Faktor Penghambat Pengkaryaan Santri

dakwahnya juga adalah warga sekitar pesantren sehingga warga sudah merasakan manfaat pesantren terutama dari sisi spiritualitas keagamaan. Program pemberdayaan santri didorong oleh tujuan dakwah. Santri diharapkan punya keterampilan agar lebih mudah diterima di masyarakat. Dakwah bukan hanya dalam artian ceramah, akan tetapi menyampaikan nilai-nilai Islam sesuai dengan bakat dan profesinya masing-masing. Untuk mewujudkan tercapainya tuntutan dakwah maka program diarahkan untuk memperhatikan aspek pelayanan dan bimbingan sosial keagamaan, termasuk menyiapkan da’i dan guru agama yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan umat guna tercapainya miniatur masyarakat madani.

4.3.4. Faktor Penghambat Pengkaryaan Santri

Jika mengacu pada hasil penelitian Malik 2011: 30, masalah terkait pemberdayaan yang dihadapi oleh pondok pesantren di Indonesia pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Kultur di dalam pondok yang sudah terlanjur terekam para calon santri bahwa nyantri di pondok pesantren ya belajar ilmu-ilmu agama. 2. Sumber Daya Manusia SDM pengelola pondok pesantren terhadap usaha bisnis yang benilai ekonomi tinggi sangat terbatas. Cenderung hanya mengelola usaha-usaha tradisional. 3. Fasilitas dan peralatan yang berteknologi terbatas. 4. Dana yang terbatas. Di pesantren Hidayatullah Medan terdapat faktor-faktor yang menghambat dijalankannya pemberdayaan santri. Dianalisis mengacu pada rumusan Malik di atas, faktor penghambatnya memiliki kesamaan yaitu: Pertama, terkait “Kultur di dalam pondok yang sudah terlanjur terekam para calon santri bahwa nyantri di pondok pesantren ya belajar ilmu-ilmu agama”. Hal ini masih terjadi di Hidayatullah Medan namun relatif tidak ada masalah. Mayoritas santri berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, mereka sudah terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan berat sehingga mayoritas santri menerima untuk dikaryakan. Universitas Sumatera Utara Kemudian di tengah-tengah masyarakat sudah beredar anggapan bahwa Pesantren Hidayatullah adalah semacam lembaga sosial yang memberikan pendidikan gratis sehingga wajar jika santri-santrinya dikaryakan, bahkan masyarakat sekitar sering meminta bantuan kepada santri Hidayatullah untuk membantu pekerjaannya contohnya jika ada pesta, kemalangan, dan gotong- royong lingkungan mereka sering mamanggil santri. Di awal pendaftaran santri, pihak pesantren menjelaskan kepada orang tua santri bahwa proses belajar di Hidayatullah tidak hanya menuntut ilmu agama, akan tetapi ada program pengkaryaan yang juga merupakan bagian dari proses pendidikan. Karena langkah komunikasi itu, relatif tidak ada masalah berarti dari santri, masyarakat, maupun orang tua. Namun, masih ada orang tua yang belum mengetahui bahwa anaknya akan dikaryakan seperti yang dikatakan oleh Pak M. Amin wawancara pada 14 Mei 2013, Kalau di situ kan ada pengabdian dulu satu tahun, saya tidak tahu sebelumnya. Saya belum konsultasi lagi dengan pihak sekolah, Rencananya tamat Tsanawiyah Nanti si Diki mau pindah aja ke MAN 2, kalau pengabdian kan kurang sesuai ya.” Ada beberapa kasus di mana anak atau orang tua tidak mau mengikuti pengkaryaan misalnya karena ingin cepat selesai sekolahnya dan segera melanjut kuliah. