141
A. Penilaian Autentik
1.
Penilaian proses Penilaian Sikap
No Aspek yang dinilai
Teknik Penilaian
Waktu Penilaian
Instrumen Penilaian 1.
Religius Pengamatan
Proses Lembar Pengamatan
2. Tanggung jawab
3. Disiplin
4. Proaktif
5. Jujur
Pedoman Penskoran Rubrik penilaian sikap Rubrik
Skor
sama sekali tidak menunjukkan usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan
1
menunjukkan sudah ada usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan tetapi masih sedikit dan belum ajegkonsisten
2
menunjukkan ada usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan yang cukup sering dan mulai ajegkonsisten
3
menunjukkan adanya usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan secara terus-menerus dan ajegkonsisten
4
Penilaian sikap untuk setiap peserta didik dapat menggunakan rumus berikut
Dengan predikat: PREDIKAT
NILAI Sangat Baik
SB 80 ≤ AB ≤ 100
Baik B 70 ≤ B ≤ 79
Cukup C 60 ≤ C ≤ 69
Kurang K 60
142
PENILAIAN
Topik : Teks Cerpen
Tugas KD 3.2
: Membandingkan teks cerita pendek, pantun, cerita ulang, eksplanasi kompleks,
dan ulasanreviu filmdrama baik melalui lisan maupun tulisan Topik
: Teks Cerpen Indikator
: 1. menentukan persamaan struktur dan kaidah teks cerpen dari dua judul cerpen yang berbeda
2. menentukan perbedaan struktur dan kaidah teks cerpen dari dua judul cerpen yang berbeda
Penilaian Pengetahuan
Tes Tulis bentuk Uraian 1.
Bacalah teks cerpen Teks A dan teks cerpen Teks B berikut 2.
Temukan persamaan kedua teks tersebut dilihat dari struktur isi, ciri bahasa, dan fungsi sosialnya Berikan bukti
3. Temukan perbedaan kedua teks tersebut dilihat dari struktur isi, ciri bahasa,
dan fungsi sosialnya Berikan bukti Merajuk Asa Demi Sesuap Nasi
Karya: Pusphita Dwi Karnanta
Di zaman sekarang orang-orang di Jakarta sudah hidup dengan bergelimbangan harta benda yang berlimpah. Namun tidak untuk sebuah keluarga di salah satu desa
terpencil di Jakarta. Keluarga ini hidup dengan bergelimbahan lubang-lubang di setiap sisi rumah dan berlantaikan tanah. Dikeluarga ini hidup seorang kepala keluarga yang
bernama Sutisno yang menikahi Tini dan mereka telah memiliki buah hati perempuan yang kini telah berumur 10 tahun, yang diberi nama Yeni. Keluarga ini juga hidup
bersama seorang nenek mereka yang bernama Suparni yang sudah tua renta.
Dalam sehari-hari Sutisno bekerja sebagai seorang petani, namun bukan ladang miliknya, melainkan ladang milik tetangganya yang menyuruh Sutisno untuk
menggarapnya. Dalam sehari ia diberi upah berkisaran 10.000 – 15.000 rupiah,
penghasilannya ini jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutahan keluarganya sehari-
143
hari. Tini tidak tinggal diam melihat suaminya bekerja banting tulang demi memberikan nafkah bagi keluarganya. Tini membantu pemasukan uang keluarganya
dengan mencari tunas bambu muda untuk dijual kewarung makan. Tini juga sering dipanggil untuk membuat kripik singkong oleh tetangganya ketika ada hajatan di
kampung maupun didesa. Anak semata wayangnya juga ikut membantu ayahnya di ladang ketika pulang sekolah. Yeni kini sudah kelas 5 SD disebuah SD didekat
kampungnya.
Pada pagi hari, Tini memasak sisa tunas bamboo muda yang dicarinya kemarin untuk sarapan pagi, seusai sarapan pagi Sutisno berangkat ke ladang.
“Bu… ayah keladang dulu”. “Iya pak…. Hati-hati” sahut Tini. Yeni pun ikut berpamitan untuk berangkat ke sekolah. ”Buk…. Yeni berangkat
sekolah”, “Iya hati-hati nak… jangan nakal di Sekolah” pesan ibunya kepada Yeni. “ Iya buk…” jawab Yeni sambil berjalan keluar rumah. Tini diam dirumah menjaga
nenek karena sudah sakit-sakitan 2 tahun terakhir dan sepanjang minggu ini sakitnya semakin parah.
