Penilaian Proses dan Hasil Belajar

124 Lembar Observasi Sikap Spiritual No . Sikap Nilai Indikator Butir Pertanyaan 1 Jujur Menunjukkan perilaku tidak berbohong pada kegiatan mengartikan kata sulit, menemukan pesan, menyusun pesan A3 Berperilaku selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. A4 2 Tanggung jawab Berperilaku selalu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik pada kegiatan pembelajaran teks cerpen A5 Berperilaku selalu menyelesaikan tugas dengan data atau informasi yang dapat dipercaya pada kegiatan pembelajaran teks cerpen A6 3 Santun Menggunaakan pilihan kata, ekspresi, dan gesture santun. A7 Berperilaku yang menunjukkan sifat halus dan baik dari sudut pandang bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. A8 3. Pengetahuan a. Teknik Penilaian : Tes Tertulis b. Bentuk instrumen : Uraian c. Kisi-kisi No. Indikator Butir Soal 1 Merumuskan pengertian atau hakikat teks cerpen B1 2 Mendeskripsikan strukur teks cerpen B2 3 Menjelaskan kaidah kebahasaan teks cerpen B3 4. Keterampilan a. Teknik Penilaian : Unjuk Kerja b. Bentuk instrumen :Produk c. Kisi-kisi No. Indikator Butir Soal 125 1 Mendeskripsikan kata, kalimat, dan ungkapan sulit yang terdapat dalam teks cerpen C1 2 Mendeskripsikan makna bagian-bagian teks cerpen C2 3 Mendeskripsikan pesan teks cerpen dalam bentuk paragraf yang padu dengan memperhatikan ejaan, pilihan kata, dan kalimat efektif. C3 5. Keterampilan a. Teknik Penilaian : Unjuk Kerja b. Bentuk instrumen :Produk c. Kisi-kisi No. Indikator Butir Soal 1 Mendeskripsikan kata, kalimat, dan ungkapan sulit yang terdapat dalam teks cerpen C1 2 Mendeskripsikan makna bagian-bagian teks cerpen C2 3 Mendeskripsikan pesan teks cerpen dalam bentuk paragraf yang padu dengan memperhatikan ejaan, pilihan kata, dan kalimat efektif. C3 LAMPIRAN 1: Bahan Ajar Teks Cerpen Pendek

A. Memahami struktur dan kaidah teks cerita pendek

1. Hakikat Cerpen Cerita pendek adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Tokoh dalam cerpen tidak mengalami perubahan nasib. Adapun ciri-ciri sebuah cerpen adalah sebagai berikut  Bentuk tulisan singkat, padat, dan lebih pendek daripada novel.  Tulisan kurang dari 10.000 kata  Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.  Tidak melukiskan seluruh kehidupan pelakunya karena mengangkat masalah tunggal atau sarinya. 126  Habis dibaca sekali duduk dan hanya mengisahkan sesuatu yang berarti bagi pelakunya.  Tokoh-tokoh dilukiskan mengalami konflik sampai pada penyelesaiannya  Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis dan mudah dikenal oleh masyarakat  Meninggalkan kesan mendalam dan efek pada perasaan pembaca.  Menceritakan kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis.  Beralur tunggal  Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam Bacalah cerpen yang berjudul “Juru Masak “ dalam buku siswa halaman 7 sampai dengan 11 dan tuliskanlah hasil membaca cerpen. 2. Struktur cerpen Sebuah cerpen , sebagai karya yang merupakan “dunia dalam kata” mempunyai kebulatan makna intrinsik yang hanya digali dari karya itu sendiri. Oleh sebab itu sangat penting memahami sebuah cerpen dengan memperhitungkan berbagai unsur pembentuk teks cerpen sebagai suatu jalinan yang utuh. Unsur-unsur tersebut adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, konflik, alur, dan amanat. Dengan membacacerpen “Juru Masak” kita mendapat gambaran bagaimana menemukan solusi pada masalah yang dihadapi, terutama terhadap masalah yang dialami tokoh cerita pendek tersebut. Pengarang berusaha menyajikan idenya melalui rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu. Di dalamnya juga terjadi berbagai konflik antartokoh dan konflik dalam diri tokoh itu sendiri melalui latar dan alur. Struktur teks cerpen dimulai dengan abstrak, orientasi, menuju komplikasi, kemudian evaluasi menemukan solusi. Di bagian akhir teks cerpen ditutup oleh koda 3. Kaidah bahasa teks cerpen Berbicara tentang bahasa dalam karya sastra, tidak terlepas dari gaya atau stilistik. Gaya dihubungkan dengan pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra. Gaya bahasa merupakan bahasa yang indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain. Penggunaan gaya bahasa inin dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakin kaya kosa kata seseorang, semakin beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Ada beberapa gaya bahasa yaitu metafora, personifikasi, alegori, hiperbla dan sebagainya. Gaya bahasa ini berguna untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu bendaatau hal lain . penggunaan gaya bahasa ini biasanya akna menimbulkan makna konotasi

