.76. Sedangkan Negara
yang mengalami penurunan output yaitu India sebesar 10.87 persen, dan US sebesar 6.78 persen. Perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi memicu
kondisi ekstrim seperti El-Nino da n La Nina yang mau tidak mau berpo tensi memberikan pengaruh pada produksi dan produktivitas komoditi pertanian
lainnya seperti jagung di seluruh dunia. Namun demikian perubahan iklim tidak berpengaruh negative terhadap output jagung Eropa. Dukungan domestik Eropa
sebesar 5 persen dan subsidi ekspor yang besar untuk produk-produk pertaniannya termasuk jagung yakni sebesar US 23.2 milyar atau 90 persen dari total subsidi
seluruh anggota WTO pada kurun waktu 1995-1998 Dixix, Josling, dan Blanford, 2001 memperkuat daya tahan pangan terutama pada output jagungnya.
Untuk kasus China, perubahan iklim meningkatkan output jagung. Hasil ini sesuai dengan kajian Zai et al 2009. Hasil kajian Zai et al 2009 menunjukkan
meskipun kerugian produktivitas tanaman pangan RRC akibat perubahan iklim cukup besar yaitu 7,2 persen, namun penurunan produksi tanaman pangan relatif
kecil. Hal ini dikarenakan penurunan produktivitas RRC akibat perubahan iklim masa datang yang lebih rendah daripada rata-rata dunia. Oleh karena itu, harga
tanaman pangan di tingka t prod usen aka n turun diba ndingka n harga tanaman pangan dunia, sehingga menyebabkan peningkatan ekspor dan penurunan impor
di sektor tanaman pangan RRC. Dalam hal ini, ekspor biji-bijian lainnya RRC meningkat sebesar 63.7 persen, dan tanaman pangan lainnya meningkat 110.4
persen. Sementara itu, impor beras RRC diproyeksikan mengalami penurunan 43,1 persen, gandum menurun 17,6 persen, biji-bijian lainnya menurun 14,9
persen, dan tanaman pangan lainnya menurun 30,1 persen. Secara umum disimpulkan bahwa, sektor makanan olahan RRC diprediksikan mengalami
kerugian yang paling besar dari perubahan produktivitas sektor pertanian akibat perubahan iklim global, sedangkan beberapa sektor tanaman pangan seperti
gandum di RRC mengalami perkembangan positif karena peningkatan permintaan dari wilayah lain di dunia.
Suplai output jagung yang menurun cenderung mendorong peningkatan harga tak terkecuali EU_25 dan China yang outputnya mengalami peningkatan.
Hanya Rusia yang harga output nya menga lami pe nur unan sangat besar karena outputnya juga mengalami peningkatan yang relative signifikan dibanding EU_25
dan China. Disamping itu, penurunan output yang terjadi pada Negara-negara produsen utama US dan India mencerminkan adanya kelangkaan di domestik
sehingga mendorong peningkatan impor dan penurunan ekspor. Dari sisi tenaga kerja, permintaan tenaga kerja cenderung responsif karena
adanya peningkatan harga dibanding karena peningkatan output. Negara produsen utama yang harga outputnya mengalami peningkatan, akan direspon oleh pe laku
ekonomi dalam hal ini produsen penghasil output jagung dengan meningkatkan penyerapan tenaga kerja terlatih maupun tidak terlatih. Peningkatan terbesar
terjadi di India yang memang peningkatan harganya lebih tinggi dibanding Negara produsen utama jagung lainnya, yaitu 52.76 persen untuk tenaga kerja tidak
terlatih dan 52.97 persen untuk tenaga kerja terlatih. Sedangkan Rusia yang disatu sisi outputnya mengalami peningkatan sedangkan di sisi lain harga outputnya
mengalami penurunan, penyerapan tenaga kerja baik tidak terlatih maupun terlatih mengalami pe nurunan yaitu masing- masing sebesar 89.91 persen dan 90.11
persen. Tabel 32. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektoral Ekonomi Negara Produsen
Jagung Persen
Negara Output
Harga Perdagangan
Tenaga Kerja Ekspor
Impor TK Tidak
Terdidik TK Terdidik
US -6.78
23.68 -19.61
7.12 15.72
15.72 EU_25
4.25 0.58
12.26 -3.69
4.55 4.55
China 3.76
14.24 2.06
-38.80 13.78
13.83 Rusia
19.27 -132.96
348.23 -91.39
-89.91 -90.11
India -10.87
77.95 -127.11
70.14 52.76
52.97
Sumber: Hasil Simulasi
5.5. Dampak Pe rubahan Iklim terhadap Sektoral Ekonomi Indonesia