Upacara Perkawinan Adat Jawa

lain-lain. Di antara keempat macam golongan upacara selamatan tadi, maka upacara selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, khususnya yang berhubungan dengan kematian serta sesudahnya, adalah suatu adat kebiasaan yang amat diperhatikan dan kerap kali dilakukan di salah satu tempat dalam lingkungan istana ratawijaya, secara terbuka. Oleh kalangan masyarakat orang Jawa, terutama yang datang dari kalangan pedesaan, air bekas siraman tersebut dapat membawa berkah. Sedangkan tokoh raksasa Batara Kala adalah raksasa yang mempunyai yang dapat mendatangkan bencana pada benda-benda ataupun manusia. Misalnya seorang anak tunggal bocah ontang-anting dianggap hidupnya senantiasa diancam oleh raksasa ini. Maka untuk menghidari bahaya tersebut, orang tua dari si anak mengadakan ruwatan, biasanya disertai dengan pertunjukan wayang kulit sehari semalam, dengan mengambil cerita sekitar tokoh raksasa Batara Kala. Sejauh ini selama penelitian , kuda kepang diundang masyarakat yang melakukan selamatan ini, jadi dapat diperhatikan kalau jaran kepang sampai saat ini tetap hidup karena masyarakat jawa sendiri masih idup dengan adat istiadat dari leluhurnya.

2.3.2 Upacara Perkawinan Adat Jawa

Sebelum dilangsungkan upacara perkawinan, biasanya terdapat beberapa pendahuluan, di antaranya: Nakokake, yaitu ketika seorang pria ingin meminang kekasihnya harus menanyakan dahulu kepada orang tua wali si gadis apakah masih legan belum ada yang meminang. Paningsetan, yaitu apabila sudah mendapat jawaban bahwa si gadis masih belum ada yang melamar, dan kehendaknya mempersunting tadi diterima, maka akan segera ditetapkan kapan diselenggarakan paningsetan, yaitu upacara pemberian harta benda kepada calon istri berupa sepotong kain dan kebaya, yang semua itu disebut pakaian sakpengadek. Kadang-kadang disertai cincin kawin, inilah yang Universitas Sumatera Utara sekarang sering disebut pertunangan, yang berarti si gadis telah terikat untuk melangsungkan pemikahan atau wis dipacangke. Asok tukon, yaitu suatu tanda penyerahan harta kekayaan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan secara simbolis. Hal ini biasanya dilakukan dua atau tiga hari sebelum upacara pernikahan dilangsungkan. Harta itu berupa sejumlah uang, bahan pangan, perkakas rumah tangga, ternak, dan sebagainya. Asok tukon juga disebut srakah atau sasrahan yang sebenarnya tidak lain berupa mas kawin. Sehari menjelang saat upacara pernikahan, pada pagi hari pihak anggota keluarga berkunjung ke makam para leluhumya untuk meminta doa restu. Sedangkan pada sore hari diadakan upacara selamatan berkahan yang dilanjutkan dengan leklekan berjaga malam. Dalam hal ini para kerabat pengantin perempuan serta tetangga dekat dan kenal-kenalannya berada di rumahnya hingga larut malam bahkan sampai pagi hari. Malam ini disebut malam tirakatan atau malam midadareni. Karena pada malam itu bidadari turun dari kayangan memberi restu pada perkawinan tersebut. Setelah tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan diiringkan oleh orang tua atau walinya serta handai taulannya dan juga para tetangga atau sedukuh atau sedesa, pergi ke kelurahan desa untuk melaporkan kepada kaum, yaitu salah seorang perangkat desa yang bertugas mengurus pernikahan, talak, dan rujuk. Sesudah selesai menuju kantor urusan agama di kecamatan menghadap penghulu, yaitu salah seorang yang bertugas untuk melangsungkan ijab kabul atau akad nikah. Upacara disaksikan oleh wali kedua belah pihak. Setelah pengantin laki-laki menyerahkan sejumlah uang sebagai tanda mas kawin hukum perkawinan Islam. Ijab kabul atau akad nikah dapat dilakukan di rumah pengantin wanita, yaitu dengan memanggil penghulu. Setelah upacara ini berakhir lalu dilakukan upacara pertemuan temon antara kedua mempelai yang akhimya dipersandingkan di atas pelaminan. Apabila mempelai laki-laki berkehendak membawa Universitas Sumatera Utara istrinya, hal ini dapat dilaksanakan sesudah sepasar atau lima hari sesudah upacara perkawinan. Pemboyongan yang disertai pesta upacara lagi ditempat kediaman mempelai laki-laki ini disebut ngunduh temanten. Demikian sekilas struktrur masyarakat dan budaya Jawa, termasuk dalam bidang pengantin. 2.4 Kesenian 2.4.1 Reyog Ponorogo