B. Menangkap Makna cerpen

127 Cerpen merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan kehidupanny, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Untuk menginterpretasikan makna sebuah teks cerpen , sebaiknya mengetahui latar belakang pengarang. 1. Memaknai kata-kata sulit No Kosakata Makna Kata 1 Gulai Sayuran berkuah santandan diberi bumbu khusus. Biasanya dicampur dengan daging kambing, ayam dan sebagainya. 2 Rebung Anak bakal batang buluh yang masih kecil dan masih muda, biasa dibuat sayur 3 Kenduri Perjamuan makan untuk memperingati suatu peristiwa, selamatan 2. Meraangkai pesan menjadi paragraf yang padu dengan memperhatikan ejaan, pilihan kata dan kalimat efektif. Makna pesan cerpen “Juru Masak” Penampilan rumah makan yang khas dengan geraian aneka makanan pada pintu masuk adalah satu cara untuk memancing selera orang untuk datang ke rumah makan tersebut. Pemakaian bumbu yang banyak membuat makanan Minang berpenampilan atraktif dengan warna mencolok, aroma yang khas sehingga dapat dikatakan makan di rumah makan padang adalah sebuah pengalaman kuliner yang lengkap. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa usaha yang dijalankan orng Minang meraih sukses di mana-mana. Kejadian serupa dialami tokoh cerita yang diciptakan Damhuri dalam cerpen “Juru Masak” Lampiran 2: LEMBAR KERJA LK A. LK Memahami Struktur dan Kaidah Teks Cerpen LK 1 : LK Hakikat Teks Cerpen Cermatilah teks berikut ini 128 Orang-orang Larenjang Damhuri Muhammad Dari pagi ke pagi, mulut-mulut itu, satu demi satu, bagai beralih-rupa menjadi toa. Bila toa di surau mengumandangkan azan, maka toa-toa segala rupa yang terpancang seperti antena itu begitu kemaruk memancar-luaskan gunjing, asung, dan pitanah, bahkan sekali-dua melepas umpat dan makian. Gema suara mereka bagai gendang irama gambus di musim helat, begitu semarak, begitu menyentak. Ah, betapa lekas, betapa gegas, gunjing itu tersiar, bahkan jauh sebelum pantang dan larang kami langgar. Toa-toa itu bagai beranak-pinak, sambung-menyambung, balik- bertimbal, berteriak di pangkal kuping kami. Perihal beban berat yang bakal ditimpakan di pundak kami, tentang utang yang selekasnya mesti kami lunasi. Diselang-selingi pula dengan peringatan yang kadang terdengar serupa ancaman: ”siapa melompat siapa jatuh.” Sekali lagi, jauh sebelum pantang dan larang yang disebut-sebut itu kami terabasi. Seolah-olah kami telah lengah menimbang dan menakar, bahwa bila ”hidung dicucuk, tentulah mata bakal berair.” Toa yang terus menyala itu telah menjadi sebab paling absah menghilangnya yang terhormat pengulu kami, Bendara Gemuk. Sudah empat petang tak tampak batang hidungnya di lepau kopi, tidak pula di surau. Di usia kepala tujuh, Gemuk tentu tiada bakal pergi jauh. Sesungguhnya ia tidak pergi, hanya saja tidak pulang, dari ladang gambirnya, di rimba Cempuya. Mengingat, kerabat dekat kami, Julfahri, bersikeras hendak mempersunting Nurhusni, yang tidak lain adalah juga sanak famili kami. Dua sejoli yang sedang mabuk kepayang itu berasal dari rumpun yang sama: Larenjang. ”Kawin sesuku,” demikian leluhur kami menukilkan sebutan bagi pantang dan larang itu. Bila dilanggar, suku kami akan terbuang. Julfahri dan Nurhusni wajib kami hapus dari ranji silsilah dan hak waris. Keduanya diharamkan menginjakkan kaki di tanah Larenjang. Mereka harus angkat kaki dan tidak akan pernah ada tempat berpulang. Sementara itu, dalam beberapa musim, akibat menerabas pantangan, orang-orang Larenjang, tanpa kecuali, akan dikucilkan dari pergaulan antarsuku. Bagi kami, tidak akan berlaku lagi, duduk sama- rendah, apalagi tegak sama-tinggi. Pucuk pimpinan yang membawahi semua wilayah persukuan akan menetapkan denda, dan hukuman yang mesti kami jalani. Pendeknya, sebagaimana Julfahri dan Nurhusni, kami pun bakal merantau, meski bermukim di kampung sendiri. Maka, bagi Bendara Gemuk, daripada hidup berkalang malu, tentulah lebih baik mati berkalang tanah. Ia bertahan di rimba Cempuya, menggelepak di dangau lapuk dengan bekal seadanya. Meski lengang dan hawa dingin menusuk-nusuk tulang tuanya, tetap saja terasa lebih baik ketimbang terus-menerus mendengar desas-desus yang tak kunjung reda.