“uhuk….huk..huk..” batuk nenek diatas ranjang tidurnya. “ ini buk minum dulu airnya” respon Tini sambil memberi minum nenek.
“ terima kasih nak..” sambil rebahan kembali di ranjangnya. Hari sudah menunjukan pukul 1 siang, Yeni sudah pulang dari sekolahnya.
”Nak… tolong jaga nenek….Ibuk mau mencari tunas bambu muda dulu”. “iya buk,…” sambil mengganti seragam sekolahnya. Setelah 1 jam Tini pun pulang membawa tunas
bambu muda yang akan dijualnya.
“nak tolong bawakan makanan bapak di ladang”. “iya buk…” sahut yeni. “Ibuk bungkus makanan dulu” . “ ini nak” sambil menyerahkan sebuah kantong plastik
yang berisi makanan siang untuk ayahnya. Yeni langsung berangkat ke ladang.
“Pak ini makanannya” teriak Yeni disamping ladang. “taruh disitu dulu nak” jawab bapak sambil menunjuk arah di pohon besar yang ada
disamping ladang.
Tidak lama kemudian ayahnya memakan makananya ditemani Yeni. “nak..bisa bantu bapak” Tanya Sutisno kepada Yeni.
“bantu apa pak..”. “tolong lubangi gundukan tanah itu” jawab ayahnya sambil memberikan sebuah tongkat yang agak runcing kepada Yeni. Dibulan ini Sutisno
berencana menanam jagung karena sedang musim kemarau.
144
Hari sudah senja, Sutisno dan anaknya bergegas pulang agar tidak kemalaman di ladang. Sampai di rumah mereka langsung mandi lalu sembahyang bersama
keluarganya. Dengan penerangan seadanya mereka makan malam dengan nasi putih pemberian tetangganya, memang hanya rumah keluarga ini yang belum berisi listrik
karena mereka takut tidak bisa membayar tagihan listriknya yang sangat tinggi bagi keluarga ini.
Keesokan harinya hari berjalan seperti biasa namun keluarga ini harus sedih karena penyakit yang diderita Sutisno kambuh. Ia menderita penyakit asam urat yang
dideritanya 3 tahun terakhir. Terpaksa Tini harus bekerja double untuk bekerja mengurus suami beserta ibu mertuanya yang sakit pula. Pekerjaan suaminy di ladang
di kerjakan oleh Tini dan untuk mencari bambu muda dikerjakan oleh anaknya Yeni. Keluarga ini memang mengalami krisis keuangan yang sangat parah ketika Sutisno
sakit.
“maafkan bapak buk…nak…” Sutisno merasa bersalah atas penyakitnya. “gara-gara bapak ibuk dan Yeni menjadi susah payah mencari uang demi keluarga ini…”
“tidak apa-apa pak..” sahut Tini dan Yeni. “memang ini merupakan cobaan dari Tuhan, kita harus menghadapi dengan sabar
karena dibalik cobaan ini pasti ada hikmahnya “ sahut Tini melanjutkan pembicaraan. “Terima kasih ya buk…ibuk memang istri yang baik”.
Cobaan tidak berhenti menerpa keluarga ini, penyakit yang diderita neneknya semakin parah hingga batuknya mengeluarkan darah. Tini berusaha mengobatinya
dengan obat-obatan seadanya karena ia tidak memiliki uang untuk membawa kedokter. Tini dan keluarganya berharap neneknya beserta suaminya lekas sembuh. Namun tuhan
berkata lain, keesokan harinya neneknya meninggal dunia, keluarga ini sangat bersedih atas kepergian neneknya, karena sepanjang hari mereka selalu bersama menghadapi
suka maupun duka yang mereka alami selama ini.
“Kami harus bangkit dari keterpurukan ini” piker Tini dalam hatinya. “Tuhan tolonglah keluarga kami agar mendapat jalan keluar atas semua cobaan ini”
doa Tini sambil meneteskan air mata kesedihannya. Ia merasa hidup keluarga ini sudah jatuh tertimpa tangga, tetapi ia yakin bahwa dibalik cobaan ini ada rencana dari Tuhan
untuk keluarganya. Hari telah gelap mereka tidur dengan kesedihan yang masih menghantui keluarga ini.
Mentari telah bangun dari peraduannya. Yeni berangkat sekolah dengan agak bersedih. “Buk…. Yeni berangkat”. Tini juga akan berangkat ke ladang, tiba-tiba
seseorang berpakaian rapi menuju ke arah rumahnya. “permisi buk,… Apa betul ini rumah keluarga Sutisno ?“ Tanya orang itu pada Yeni.