pertunjukan menambah alat musik serta bentuk kesenian yang lain, yang merupakan gagasan kreatif dari para pelaku jaran kepang. Berdasar stratifikasi sosial mereka berada
pada kelas ekonomi menengah ke bawah. Walau tingkat pendidikan yang tidak tinggi. mereka bisa mempunyai gagasan agar jaran kepang tetap bertahan dan tentunya tetap
diminati oleh masyarakat.
1.5.2 Teori yang Digunakan
Teori dalam pembahasan ini digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan. Penulis menggunakan dua teori utama untuk mengkaji dua
pokok permasalahan. Untuk mengkaji pertunjukan jaran kepang, dari mulai proses persiapan, sampai pertunjukan, dan akhir pertunjukan, penulis menggunakan teori
semiotika pertunjukan. Untuk mengkaji struktur musik khususnya melodi dan ritme yang digunakan dalam mengiringi pertunjukan jaran kepang digunakan teori weighted
scale bobot tangga nada. Untuk mendeskripsikan struktur musik seperti instrumentasi atau alat-alat musik yang digunakan dalam pertunjukan digunakan sistem klasifikasi
Sachs dan Hornbostel serta etnoklasifikasi. Untuk menganalisis unsur-unsur pertunjukan digunakan metode dekripsi pertunjukan oleh Milton Singer.
Teori semiotika pertunjukan. Pendekatan seni salah satunya mengambil teori semiotika dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan
dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss
dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi
Universitas Sumatera Utara
sound image atau signifier yang berhubungan dengan konsep signified. Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.
Dengan mengikuti pendekatan semiotika, maka dua pakar pertunjukan budaya, Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam pertunjukan.
Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan teater--8 berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas lambang itu adalah:
1 kata-kata,
2 nada bicara,
3 mimik,
4 gestur,
5 gerak,
6 make-up,
7 gaya rambut,
8 kostum,
9 properti,
10 setting,
11 lighting,
12 musik, dan
13 efek suara.
Ketiga belas unsur pertunjukan ini akan penulis gunakan untuk menganalisis pertunjukan jaran kepang Brawijaya di kawasan Binjai dalam berbagai kegunaan dan
fungsi sosialnya. Khusus untuk unsur kedua belas, yaitu musik, akan dianalisis strukturnya secara rinci dan mendalam pada Bab V, dengan menggunakan teori weighted
scale.
Universitas Sumatera Utara
Teori weighted scale. Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. teori ini dikemukakan oleh
William P. Malm 1977:15. Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm adalah: 1 tangga nada;
2 nada pusat atau nada dasar; 3 wilayah nada [ambitus];
4 jumlah nada; 5 penggunaan interval;
6 pola kadensa; 7 formula melodi; dan
8 kontur. Teori ini dipergunakan untuk menganalisis melodi lagu yang dipergunakan dalam
pertunjukan jaran kepang Brawijaya, tentunya dengan melihat beberapa kali pertunjukan jaran kepang Brawijaya kemudian mencatat lagu-lagu yang sering dimainkan dalam
pertunjukan , mencatat pada saat kapan saja lagu tersebut dimainkan, kemudian merekam lagu-lagu yang sering dimainkan.
Kedua teori di atas akan dibantu oleh beberapa cara atau kaidah dalam menganalisis pertunjukan budaya. Milton Siger pernah mengeluarkan pendapatnya yang
bisa dipergunakan untuk menganalisis seni pertunjukan. Bahwa seni pertunjukan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. waktu pertunjukan yang terbatas,
2. mempunyai awal dan akhir,
Universitas Sumatera Utara
3. acara kegiatan yang terorganisir,
4. sekelompok pemain,
5. sekelompok penonton,
6. tempat pertunjukan, dan
7. kesempatan untuk mempertunjukkan. dalam Sal Murgiyanto 1996:164-165
Ditambah lagi dengan pendapat Edi Setiawati yang mengatakan analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan di mana seni
pertunjukan tersebut dilaksanakan atau di dukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran yang terdapat di dalam pertunjukan dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap
orang penyaji dan penyaji, penyaji dan penonton diantara variable-vriabel wilayah yang berbeda 1981: 48-66.
Qureshi juga pernah mengeluarkan pendapatnya tentang menganalisis pertunjukan yang mana dalam proses pertunjukan aspek yang mendasar terdiri dari
ketegasan perilaku dari semua partisipan, musisi dan penonton, yang semua bersama- sama berinteraksi dalam pertunjukan 1988:135-136.
Lebih lanjut Maran 2005 mengatakan, tidak ada kebudayaan yang bersifat statis, setiap individu dan setiap generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua
desain kehidupan sesuai kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zaman. Begitu pulalah dengan pertunjukan jaran kepang yang menambahkan alat musik serta bentuk
kesenian yang lainnya karena penyesuaian dengan zaman. Teori dan kaidah seperti terurai di atas digunakan dalam penelitian ini, dalam
rangka mendapat jawaban pokok permasalahan yang telah ditentukan pada bagian pokok permasalahan tulisan ini.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Metode Penelitian