Akan tetapi untuk berpikir dengan baik, tepat dan untuk keberlanjutan keberhasilan yang seimbang, kita harus belajar
untuk bersaing dan bekerjasama dengan memanfaatkan setiap aspek kecerdasan kita, tidak hanya dengan yang bersumber
di kepala yang berada disebelah kiri.
Di samping itu, bukti neurologis terakhir seperti berbagai penelitian Neuro Languange Programming NLP seperti
diungkapkan Dilts menunjukkan bahwa emosi adalah “bahan bakar” yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu
melakukan penalaran yang tinggi.
Coba anda renungkan pernyataan terakhir ini. Ketika seorang penulis belajar di perguruan tinggi pasca sarjana dalam bidang
sains, saya diajari bahwa, rata-rata, seorang dewasa hanya menggunakan 10 persen kecerdasannya selama ia hidup.
Bertahun-tahun kemudian, penulis tersebut mengetahui bahwa perkiraan para ilmuwan ini telah diperbaiki rata-rata, seorang
dewasa mungkin menggunakan dengan sungguh-sungguh hanya 110.000 dari potensi kecerdasannya dalam koneks IQ selama
hidup. Pendek kata, kita mempunyai banyak sekali kemampuan potensil yang belum kita gali, lebih banyak daripada yang umumnya
kita perhitungkan. Tiap orang dan organisasi yang sukses di seluruh dunia telah menyadari banyaknya dimensi praktis dan kreatif pada
kecerdasan yang berada di luar kawasan IQ.
Dan, seperti yang ditegaskan oleh psikolog dari Universitas Yale, Robert Stenberg, “Orang masih menghitung IQ,
namun IQ bukanlah yang terpenting. Kita tidak boleh menyingkirkan fakta bahwa hal-hal yang paling penting
dalam hidup bukanlah kecerdasan tak aktif.” Jadi, ke mana kita harus berpaling dalam situasi ketidak pastian seperti ini?
Salah satunya adalah mencermati perkembangan dimensi kecerdasan emosional dalam konteks perkembangan falsafah
agama dan peradaban yang sedang berkembang di Indonesia dan dunia saat ini.
2. Pengembangan KE EQ adalah usaha seumur hidup
Kita mengenal istilah belajar seumur hidup’ “Long life learning” yang dilancarkan oleh Unesco beberapa dekade
yang lampau yang masih relevan untuk dilanjutkan sampai kini.
Jika kekuatan yang mendorong perkembangan kecerdasan dalam dunia usaha pada abad 20 adalah IQ, maka berdasarkan
bukti-bukti yang makin banyak dipenghujung abad 21 yang lebih banyak berperan adalah KEEQ dan bentuk-bentuk
kecerdasan praktis serta kreatif yang terkait dengan “action Science” dan “Actionable Learning” yang dikembangkan
oleh Prof. Rag Raven dan Prof. Lewis Mumford.
Meskipun zaman yang baru berlalu lebih banyak didominasi oleh IQ dan kefokus pada penggunaan model matematis yang
memperlakukan segala sesuatu seolah sebagai benda mati dapat dianalisis, ada tanda-tanda bahwa model yang baru muncul
untuk berorganisasi akan lebih didasarkan pada prinsip-prinsip KEEQ dan sistem biologis-psikologi dan sosio kultural.
Sejalan dengan itu, model belajar tersebut akan memperlakukan orang, pasar, yayasan dan organisasi sebagai sesuatu yang unik
dan hidup, generatif dan interaktif, dan memiliki kemampuan bawaan untuk berubah, belajar, tumbuh, membangkitkan inspirasi,
kreatif, melakukan sinergi dan bertransformasi sebagai suatu
proses yang memberada being. Proses memberadanya manusia dalam keseluruhan proses pembangunan manusia
secara utuh seperti ini yang sedang mengalami perubahan secara mendasar dalam era reformasi sekarang ini.
Di banyak tempat kerja dilingkungan PNS, orang-orang yang berbakat dan produktif kerap dirugikan oleh kesenjangan-
kesenjangan dalam kecerdasan emosional baik dalam diri mereka sendiri, atasan-atasan mereka serta pada orang-orang
lain disekitar mereka ini tercermin dalam berbagai kebijaksanaan dimasa lalu yang sifatnya represif.
Pengembangan KEEQ sangat berbeda dengan IQ yang umumnya hampir tidak berubah selama kita hidup KEEQ dapat
dipelajari kapan saja, tidak peduli orang yang tidak peka, pemalu, pemarah, kikuk, atau sulit bergaul dengan orang lain, dengan
motivasi dan usaha yang benar kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi.
C. Latihan
Identifikasi dan kenali emosi Anda pada setiap kegiatan yang Anda temui di tempat kerja.
Lakukan pengelompokkan atas emosi yang anda miliki kedalam golongan emosi yang Anda ketahui.
D. Rangkuman
¾ Kecerdasan emosional yang merupakan salah satu bagian dari kecerdasan-kecerdasan lainnya membuat kita untuk belajar
mengakui dan menghargai perasaan pada diri kita dan perasaan orang lain.
¾ Kemampuan untuk menanggapi secara tepat atas situasi baru dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari yang komplek
merupakan wujud keberhasilan dalam mengimplementasikan kecerdasan emosional.
BAB III MEMBANGUN KEMBALI DINDING
DALAM DIRI
Setelah membaca Bab ini, peserta diharapkan mampu memahami tipe-tipe kecrdasan emosional, peranan
kecerdasan emosional serta cirigaya emosional
A. Tipe-tipe Kecerdasan Emosional
Stoltz dengan dasar teorinya tentang “Adversity Qoutient” membedakan manusia dalam memecahkan persolan yang dihadapi
kedalam tipe Quiter, Camper, Climber. Tak ada orang sukses tanpa mengalami kegagalan dan perjuangan.
Ciri orang gagal selalu berhenti pada saat ia mengalami hambatan dan kesulitan, sedangkan ciri orang sukses tidak akan berhenti pada
saat ia belum berhasil. Bagi orang yang sukses, kegagalan adalah sebuah keberhasilan yang tertunda. Thomas Edison mengalami
kegagalan 10.000 kali sebelum berhasil membuat lampu pijar. Sedangkan Rasulullah pun mengalami serta melalui berbagai
masalah yang sangat berat sebelum Islam mendunia. Kegagalan harus diterima sebagai sebuah upaya pembelajaran yang membuat
anda menemukan sebuah pemikiran, penyempurnaan, metode dan tujuan yang lebih jelas. Kegagalan juga dapat diumpamakan sebagai
sebuah batu intan yang belum digosok, semakin sering gagal maka makin sering digosok dan akan makin bersinar batu intan tersebut.
Kegagalan akan menghapus kebiasaan buruk; menghancurkan kesombongan; sehingga menciptakan sikap rendah hati; dan akan
20