Manfaat Mempelajari Emosi Pengertian dan Fungsi Kecerdasan Emosional

bergerak, ditambah awalan-e untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Sedangkan menurut Oxford English Dictionary yang dimaksud dengan emosi adalah “setiap kegiatan atau pengolahan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Beberapa ahli mengelompokan emosi kedalam beberapa golongan yaitu: a. Amarah : Beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, kebencian. b. Kesedihan : Pedih, sedih, muran, suram, melan-kolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat. c. Rasa takut : Ngeri, gugup, takut, cemas, khawatir, was-was, waspada, tidak tenang, kecut dan panik. d. Kenikmatan : Senang, gembira, bahagia, ringan, puas, senang, terhibur, Bangga, kenikmatan indrawi. e. Cinta : Penerimaan, persahabatan, keper-cayaan, kebaikan hati, rasa dekat, hormat, kasmaran, mabuk kepayang. f. Terkejut : Terkesiap, takjub, terpana. g. Jengkel : Hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah. h. Malu : Rasa malu, malu hati, kesal hati, sesak, hina, aib, hancur lebur dan sebagainya. Emotional Intellegence, Daniel Goleman, halaman 411-412 Salah seorang pakar dalam llmu Psikiatri Prof. dr. Sumantri Hardjoprakosa almarhum dalam salah satu desertasinya di- bidang Psikiatri yang mempertahankan desertasi tersebut di negeri Belanda pada tahun 1955 beliau menyebutnya dengan istilah “roso-pangroso” yang dibedakannya secara tegas dengan konsep “Angen-angen” yang sifatnya kognitif dan nafsu-nafsu yang sifatnya konatif Mutmainah, Amarah, Sufiah, Laumawah. Aspek struktural kejiwaan manusia yang digolongkan sebagai perasaan,kecerdasan dan nafsu-nafsu masing-masing berjuang dan bekerja sendiri tersebut merupakan aspek materiil yang berbeda dengan aspek yang immateriil. Bila tidak disadari bagaiamana berfungsinya aspek-aspek emosi tersebut secara holistik dalam kehidupan manusia akan menimbulkan suatu konflik kejiwaan yang dalam Psikitari atau Psikologi Abnormal disebut sebagai gangguan neurosa. Dan bentuk bentuk neurosa ini banyak menimbulkan gangguan dalam aspek perilaku manusia didalam kerja sehingga menjadi tema dari hari Kesehatan Jiwa Nasional tahun 2001 ini. Dan disamping itu dalam struktur jiwa manusia dikonstruksikan ada aspek immateriil dan aspek spriritual llahiah. Saudara dengan menggunakan bahan jurnal belajar selama mengikuti Kepemimpinan dialam Terbukapelatihan Outbond dapat menambahkan lagi daftar emosi yang berkecamuk di hati Saudara sebagai bahan latihan untuk menghubungkan dengan pelatihan yang lalu. Namun demikian kata emosi mengalami perspektif perubahan sebagai berikut: Emosi Makna Konvensional vs Makna Kinerja TinggiHigh Performance. Lambang kelemahan Lambang kekuatan Tidak boleh ada dalam bisnis Penting dalam bisnis Harus dihindari Emosi memicu semangat belajar Membingungkan Memperjelas Hams dipisahkan Harus dipadukan Menghindari orang yang Mencari orang yang emosional emosional Hanya pikiran yang diperhatikan Emosi harus didengar Menggunakan Kata-kata tanpa Menggunakan kata-kata emosi emosional Mengganggu penilaian yang baik Penting untuk penilaian yang baik Mengalihkan perhatian kita Memotivasi kita Tanda kerentaan Membuat kita nyata-nyata hidup Menghalangi atau memperlambat Mendorong atau mempercepat penalaran penalaran Menghalangi mekanisme kontrol Membangun kepercayaan Memperlemah sikap-sikap Mengaktifkan nilai- nilai etika yang sudah baku Menghambat aliran data obyektif Menyediakan informasi dan umpan balik yang vital Merumitkan perencanaan Memacu kreativitas dan manajemen motivasi serta Inovasi Mengurangi otoritas Mendatangkan pengaruh tanpa otoritas Memperlambat pelaksanaan Memicu pelaksanaan pekerjaan pekerjaan SUMBER: Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan organisasi, Robert K. Cooper, Ph. D., dan Ayman Sawaf, PT. Gramedia, Jakarta, 1997. Namun demikian kata emosi mengalami perspektif makna yang berubah yang semula memiliki makna konsensional menjadi sesuatu yang memiliki makna penting untuk meningakatkan kinerja high-performance. Beberapa contoh perubahan perspektif tersebut adalah: Apakah peranan emosi dalam tugas-tugas kita sehari-hari? Emosi penting sebagai “energi pengaktif untuk nilai-nilai etika protest. Misalnya kepercayaan integritas, empati, keuletan dan kredibilitas serta untuk modal sosial, yang berupa kemampuan membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan profesional yang menguntungkan dan didasarkan pada saling percaya. Rober C. Solomon, Profesor filsafat, University of Texas mengatakan bahwa “tanpa bimbingan emosi, penalaran menjadi tak memiliki prinsip atau kekuatan”. Emosi juga berfungsi untuk membangkitkan intuisi dan rasa ingin tahu yang akan membantu mengatisipasi masa depan yang tidak menentu dan merencanakan tindakan-tindakan. KEEQ juga berperan membantu IQ manakala kita perlu memecahkan masalah-masalah penting, keputusan penting dan memungkinkan untuk melakukan hal-hal tersebut dengan cara yang istimewa dalam waktu yang singkat. KEEQ yang diarahkan secara konstruktif akan meningkatkan kinerja intelektual. KONVENSIONAL KINERJA TINGGI HIGH PERFORMANCE

