Brazil -0,66
0,03 -3111,51
111,91 0,7
RoW -0,03
0,03 -6157,27
-106,86 -0,13
Sumber: Data Dio lah
Tabe l 29. Dampak Skenario Perubahan Iklim terhadap Keragaan Makroekonomi Lanjutan
Negara Konsums i
Investasi Penge luaran
Pemerintah Ekspor
Impor
Australia 0,11
0,06 0,08
-0,61 0,12
Rusia -0,58
0,64 0,39
-0,63 -0,93
China -0,02
-0,2 -0,14
0,01 -0,11
Indo nesia 0,14
-0,61 -0,32
0,13 -0,13
Philippines 0,2
-2,76 -0,57
1,43 0,57
EU_25 0,02
0,11 0,01
-0,06 Pakistan
-0,14 -0,48
-0,28 1,12
0,11 Thailand
-1,47 -4,68
-1,8 1,01
-0,37 Vietnam
0,49 0,08
0,4 -0,1
0,04 India
0,86 -0,68
-0,32 -0,15
-0,78 Bangladesh
-2,68 -3,48
-5,8 7,3
0,43 US
-0,05 0,06
-0,06 -0,31
-0,01 Brazil
-0,56 -0,47
-0,8 -0,92
-0,44 RoW
0,02 -0,01
-0,03 -0,05
-0,18
Su mber: Data Diolah
5.4. Dampak Perubahan Iklim terhadap Produkstivitas Pertanian di
Negara Produsen Utama Padi, Gandum dan Jagung
5.4.1. Produsen Padi dan Beras
Berdasarkan Tabel 30, hampir keseluruhan output negara produsen utama penghasil padi dan beras mengalami penurunan output sebagai akibat perubahan
iklim, kecuali China. Secara historis, beberapa Negara di Asia seperti China, Vietnam, Philipina, Thailand dan Myanmar mengalokasikan dana yang cukup
besar untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi dan beras melalui penemuan varietas unggul, pemupukan secara kimiawi, pembangunan
bendungan dan jaringan irigasi, serta pengembangan teknologi yang
meningkatkan produktivitas padi. Namun demikian hanya China mampu bertahan terhadap perubahan iklim akibat kebijakan peningkatan produktivitas yang
dilakukan sebelumnya. Pondasi tingkat produktivitas yang tinggi sektor padi dan beras di China menyebabkan perubahan iklim berdampak pada peningkatan
output padi dan beras sebesar 0.01 persen. Sementara itu, hasil penelitian Fuglie 2008 menunjukkan bahwa ada bukti
empiris terjadinya pertumbuhan produktivitas di seluruh pertanian meskipun tidak pada seluruh komoiti. Namun demikian, kemampuan untuk mengakses terhadap
pertumbuhan produktivitas pada tingkat komoditi sangat terbatas karena adanya trend penggunaan lahan yang multi sektorkomoditi dalam proses produksinya.
Secara umum karakteristik usahatani padi di Asia relatif sama yaitu diusahakan oleh jutaan petani yang tinggal di pedesaan, skala pengusahaan dan
penguasaan yang relatif kecil, kepemilikan modal yang terbatas dan sangat tergantung pada kondisi iklim, khususnya musim penghujan. Dengan kondisi yang
relative sama tersebut, perbedaan usaha tani padi terletak pada dukungan kebijakan pemerintah, pengembangan inovasi teknologi, dan tingkat upah tenaga
kerja. Usaha untuk meningkatkan produktivitas di China adalah melalui pengembangan varietas unggul baru melalui padi hibridanya. Potensi padi hibrida
yang dikembangkan di China mencapai 17.92 ton per ha sehingga produktivitas padi di China secara umum mencapai 6.2 ton per ha lebih tinggi dibandingkan
dengan Indo nesia, India, Thailand da n Vietnam yaitu masing- masing sebesar 4.4; 3.0; 2.3 dan 4.2 ton per ha. Dengan produktivitas padi per ha tersebut, biaya
produksi padi di China US 71 per ton relatif lebih rendah diba ndingkan denga n biaya produksi padi di Indonesia, India, Philipina dan Thailand yang masing-
masing mencapai US 82, US 81, US 85, dan US 129 per ton. Hal ini disinyalir sebagai faktor yang menyebabkan output padi dan beras di China tetap
meningkat walaupun terjadi perubahan iklim. Tabe l 30. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektoral Ekonomi Negara Produsen
Padi
Persen Negara
Output Harga
Perdagangan Tenaga Kerja
Ekspor Impor
TK Tidak Terdidik
TK Terdidik