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan berikut: Kalau dari orang tua pernah ada, ini saya anggap wajar, ini kan baru 3 tahun untuk yang pengabdian. Ada orang tua yang bilang “sudah lah kita pindah dari situ, kita kan mau kuliah langsung, disuruh ngabdi kan bisa tertunda satu tahun kuliahnya”. Sebetulnya mau langsung kuliah boleh aja kan, tapi karena selama ini dibiayai oleh lembaga, ya tolonglah. Kasus itu karena anaknya tidak mengkomunikasikan, sampailah berita itu kepada kita lalu kita telepon, kita jelaskan, setelah dijelaskan rata-rata ya paham lah. Ya alhamdulillah relatif tidak ada hambatan. Wawancara dengan Ust. Chairul Anam, 19 Februari 2013 Hal sejenis diungkapkan juga oleh santri alumni yang sedang mengabdi, di mana ada keinginan untuk seperti teman-temannya yaitu cepat selesai dan bisa melanjutkan kuliah. Walaupun di sisi lain santri juga menyadari bahwa program pengabdian itu penting bagi dirinya. Universitas Sumatera Utara Kadang-kadang nengok kawan-kawan sebagian ada juga yang langsung kuliah, pengen juga, sementara aku masih pengabdian. Itu juga hambatannya sebenarnya pengen cepat juga, tapi pengen ngabdi juga. Wawancara dengan Manik, 17 Februari 2013 Dari pemaparan di atas, diketahui bahwa pesantren Hidayatullah Medan memiliki hambatan terkait anggapan masyarakat dan calon santri tentang pesantren. Namun, hambatan tersebut dapat dikurangi dengan mensosialisasikan program pengkaryaan kepada santri, orang tua, dan masyarakat. Orang tua sudah mengetahui adanya program pengkaryaan, namun untuk program pengabdian masih ada masyarakat dan orang tua yang belum mengetahuinya. Sisi negatif dari program pengkaryaan adalah terbentuknya persepsi masyarakat yang tidak diharapkan oleh pesantren, menurut Ust. Chairul Anam pengkaryaan menyebabkan munculnya anggapan di tengah-tengah masyarakat bahwa pesantren Hidayatullah adalah lembaga sosial. Padahal, kedepannya pesantren Hidayatullah dirancang untuk menjadi lembaga pendidikan yang elit, namun tetap menerima santri yang kurang mampu dengan sistem subsidi silang. Kedua, Sumber Daya Manusia SDM pengelola pondok pesantren terhadap usaha bisnis yang benilai ekonomi tinggi sangat terbatas. Cenderung hanya mengelola usaha-usaha tradisional. Hal ini adalah kendala yang paling utama di pesantren Hidayatullah Medan, keterbatasan SDM bukan hanya dari sisi kualitas tetapi juga dari sisi kuantitas. Dari sisi kualitas SDM santri baru mampu mengelola usaha tradisional seperti peternakan dan pertanian tradisional. Usaha tersebut menghasilkan keuntungan kecil jika dibandingkan dengan beban yang harus dikeluarkan. ...kalau di bidang usaha peternakan pengalaman kita berkata kita hanya untungnya itu sedikit sekali, tapi keuntungan yang banyak dirasakan itu keuntungan dari peningkatan life skill santri tetapi ini cost-nya tinggi karena santri tidak merasa memiliki, beda sekali, jadinya agak berat. Wawancara dengan Ust. Chairul Anam, 19 Februari 2013 Dari sisi kuantitas, misalnya untuk mengelola kampus II di Polonia hanya ada empat orang. Terakhir, pesantren meluluskan 20 orang dari Aliyah, namun Universitas Sumatera Utara sudah ditempatkan di cabang-cabang Hidayatullah lain sehingga tenaga di masing-masing cabang masih sedikit. ...inilah cuma empat orang ini kan ngelola seluas ini, semua ini ada kebun, kolam, ada bunga-bunga ini, kantor, terus kadang kita juga ada yang ngajar TK. Wawancara dengan Manik, 17 Februari 2013 Menurut Ust. Ali Ibrahim Akbar bahwa pesantren Hidayatullah sudah mencoba banyak cara untuk meningkatkan pengkaryaan, namun semuanya itu selalu ada dampak positif dan negatifnya. Ketika pesantren berhasil meningkatkan pendapatan ekonominya, maka pendidikan dan ibadahnya menurun sehingga pesantren selalu mencari solusi yang paling tepat dan masih terus melakukan eksperimen. Dalam meningkatkan mutu SDM, pesantren Hidayatullah menguliahkan santri-santrinya pada jurusan-jurusan yang spesifik dibutuhkan oleh pesantren. Contohnya beberapa santri kuliah di jurusan pertanian sehingga ilmunya dapat diaplikasikan langsung di pesantren seperti pemaparan informan berikut ini: Seperti ini kan, kebun kates ini yang ngelola santri kita, itu yang kuliah di pertanian, ada juga ini yang kuliah di jurusan bahasa Inggris sekarang sudah ngajar bahasa Inggris di pesantren. Wawancara dengan Ust. Ali Hermawan, 18 Februari 2013 Ketiga, Fasilitas dan peralatan