2.3.1. Potensi Sosial Ekonomi Pondok Pesantren
Berdasarkan Gambar 1.5.2. di atas, maka perlulah untuk mengidentifikasi atau menginventarisasi potensi pondok pesantren sebelum akhirnya melihat lebih
jauh proses pemberdayaan yang ada di pondok pesantren. Aziz dalam Halim, 2005: 223 memaparkan tiga pilar utama pondok
pesantren yaitu kiai-ulama, santri, dan pendidikan sebagai sebuah magnet yang sangat potensial menjadi sumber ekonomi bagi eksistensi dan pengembangan
pondok pesantren tersebut. Dalam sumber yang lain, Faozan 2006 juga memaparkan hal yang sama seperti Aziz.
1 Kiai-ulama
Keunikan sekaligus magnet pondok pesantren adalah figur kiai pemimpin pondok pesantren. Andai dalam lingkungan pondok pesantren tersebut terdapat
beberapa kiai-ulama, maka keberadaan mereka haruslah tetap mengikuti ritme kiai-ulama sepuh di lingkungan pondok pesantren tersebut.
Dalam masalah ini, muncul faktor yang sangat penting sekaligus sebagai syarat dalam tradisi Islam, yaitu seorang kiai-ulama adalah pemegang ilmu-ilmu
doktrinal. Tugas ini tidak dapat dilimpahkan kepada masyarakat umum karena berhubungan dengan kepercayaan bahwa ulama merupakan pewaris nabi. Bila
Hasil program I
nvestarisi potensi
kemandirian
Proses pemberdayaan
Masyarakat
Proses Program
Universitas Sumatera Utara
demikian, bagaimana keunikan kepemimpinan kiai-ulama pondok pesantren ini dapat dipandang sebagai potensi pondok pesantren yang bernilai ekonomis?
Menurut Halim 2005: 299 setidaknya ada tiga jawaban yang dapat diberikan. Pertama, dengan “menjual” figur kiai-ulama karena kedalaman ilmunya.
Artinya, figur seorang kiai-ulama pondok pesantren merupakan magnet daya tarik yang luar biasa bagi calon santri, wali santri, dan masyarakat untuk
berburu ilmu. Kedalaman ilmu sang kiai-ulama inilah sesungguhnya awal potensi ekonomi itu terbangun.
Hal ini tidak bertujuan untuk konglomerasi ilmu agama, atau mencari keuntungan dari ilmu agama. Tetapi sudah selayaknya orang-orang yang
berilmu diberi penghargaan meski tidak selalu berupa materi karena hal itu untuk kemaslahatan pondok pesantren juga.
Kedua, pada umumnya, seorang kiai-ulama adalah tokoh panutan masyarakat dan pemerintah. Ketokohan seorang kiai-ulama ini memunculkan sebuah
kepercayaan, dan dari kepercayaan melahirkan akses. Dari sinilah jalur-jalur komunikasi, baik dalam kerangka ekonomis, politis, maupun yang lainnya
terbangun dengan sendirinya. Persoalannya bagaimana mengemas kepercayaan yang telah menjadi aset itu dengan moralitas agama? Dalam konteks inilah
Kiai-ulama pondok pesantren diuji. Ketiga, pada umumnya, seorang kiai-ulama, sebelum membangun sebuah
pondok pesantren, telah mandiri secara ekonomi, misalnya sebagai petani, pedagang, dan sebagainya. Pada beberapa Ponpes para santri bahkan belajar
bertani dan berdagang kepada sang kiai-ulama. Kiai-ulama semacam ini sering menjadi tumpuan keuangan pondok pesantren.
Ini berarti sejak awal kiai-ulama telah mempersiapkan diri secara sungguh- sungguh, tidak hanya dari aspek mental, tetapi juga sosial dan ekonomi. Jiwa
dan semangat entrepreneurship inilah yang mendasari kemandirian perekonomian ponpes. Apabila aset dan jiwa entrepreneurship ini dipadukan,
maka hasilnya dapat dijadikan dasar membangun tatanan ekonomi pondok pesantren. Ketiga potensi ekonomi kiai-ulama ini apabila diskemakan, dapat
tergambar sebagai berikut.
