Dampak Perubahan Iklim terhadap Kondisi Makro Ekonomi di Negara

Tarif Impor padi di Indonesia dari beberapa negara prod usen utama padi seperti RRT da n India cukup tinggi yaitu masing- masing sebesar 22.84 persen dan 17.28 persen. Sedangkan untuk tarif impor produk pangan lain seperti gandum dan jagung Indonesia masih relatif rendah. Tarif impor jagung Indonesia dari negara-negara produsen jagung seperti Amerika Serikat dan RRT masing- masing sebesar 0.32 persen dan 0.06 persen. Sementara untuk tarif impor gandum dari negara penghasil gandum seperti India dan Amerika Serikat memiliki tarif yang sama yaitu sebesar 1.60 persen.

5.3. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kondisi Makro Ekonomi di Negara

Produsen dan Importir Komoditi Pangan Dalam aspek makroekonomi, analisis prediksi sebagai dampak adanya perubahan iklim dapat diindikasikan oleh hubungan da n magnitude variabel- variabel kunci makroekonomi yang ditunjukkan dalam Tabel 29. Output di level nasional menggunakan proksi GDP riil, tingkat infasi GDP deflator, kinerja perdagangan secara agregat yang ditunjukkan melalui variabel neraca perdagangan dan variabel ekspor- impor, tingkat kesejahteraan dalam US ribu, dasar tuka r internasional TOT, konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah merupaka n serangka ian variabel yang menjadi fokus pada tataran analisis di level makroekonomi. Dampak perubahan iklim terhadap GDP riil di keseluruhan negara hampir seragam. GDP riil seluruh negara yang dianalisis mengalami penurunan kecuali Rusia. Penurunan tertinggi terjadi di Bangladesh yaitu sebesar 4.22 persen disusul India dan P hilipina. Berdasarkan GTAP database versi 7, Bangladesh merupakan salah satu prod usen utama padi, yaitu menduduki peringka t ke-4 setelah China, India da n Indo nesia. Perubahan iklim mempengaruhi produksi padi yang merupakan komoditi strategis Bangladesh sehingga berpengaruh terhadap penurunan GDP riil. Pemanasan global telah meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrim. Hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change -IPCC pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat 11 dari 12 tahun terpanas terjadi pada kurun waktu 12 tahun terakhir Siregar dan Hasanah, 2011. Kenaikan temperatur global dari periode 1850-1899 hingga 2001-2005 adalah 0.76 °C. Muka air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1.8 mm per tahun dalam rentang waktu antara tahun 1961 sampai 2003. Kenaikan total muka air laut yang berhasil dicatat pada abad 20 diperkirakan 0.17 m. Dampak peruba han iklim global antara lain terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan air laut, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan banjir dan kekeringan. Untuk beberapa negara perubahan iklim yang ditandai dengan buruknya cuaca, badai yang disertai hujan da n ba njir mempengaruhi produksi gandum di sejumlah wilayah sentra produksi pertanian dunia di Eropa dan Amerika. Sementara itu, panen gandum di Australia juga mengalami penurunan yang signifikan. Sejak Juli 2002, produksi gandum Australia mengalami penurunan sampai 3 juta ton, terendah semenjak panen tahun 1997-1998. Menurut laporan dari National Climate Center Australia, penurunan ini disebabkan oleh curah hujan dan temperatur yang tidak normal di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan oleh El Nino yaitu gejala alam 5 tahunan yang melanda kawasan Asia dan sekitarnya. Perubahan iklim memiliki dampak serius terhadap sektor pertanian lainnya termasuk Indonesia. Perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi memicu kondisi ekstrim seperti El Nino da n La Nina yang berpotensi memberikan pengaruh pada produksi da n produktivitas komoditi