Pagelaran Tari Kuda Lumping di Pulau Jawa.

tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Dalam pementasanya, tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.

3.4. Pagelaran Tari Kuda Lumping di Pulau Jawa.

Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya. Universitas Sumatera Utara Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih. Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe. Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping. Jaran Kepang adalah suatu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa yang di dalam pertunjukannya ada unsur seni dan religi. Ciri khasnya menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman barnbu sebagai perlengkapan pertunjukan dan ada peristiwa kesurupan. Pertunjukan Jaran Kepang didukung oleh para anggota, terdiri dari pawang sebagai pemimpin pertunjukan dan pengendali pertunjukan, pemain musik, penari, dan penonton. Peralatan yang digunakan berupa seperangkat alat musik, terdiri dari: kendhang, saron, demung, gong dan ketuk kenong. Perlengkapan penari, terdiri dari seperangkat pakaian, kuda kepang, cambuk, dan topeng. Sebagai perlengkapan pawang, terdiri dari sesaji berupa bunga, minuman, minyak wangi, dan kemenyan. Menurut bahasa Jawa Jaran berarti kuda, Kepang berarti anyaman. Dinamakan Jaran Kepang karena, di dalam pertunjukan menggunakan anyaman bambu berbentuk kuda. Topeng digunakan penari dalam pertunjukan Jaran Kepang untuk melakonkan karakter manusia tertentu, seperti lueu dan seram. Rasers 1982:56 menjelaskan pertunjukan seperti lakon-lakon adalah peninggalan seremoni lengkap yang sudah punah. Pertunjukan tersebut, dewasa ini dipakai dalam upacara sunat, perkawinan, Universitas Sumatera Utara dan simbolis berkaitan dengan dualisme di dalam alam semesta yang masih muncul atau masih bisa dilihat di dalamnya. Soedarsono 1983:143 menjelaskan pertunjukan Jaran Kepang pada sebelum Islam berkembang abad XV dilaksanakan dalam upacara pemujaan ritual worship. Kuda secara metafonk dalam pertunjukan Jaran Kepang berfungsi untuk melanjutkan hubungan antara masyarakat pendukung dengan roh orang yang sudah meninggal. Perkembangan selanjutnya, Jaran-Kepang ditampilkan dalam upacara bersih desa, yang berfungsi untuk menghalau roh-roh jahat penyebab penyakit dan malapetaka lainnya. Dewasa ini pertunjukan Jaran Kepang masih ada unsur religinya yang ditandai masih adanya peristiwa kesurupan kemasukan roh halus pada para pemain pertunjukan.

3.5. Persebaran Jaran Kepang.