Awal Terbentuknya Kelompok Jaran Kepang Brawijaya

norma efisien yang seragam. Suasana kehidupan yang lamban dan didasari oleh kepercayaan akan kekuatan magis gaib berangsur diubah menuju tata hidup yang dilandaskan pada perhitungan rasional. Hal ini berakibat juga pada kesenian, sehingga kesenian di dalam pengembangannya selalu diarahkan ke rasional. Sehubungan dengan beberapa pendapat di atas, perubahan pada pertunjukan Jaran kepang dapat dikaitkan dengan kemajuan informasi dan teknologi, pergantian generasi penerus, serta berkaitan dengan kondisi dimana. kebudayaan berada. Selanjutnya perubahannya selalu bergerak menuju kearah kemajuan, rasional dan sesuai kepentingan manusia.

3.13. Awal Terbentuknya Kelompok Jaran Kepang Brawijaya

Kelompok Jaran Kepang Brawijaya dibentuk dua orang bersaudara yaitu Pak Wage dan Pak Trisno. Kedua orang ini merupakan pencetus terbentuknya kelompok Jaran Kepang Brawijaya. Pak Trisno yang menyukai seni pertunjukan Jaran Kepang banyak melihat pertunjukan kelompok Jaran Kepang yang lain bahkan sampai jaraknya yang jauh dari rumahnya sendiri dia tempuh hanya untuk sekedar melihat pertunjukan Jaran Kepang yang sangat disukainya. Kesukaannya tidak sampai itu saja, karena sering berjumpa dengan pemain Jaran Kepang maka ia berkenalan dengan mereka dan dari situlah mulai berawal dari yang hanya suka menonton maka pak Trisno mulai terlibat dalam pertunjukan Jaran Kepang. Mulai dari menjadi penari, pemain musik namun akhirnya ia pun memilih menjadi seorang pawang gambuh. Hal ini dipilihnya karena dia pernah berjumpa dengan pawang Jaran Kepang yang lainnya dan menyarankan dia menjadi pawang karena ia Universitas Sumatera Utara mempunyai bakat di dalam hal tersebut, maka dengan senang hati ia menjadi pawang serta belajar ilmu kebatinan. Pernah juga ia mengatakan, kalau dalam hal menari saya juga bisa tetapi jika dibandingkan dengan anggota saya yang lainnya di dalam kelompok ini mereka lebih mahir begitu juga dalam hal memainkan musik, saya memang bisa tetapi tidak semahir anggota saya yang lain, jadi saya lebih memilih menjadi seorang pawang ditambah lagi seluruh anggota lebih mengarahkan saya menjadi seorang pawang karena pengalaman saya selama ini yang menjadi pawang.. Seiring berjalannya waktu, ia berjumpa dengan beberapa orang yang senang juga dengan Jaran Kepang, maka mereka sepakat untuk membuat kelompok Jaran Kepang yang baru. Sebelum adanya kelompok Jaran Kepang Brawijaya ia juga sempat bermain di kelompok yang lain, jadi ketika kelompok lain yang bermain maka ia pun diundang untuk hadir . Dari pengalamannya bermain dan membentuk kelompok yang lain maka ia berinisiatif untuk mengandalkan hubungan kekeluargaan karena menurut pengalamannya « kalau hanya untuk mencari uang dari kesenian ini tidak mungkin karena uang yang didapat sangat sedikit sekali ditambah jika ada seorang pemain yang punya keluarga maka akan susah sekali untuk menafkahi keluarganya jika menggantungkan diri kepada kesenian ini », kira-kira seperti itulah pendapat Pak Trisno tentang kesenian ini. Walaupun demikian ia tetap bermaksud mendirikan kelompok Jaran Kepang. Hubungan kekeluargaan yang dimaksudkan di sini adalah suatu ikatan secara emosional diantara setiap anggota kelompok Jaran Kepang dimana semua merasa ini milik bersama dan menjadi tugas masing-masing anggota untuk menjaganya. Pada awal terbentuknya kelompok Jaran Kepang ini sekitar tahun 1998 pemain mereka adalah penduduk sekitar, namun karena keterbatasan sumber daya manusia maka mereka mengambil penduduk dari daerah yang lain. Berdasarkan keterangan Pak Universitas Sumatera Utara Trisno, alat musik yang mereka miliki pertama sifatnya pinjaman dari kelompok Jaran Kepang yang lain. « Saya punya teman yang punya Jaran Kepang, namun