pertanian lainnya seperti jagung, padi dan kedelai di seluruh dunia. Penurunan beberapa produksi pertanian sebagai dampak da ri pe ruba han iklim menyebabkan GDP riil mengalami penurunan, mengingat beberapa komoditi pertanian tersebut memiliki kontribusi yang signifikan terhadap GDP riil negara produsen utama. Berkurangnya produksi sektor pertanian di beberapa Negara produsen utama sebagai dampak perubahan iklim mendorong kenaikan harga beberapa komoditi sektor pertanian. Hal ini be rko ntribusi terhadap k enaikan inflasi di hampir seluruh negara yang dianalisis kecuali Rusia dan Vietnam. Kenaikan tertinggi terjadi di India dan Philipina yaitu masing- masing sebesar 1.70 dan 1.21 persen. Walaupun dampak perubahan iklim tersebut bervariasi antar kawasan satu dengan lainnya terutama negara-negara yang mengandalkan sumber pendapatannya pada kegiatan-kegiatan pertanian dan sektor pertanian agraris, namun magnitude-nya hampir sama yaitu mengalami penurunan produksi. Perubahan iklim yang salah satunya diindikasikan dengan semakin meningkatnya suhu global akan menimbulkan implikasi negatif yaitu penurunan produksi sektor pertanian. Penurunan produksi sektor pertanian akan menyebabkan harga komoditi sektor pertanian mengalami peningkatan. Dari sisi konsumsi, penurunan kesejahteraan dimungkinkan terjadi karena selain harga yang meningkat, konsumen dihadapkan pada semakin langkanya komoditi sektor pertanian. Sedangkan dari sisi produksi, penurunan kesejahteraan terjadi karena pe ruba han iklim aka n menurunkan output sektor pertanian sehingga berpengaruh pada tingkat pendapatan. Penurunan kesejahteraan hampir dialami oleh seluruh negara kecuali Rusia dan Vietnam. Walaupun perubahan iklim mengakibatkan penurunan GDP riil di hampir seluruh negara yang dianalisis, namun kinerja perdagangan yang ditunjukkan oleh neraca perdagangan di beberapa negara mengalami peningkatan. Negara yang mengalami penurunan neraca perdagangan adalah EU-25 sebesar US 2.81 juta, AS sebesar US 1,36 juta, dan Rusia US 0.28 juta, seperti terlihat pada Tabel 29. Perubahan iklim tidak berimplikasi negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia mengalami peningkatan sebesar US 250.66 ribu. Hal ini disebabkan neraca perdagangan Indonesia tidak hanya didominasi oleh sektor primer saja. Sektor manufaktur dan pertambangan yang tidak dipengaruhi oleh perubahan iklim, outputnya mengalami peningkatan sehingga kinerja ekspornya juga meningkat. Peningkatan kinerja ekspor menyebabka n neraca perda gangan Indo nesia juga mengalami peningkatan. Perubahan iklim juga berpengaruh terhadap konsumsi negara yang dianalisis. Bangladesh yang mengalami penurunan GDP riil paling tinggi, konsumsinya juga mengalami penurunan yang tertinggi yaitu sebesar 2.68 persen. Penurunan ko nsumsi di satu sisi disebabkan karena penurunan pendapatan dari sektor pertanian, di sisi lain penurunan konsumsi disebabkan oleh meningkatnya harga terutama komoditi pertanian. Namun demikian, beberapa negara konsumsinya mengalami peningkatan yaitu India, Vietnam, Philipina, Indonesia, Australia, EU-25 dan Rest of the World ROW. Beberapa negara tersebut diatas, termasuk Indonesia populasi penduduknya terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah populasi di Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 237.6 juta jiwa dengan pertumbuhan sebesar 15.7 persen dari tahun 1990-2010 Siregar dan Hasanah, 2011. Perubahan iklim tidak mempengaruhi tingkat konsumsi Indonesia mengingat pertumbuhan populasi penduduk yang masih tinggi dan rata-rata konsumsi beras yang juga tinggi yaitu 139 kgkapitatahun dibandingkan dengan negara lain yaitu 80-90 kgkapitatahun Firdaus et al, 2008. Perubahan iklim tidak