B. Perbedaan Kecerdasan Emosional dengan Kecerdasan Intelegensi

1. IQ yang relative Permanen

Dalam seratus tahun terakhir ini, kita telah menyaksikan memuncaknya kecerdasan akademik dan rasionalitas teknik. Pendidikan dan pelatihan modern telah dibangun di atas sikap mental berdasarkan logika dan analisis. Sebuah kurikulum disusun berdasarkan gramatika, aritmatika, penalaran reduk- sionistik, analisis berdasar-kan rumus, dan memorisasi otomatis atas sekumpulan fakta mutakhir. Kita berusaha menggunakan kecerdasan tak aktif ini untuk mendandani diri sendiri menjadi mahasiswa-mahasiswa yang sempurna dan profesional- profesional yang tidak pernah menyimpang dari buku. Bukan orang-orang yang praktis, adaptif, atau kreatif dan generatif. Bukan orang-orang yang nyata melainkan orang-orang yang tampak sempurna, dengan IQ dan prestasi tinggi, dan gaya bicara terpelajar. Sosok demikianlah yang kita anggap sebagai model. Sosok seperti itulah yang kita agung-agungkan. Dan ternyata yang kita temukan, dengan sendirinya, ini bukan hal yang paling penting dan ini tidaklah cukup. Kita semua tahu dari pengalaman selama ini tentang orang- orang yang berhasil di sekolah tetapi kemudian gagal dalam hidup, begitu pula sebaliknya. Banyak orang-orang yang berhasil dalam bisnis dan pemerintahan seperti misalanya Sir Winston Churchill dan tidak memiliki catatantrack record akademik yang cemerlang selama dalam kehidupan akademik. Kita semua tahu ada orang yang kaya dengan pikiran yang sehat dan kreativitas tetapi dikenal tidak berprestasi baik dalam uji-uji akademik. Ini semua mengingatkan bahwa kecerdasan di sekolah yang diperoleh secara akademik bukan segala-galanya. Ada faktor perilaku lain yang sifatnya non-akademi yang perlu dipertimbangkaan dalam hidup agar menjadi lebih seimbang. Namun, banyak diantara kita tidak tahu tentang penemuan bahwa IQ mungkin berhubungah dengan hanya 4 persen dari keberhasilan di dunia nyata. Dengan kata lain, lebih dari 90 persen keberhasilan mungkin berhubungan dengan bentuk-bentuk kecerdasan lain yang sekarang sedang ditemukan. Seperti kecerdasan musik, kecerdasan spiritual, kecerdasan fisik dsb yang sedang diteliti oleh Psikolog Howard Gardner dari Harvard University. Pikirkan yang berikut ini: Di sekitar kita, kendati ada revolusi informasi dan dengan penduduk berpendidikan tinggi yang banyaknya belum pernah tertandingi sepanjang sejarah, hubungan antar manusia makin renggang, saling percaya berkurang, pengacara makin laku, sinisme meningkat, kebencian meluas, dan politik demokrasi telah berubah menjadi semacam panggung sandiwara yang diresmikan. Bersamaan dengan itu T banyak di antara kita sebagai PNS merasa bekerja berlebihan tetapi tidak cukup dihargai dengan sistem yang ada. Dalam banyak kasus, kita seperti kehilangan kesadaran tentang arah dan tujuan kita dalam pendirian kita sebagai pelayan mayarakat. Atau semangat kreatif kita sebagai PNS telah menyusut melihat perubahan sosial yang mendasar disekitar kita. Atau kita tidak lagi dapat menemukan makna yang sesungguhnya dalam kebanyakan kegiatan yang kita kerjakan dalam membangun masa depan kita. Voltaire menunjukan bahwa bagi bangsa Romawi kuno, sensus communis common sense tidak hanya berarti akal sehat tetapi juga kemanusiaan dan kepekaan, termasuk penggunaan perasaan. hati, dan intuisi secara penuh. Dari kenyataan seperti ini diakui bahwa memang benar bisnis ada hubungannya dengan kekuatan fungsi otak. Akan tetapi untuk berpikir dengan baik, tepat dan untuk keberlanjutan keberhasilan yang seimbang, kita harus belajar untuk bersaing dan bekerjasama dengan memanfaatkan setiap aspek kecerdasan kita, tidak hanya dengan yang bersumber di kepala yang berada disebelah kiri. Di samping itu, bukti neurologis terakhir seperti berbagai penelitian Neuro Languange Programming NLP seperti diungkapkan Dilts menunjukkan bahwa emosi adalah “bahan bakar” yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran yang tinggi. Coba anda renungkan pernyataan terakhir ini. Ketika seorang penulis belajar di perguruan tinggi pasca sarjana dalam bidang sains, saya diajari bahwa, rata-rata, seorang dewasa hanya menggunakan 10 persen kecerdasannya selama ia hidup. Bertahun-tahun kemudian, penulis tersebut mengetahui bahwa perkiraan para ilmuwan ini telah diperbaiki rata-rata, seorang dewasa mungkin menggunakan dengan sungguh-sungguh hanya 110.000 dari potensi kecerdasannya dalam koneks IQ selama hidup. Pendek kata, kita mempunyai banyak sekali kemampuan potensil yang belum kita gali, lebih banyak daripada yang umumnya kita perhitungkan. Tiap orang dan organisasi yang sukses di seluruh dunia telah menyadari banyaknya dimensi praktis dan kreatif pada kecerdasan yang berada di luar kawasan IQ. Dan, seperti yang ditegaskan oleh psikolog dari Universitas Yale, Robert Stenberg, “Orang masih menghitung IQ, namun IQ bukanlah yang terpenting. Kita tidak boleh menyingkirkan fakta bahwa hal-hal yang paling penting dalam hidup bukanlah kecerdasan tak aktif.” Jadi, ke mana kita harus berpaling dalam situasi ketidak pastian seperti ini? Salah satunya adalah mencermati perkembangan dimensi kecerdasan emosional dalam konteks perkembangan falsafah agama dan peradaban yang sedang berkembang di Indonesia dan dunia saat ini.