menurut mereka jarang sekali diundang untuk bermain ditambah lagi beberapa pemain mereka banyak yang pergi ke luar daerah untuk mencari pekerjaan » karena alasan tersebut itulah saya meminjam alat musik mereka, begitulah proses pertama mereka memiliki alat musik walaupun sifatnya pinjaman. Setelah semua persiapan mereka matang mulai kekompakan pemain musik dan penari serta para penari yang sudah banyak berlatih untuk mengendalikan endang yang ada dalam tubuh mereka permintaan untuk menghibur pun berdatangan, mulai dari sunatan, pesta pernikahan, serta hajatan-hajatan lainya. Mulai dari keluarga pemain yang lainya ataupun dari orang-orang yang pernah melihat penampilan mereka dan menyukai penampilan mereka maka ketika ada hajatan diundang kelompok Jaran Kepang pimpinan Pak Trisno. Untuk masalah kostum, awalnya mereka tidak punya, jadi pada saat permintaan menghibur orang, uang yang didapat tidak dibagikan langsung kepada para pemain, namun disimpan dan dikumpul untuk membeli kostum. Ketika uang yang dikumpulkan sudah cukup maka mulailah kostum mereka dibeli. Memang semua peralatan mereka tidak didapatkan dengan mudah dan penuh perjuangan maka oleh sebab itu semua anggota menjadi merasa memiliki kelompok ini. Sekitar tahun 2002, alat musik yang mereka pinjam tersebut diminta oleh pemilik aslinya. Kemudian Pak Trisno mengajak semua anggotanya berkumpul untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian diambil keputusan untuk membuat alat musik yang baru dan alat musik yang mereka pinjam tersebut dikembalikan kepada pemilik aslinya. Universitas Sumatera Utara Proses pembuatan alat musik mereka sendiri pun sangat menarik untuk diketahui. Memang karena keterbatasan dana serta sifat rela berkorban antar masing-masing anggota yang sudah dibina sejak awal proses pembuatan alat musik tersebut menjadi sangat menarik. Mereka sepakat untuk memanggil seorang pembuat alat musik yang bernama Pak Ponimin. Beliau ini memang diantara kelompok Jaran Kepang yang saya kenal alat musik yang dibeli mereka adalah buatan Pak Ponomin bahkan seluruh kelompok Jaran Kepang yang ada di Binjai alat musiknya adalah buatan Pak Ponimin , perlu diketahui semua jumlah kelompok Jaran Kepang yang ada di kota Binjai berjumlah 12 kelompok tersebar di empat kecamatan dari lima kecamatan yang ada di kota Binjai dan baru-baru ini saja ada sekitar tiga kelompok yang baru membentuk dan begitu juga dengan kelompok yang baru terbentuk alat musik yang mereka miliki buatan tangan Pak Ponimin. Kembali ke proses pembuatan alat musik dari kelompok jaran kepang Brawijaya, setelah sepakat untuk menganggil Pak Ponimin maka mereka pun menjumpainya . Pak Ponimin tinggal di daerah bulu cina tandem hulu. Sebuah daerah perkebunan milik PTPN. Setelah bernegosiasi tentang harga pembuatan, mereka merasa harga yang diajukan terlalu mahal. Kemudian mereka mengambil keputusan untuk mengurangi biaya pembuatan tersebut dengan cara membentuk lempengan besi untuk gamelan . Cara yang mereka lakukan adalah mencontoh ukuran yang sesuai dengan alat musik yang sudah jadi dengan mengukur yang akurat setelah itu maka lempengan besi tersebut dipotong sesuai ukuran. Setelah semua lempengan besi tersebut selesai dipotong maka mereka memanggil Pak Ponomin untuk melaras alat musik yang mereka buat, dengan begitu biaya yang diajukan Pak Ponimin menjadi lebih murah. Nama Brawijaya mereka ambil berdasarkan musyawarah pada awal terbentuk. Alasannya karena kata Brawijaya sangat besar maknanya dan sangat disegani, menurut Universitas Sumatera Utara pak Trisno dan Pak Wage nama itu diambil agar kelompok mereka besar dan disegani seperti nama Brawijaya yang di sebagian besar masyarakat Jawa menganggap seperti itu.

3.14. Manajemen Kelompok Jaran Kepang Brawijaya.