yang berteknologi terbatas. Semenjak didirikan tahun 1994, baru lima tahun terakhir saja pembangunan di pesanten Hidayatullah dilakukan dengan pesat karena ada beberapa dana bantuan dari pemerintah. Saat observasi pada Mei 2013 pesantren baru membangun laboratorium komputer yang pertama, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain itu cukup terlambat dalam memiliki laboratorium komputer. Wacana membuat kegiatan ekstrakurikuler menjahit dan membuat usaha menjahit juga belum terealisasi karena belum adanya peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Akhirnya untuk santri puteri belum ada program pengkaryaan yang spesifik apalagi untuk usaha ekonomi kreatif. Keterbatasan ini sangat erat kaitannya dengan faktor yang keempat yaitu keterbatasan dana seperti pemaparan informan berikut: Universitas Sumatera Utara ... kalau puteri ini memang belum ya. Kita punya keinginan puteri ini di tata busana, tapi belum ada dukungan dana. Kendalanya itu kita tidak punya fasilitas, misalnya gedung untuk keterampilan puteri, seandainya ada kita akan buat seperti itu. Yang pas untuk puteri itu yang menjahit ya. Wawancara dengan Ust. Chairul Anam, 15 Februari 2013 Program lain yang sudah diwacanakan pesantren adalah membuat Kopontren Koperasi Pondok pesantren, namun juga belum terealisasi karena masalah pendanaan seperti yang dituturkan oleh informan berikut ini: Rencananya kita juga mau buka koperasi di depan jalan sana, kemarin sudah dimusyawarahkan dan tanahnya sudah di beli. Koperasi serba ada itu untuk kebutuhan santri dan warga sekitar tapi masih terkendala pendanaan. Wawancara dengan Ust Mukhtasim, 25 Februari 2013 Keterbatasan fasilitas bahkan merupakan salah satu penyebab dihentikannya program ternak pesantren seperti penuturan informan berikut: Jadi karena penuh santri, secara otomatis lokasi kandang di sini kan mengganggu, lalatnya lebih banyak ke asrama. Jadi mengantisipasinya dijuali semua ternaknya, ada juga separuh yang kita titip. Wawancara dengan Ust. Ali Ibrahim Akbar, 10 Maret 2013 Selain faktor-faktor penghambat yang mengacu pada pendapat Malik di atas, faktor lain yang menghambat adalah faktor manajemen yang kurang matang. Usia Pesantren Hidayatullah Medan masih baru jika dibandingkan dengan pesantren lain pada umumnya, beberapa program masih dalam tahap uji coba. Hal inilah yang menyebabkan manajemen program belum matang. Program-program pengkaryaan telah ada semenjak pesantren pertama kali didirikan, namun jenis program sering berubah tergantung pimpinannya. Menurut informan, salah satu penyebab sering bergantinya jenis usaha pesantren itu tergantung pimpinannya. Berikut adalah pemaparan informan: Kalau di Tanjung Morawa kemaren itu cari rumput karena waktu itu ada juga ternaknya, cari rumputnya ke Beringin pake mobil. Yang diternaknya kambing sama sapi. Kalau sekarang sudah gak ada lagi karena sudah ganti pengurusnya karena kan minat pengurusnya itu beda-beda. Wawancara dengan Manik, 17 Februari 2013. Untuk mengatasi hambatan-hambatan di atas idealnya tidak mengorbankan idealisme dan tujuan dari program pengkaryaan itu sendiri. Maka perlu dicari Universitas Sumatera Utara strategi yang tepat untuk mengatasinya, saat ini pesantren belum mampu mem- brack down menurunkan visi misinya agar dipahami bersama mulai dari pimpinan sampai grass root akar rumput. Sehingga jika terjadi pergantian pimpinan, pesantren tetap mampu melanjutkan program-programnya bukan membuat program yang benar-benar baru. Kemudian jika ada perubahan dari sisi eksternal misalnya banyaknya dana dari pemerintah maupun bantuan perusahaan, pesantren dapat menyikapinya dengan baik, jika dana itu justru menyebabkan terganggunya idealisme pesantren maka dana tersebut bisa dipertimbangkan untuk ditolak.

4.3.5. Bentuk-Bentuk Program Pemberdayaan Berbasis Santri di Pesantren