China 0.01
13.82 -23.62
23.90 11.19
11.24 India
-5.05 34.48
-188.93 146.01
20.57 20.77
Indonesia -3.73
17.09 -44.00
9.79 7.48
7.54 Bangladesh
-8.54 60.83
-442.44 243.19
38.62 39.10
Thailand -21.32
34.36 -209.52
120.51 10.36
10.42
Sumber: Hasil Simulasi Penurunan produksi padi dan beras akan berdampak pada menurunnya
suplai. Penurunan suplai aka n menyebabk an kenaika n harga ko mod iti padi dan beras. Hal ini tercermin pada peningkatan harga output padi dan beras pada
seluruh Negara produsen utama dengan peningkatan tertinggi di Bangladesh sebesar 60.83 persen disusul India, Thailand, Indonesia, China. China mengalami
kenaikan harga output padi dan beras yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Negara produsen utama lainnya yaitu sebesar 2.75 persen dan 13.82
persen. Tetap tingginya harga output sektor padi dan beras di China disebabkan “imported inflation”. Walaupun output padi dan beras di China mengalami
peningkatan masih terdapat kesenjangan antara “demand” domestik dengan suplai domestik. Kesenjangan kebutuhan domestik dengan suplai padi dan beras China
dipenuhi oleh impor sebagaimana terlihat pada tabel 30. Namun karena suplai dunia mengalami penurunan akibat perubahan iklim global maka dengan
permintaan yang tetap akan mendorong kenaikan harga. Harga impor yang tinggi berpengaruh terhadap kenaikan harga output padi dan beras di China.
Penurunan output di keseluruhan produsen utama padi dan beras sebagai akibat perubahan iklim menyebabkan pelaku ekonomi mengurangi ekspor dan
adanya kesenjangan antara demand da n supply domestik mendorong terjadinya impor. Hampir keseluruhan Negara produsen utama padi dan beras mengalami
penurunan ekspor dan peningkatan impor. China yang mengalami peningkatan output padi dan beras mendorong
pelaku ekonomi di sektor padi dan beras meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja. Terjadi penyerapan tenaga kerja di China yaitu peningkatan
penyerapan tenaga kerja tidak terlatih sebesar 11.19 dan terlatih sebesar 11.24 persen. Hal ini konsisten dengan teori ekonomi, bahwa permintaan tenaga kerja
merupaka n derived demand permintaan output. Namun demikian, negara produsen utama padi dan beras lain yang outputnya mengalami penurunan,
penyerapan tenaga kerjanya ternyata mengalami peningkatan. Sektor pertanian terutama padi dan beras di hampir keseluruha n Asia merupaka n sektor ya ng
menampung banyak tenaga kerja multiplier efek tenaga kerja tinggi walaupun kontribusinya dibanding sektor lain relative lebih rendah. Sebagai gambaran untuk
kasus Indonesia, pada tahun 1999 sektor pertanian Indonesia dengan kontribusi sebesar 19.6 persen masih mampu menyerap lapangan kerja sebesar 43.2 persen
dari seluruh sektor yang ada dan pada tahun 2009 dengan kontribusi tinggal 13.61 persen mampu menyerap lapangan kerja sebanyak 41,2 persen dari seluruh sektor
ekonomi nasional BPS, 2010. Oleh karena itu peruba han iklim yang berda mpak negative terhadap perubahan output, sebaliknya berdampak positif pada
peningkatan penyerapan tenaga kerja sebagaimana terlihat pada tabel 30. Selain karena kemampuan sektor padi dan beras dalam menampung tenaga kerja yang
tinggi terutama tenaga kerja yang tidak memiliki pendidikan dan keahlian, adanya insentif kenaikan harga mendorong produsen meningkatkan penyerapan tenaga
kerjanya. Kenaikan tenaga kerja yang tidak didukung oleh ko ndisi lahan ya ng produktivitasnya turun sebagai akibat perubahan iklim mengakibatkan output
tetap mengalami penurunan sesuai dengan hukum ekonomi “diminishing marginal return
”.
5.4.2. Produsen Gandum