mempengaruhi iklim investasi di beberapa negara yang memiliki daya tarik investasi yang tinggi. Negara-ne gara maju yang tetap memiliki daya tarik investasi walaupun ada perubahan iklim tersebut adalah Rusia, EU-25, Australia, dan AS, sedangkan negara berke mba ng hanya satu negara yaitu Vietna m. Unt uk Indo nesia, peruba han iklim tidak berpengaruh terhadap keinginan investor untuk berinvestasi disamping sektor pertanian sendiri yang kurang atraktif bagi investor. Pemahaman yang tidak lengkap mengenai prospek pertanian di Indo nesia menjadikan investasi semakin tidak menarik di sektor pertanian. Pertanian dalam persepsi investor adalah usaha ya ng sangat beresiko high risk, tergantung musim, dan jaminan harga yang tidak pasti. Hasil penelitian Widyastutik et al 2009 menunjukkan sektor primer adalah sektor yang paling sedikit dilirik oleh investor luar, sedangkan sektor sekunder menduduki realisasi investasi paling tinggi baik PMA maupun PMDN. Nilai tukar perdagangan atau dasar-dasar pertukaran Terms of TradeTOT merupakan hubungan antara harga dari satu unit produk ekspor tertentu dan satu unit produk impor tertentu yang secara matematis dirumuskan sebagai dimana simbol dan melambangkan indeks harga ekspor dan impor yang dihitung pada periode perhitungan yang sama misalnya tahun 2000 = 100. Dasar pertukaran dari suatu negara dikataka n menurun atau memburuk apabila menurun atau apabila harga- harga ekspor secara relatif mengalami penurunan terhadap harga impor hal ini bisa terjadi meskipun harga nominal keduanya sama-sama mengalami kenaikan. Secara historis harga-harga ko mod iti primer senantiasa mengalami penurunan relatif terhadap harga produk manufaktur. Peruba ha n iklim mendo rong ke naika n harga, namun secara relatif kenaikan harga komoditi primer tetap lebih rendah dibandingkan harga komoditi manufaktur. Oleh karena itu, dasar-dasar pertukaran bagi negara berkembang yang merupakan pengekspor produk primer cenderung mengalami penurunan. Sedangka n negara penghasil manufaktur seperti AS, TOT-nya mengalami peningkatan. Demikian juga Australia, India, Indo nesia, Vietnam da n Brazil yang ekspornya relatif didominasi oleh manufaktur dan pertambangan, TOT-nya mengalami peningkatan. Tabel 29. Dampak Skenario Perubahan Iklim terhadap Keragaan Makroekonomi Negara Produk Domestik Bruto Inflasi Equivalent Neraca Perdaga nga n 000 USD Terms of Trade Variance 000 USD Australia -0,12 0,22 -17,91 -71,11 0,68 Rusia 1,11 -1,22 5962,92 -284,45 -0,12 China -0,22 0,14 -3726,43 624,7 -0,02 Indo nesia -0,6 0,6 -1472,65 250,66 0,03 Philippines -1,15 1,21 -1103,94 332,22 -0,25 EU_25 -0,01 0,03 -1636,95 -2811,54 -0,01 Pakistan -0,48 0,32 -534,49 113,04 -0,16 Thailand -1,06 -0,24 -1633,72 1576,48 -0,02 Vietnam -0,01 0,42 53,34 8,46 0,18 India -1,22 1,7 -7631,89 1095,31 0,25 Bangladesh -4,22 0,85 -2683,15 522,52 -1,81 US -0,06 0,01 -5380,02 -1361,34 0,19 Brazil -0,66 0,03 -3111,51 111,91 0,7 RoW -0,03 0,03 -6157,27 -106,86 -0,13 Sumber: Data Dio lah Tabe l 29. Dampak Skenario Perubahan Iklim terhadap Keragaan Makroekonomi Lanjutan Negara Konsums i Investasi Penge luaran Pemerintah Ekspor Impor Australia 0,11 0,06 0,08 -0,61 0,12 Rusia -0,58 0,64 0,39 -0,63 -0,93 China -0,02 -0,2 -0,14 0,01 -0,11 Indo nesia 0,14 -0,61 -0,32 0,13 -0,13 Philippines 0,2 -2,76 -0,57 1,43 0,57 EU_25 0,02 0,11 0,01 -0,06 Pakistan -0,14 -0,48 -0,28 1,12 0,11 Thailand -1,47 -4,68 -1,8 1,01 -0,37 Vietnam 0,49 0,08 0,4 -0,1 0,04 India 0,86 -0,68 -0,32 -0,15 -0,78 Bangladesh -2,68 -3,48 -5,8 7,3 0,43 US -0,05 0,06 -0,06 -0,31 -0,01 Brazil -0,56 -0,47 -0,8 -0,92 -0,44 RoW 0,02 -0,01 -0,03 -0,05 -0,18 Su mber: Data Diolah

5.4. Dampak Perubahan Iklim terhadap Produkstivitas Pertanian di