Sejarah Jaran Kepang di Jawa. Variasi Jaran Kepang di beberapa Daerah

BAB III JARAN KEPANG DALAM KEBUDAYAAN JAWA DAN GAMBARAN KELOMPOK JARAN KEPANG BRAWIJAYA BINJAI 3.1 Jaran Kepang dalam Kebudayaan Jawa Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling kaca dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Malaysia dan Singapura. Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

3.2. Sejarah Jaran Kepang di Jawa.

Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Universitas Sumatera Utara Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Gambar 3.1 Contoh Satu Kelompok Jaran Kepang Saat Festivaal di Yogyakarta Sumber: id.wikipedia.org Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, Universitas Sumatera Utara menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain- lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda. Gambar 3.2 Atraksi Memakan Kaca dalam Pertunjukan Jaran Kepang di Jawa Sumber: id.wikipedia.org

3.3. Variasi Jaran Kepang di beberapa Daerah

Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat, seperti Malang, Nganjuk, Tulungagung, dan daerah-daerah lainnya. Tari ini biasanya ditampilkan pada event-event Universitas Sumatera Utara tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Dalam pementasanya, tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.

3.4. Pagelaran Tari Kuda Lumping di Pulau Jawa.