Gambar 2.2. Potensi Ekonomi Kiai-ulama
Universitas Sumatera Utara
Halim, 2005: 226
2 Santri-Murid
Di lingkungan pesantren terdapat santri dengan berbagai latar belakang kehidupan sosial, ekonomi, dan suku bangsa. Namun keragamaan tersebut relatif
dapat disatukan sebagai kesatuan komunitas karena memegang prinsip agama, ideologi, nilai moral, dan tradisi keagamaan yang sama. Komunitas pesantren ini
menunjukan kesantrian mereka, sehingga membentuk semacam tradisi yang khas dan hanya dipahami oleh komunitasnya sendiri. Anas, 2012: 14
Kehidupan pondok pesantren memberikan beberapa manfaat antara lain: interaksi antara murid dengan guru bisa berjalan secara intensif, memudahkan
kontrol terhadap kegiatan murid, pergesekan sesama murid yang memiliki kepentingan sama dalam mencari ilmu, menimbulkan stimulasi atau rangsangan
belajar, dan memberi kesempatan yang baik bagi pembiasaan sesuatu. Hadori, 2010: 92
Analisis potensi individu santri adalah hal yang perlu dilakukan, para santri tersebut sering mempunyai potensibakat bawaan, seperti kemampuan membaca
Alquran, kaligrafi, pertukangan, dan sebagainya. Bakat bawaan ini sudah seharusnya selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, ada baiknya bila
Universitas Sumatera Utara
dalam pondok pesantren diterapkan penelusuran potensibakat dan minat santri, kemudian dibina dan dilatih.
Dengan demikian, dalam pondok tersebut perlu juga dikembangkan Wadah Apresiasi Potensi Santri WAPOSI, wadah semacam ini, mungkin sudah ada di
beberapa pondok pesantren, tinggal bagaimana mengaturnya supaya produktif. Perlu juga ditambahkan, penggalian potensi diri santri-murid ini merambah pada
potensi-potensi, semisal politisi, advokasi, jurnalistik, dan seterusnya. Karenanya, untuk ke depan wajah pondok pesantren menjadi semakin kaya ragam dan warna.
Halim, 2005: 227 Hadori 2010 mengatakan bahwa santri haruslah menjadi pribadi yang
profesional dan berdaya guna. Masih dalam Hadori 2010: 89, Dhofier mengatakan bahwa santri profesional merupakan komitmen santri yang belajar
keilmuan Islam dan umum di pondok pesantren untuk menguasai berbagai keahlian baik ilmu agama maupun umum sebagai bekal hidup di masyarakat
nantinya. Sehingga mampu menghadapi persaingan hidup di era yang serba global ini.
Gambar 2.3. Potensi Diri Santri
Halim, 2005: 227 Ada beberapa alternatif yang dapat diupayakan oleh pondok pesantren
dalam mencetak santrinya, diantaranya adalah: 1 prinsip kehidupan pondok modern, 2 manajemen organisasi yang rapi, 3 sistem pendidikan dan
Universitas Sumatera Utara
pengajaran, 4 kurikulum pondok modern, 5 memberikan berbagai keterampilan bagi santri. Qomar dalam Hadori, 2010: 91
3 Pendidikan
Salah satu keunikan pondok pesantren terletak pada sistem pendidikannya yang integral. Lalu bagaimana halnya dengan potensi ekonomi dari pendidikan
pesantren ini. Sebagaimana lazimnya pendidikan, di dalamnya pasti ada murid- siswa, guru, sarana, dan prasarana. Dari sisi murid-siswa misalnya, sudah barang
tentu dikenai kewajiban membayar syahriah. Untuk kelancaran proses pembelajaran, diperlukan seperangkat buku, kitab, dan alat-alat tulis. Dari sini
bisa dikembangkan salah satu unit usaha pondok pesantren yang menyediakan sarana belajar tersebut, semisal toko buku atau kitab, alat tulis, dan foto kofi,
belum lagi dari sisi kebutuhan sehari-hari seperti makan minum, air, telepon, asrama, pakaian, dan sebagainya. Faozan, 2006: 8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Potensi Ekonomi Pendidikan Pondok Pesantren
Halim, 2005: 230 Apabila ketiga pilar utama ini terpenuhi, pondok pesantren telah memenuhi
tiga fungsi utamanya, yaitu: Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama center of excellence. Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber
daya manusia human resource. Ketiga, sebagai lembaga yang melakukan pemberdayaan pada masyarakat agent of development. Faozan, 2006: 9
2.3.2. Potret Pemberdayaan dan Kemandirian Sosial Ekonomi Pesantren