2. Pengembangan KE EQ adalah usaha seumur hidup

Kita mengenal istilah belajar seumur hidup’ “Long life learning” yang dilancarkan oleh Unesco beberapa dekade yang lampau yang masih relevan untuk dilanjutkan sampai kini. Jika kekuatan yang mendorong perkembangan kecerdasan dalam dunia usaha pada abad 20 adalah IQ, maka berdasarkan bukti-bukti yang makin banyak dipenghujung abad 21 yang lebih banyak berperan adalah KEEQ dan bentuk-bentuk kecerdasan praktis serta kreatif yang terkait dengan “action Science” dan “Actionable Learning” yang dikembangkan oleh Prof. Rag Raven dan Prof. Lewis Mumford. Meskipun zaman yang baru berlalu lebih banyak didominasi oleh IQ dan kefokus pada penggunaan model matematis yang memperlakukan segala sesuatu seolah sebagai benda mati dapat dianalisis, ada tanda-tanda bahwa model yang baru muncul untuk berorganisasi akan lebih didasarkan pada prinsip-prinsip KEEQ dan sistem biologis-psikologi dan sosio kultural. Sejalan dengan itu, model belajar tersebut akan memperlakukan orang, pasar, yayasan dan organisasi sebagai sesuatu yang unik dan hidup, generatif dan interaktif, dan memiliki kemampuan bawaan untuk berubah, belajar, tumbuh, membangkitkan inspirasi, kreatif, melakukan sinergi dan bertransformasi sebagai suatu proses yang memberada being. Proses memberadanya manusia dalam keseluruhan proses pembangunan manusia secara utuh seperti ini yang sedang mengalami perubahan secara mendasar dalam era reformasi sekarang ini. Di banyak tempat kerja dilingkungan PNS, orang-orang yang berbakat dan produktif kerap dirugikan oleh kesenjangan- kesenjangan dalam kecerdasan emosional baik dalam diri mereka sendiri, atasan-atasan mereka serta pada orang-orang lain disekitar mereka ini tercermin dalam berbagai kebijaksanaan dimasa lalu yang sifatnya represif.