BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAWA
DALAM WILAYAH BINJAI YANG MENDUKUNG KEBERADAAN JARAN KEPANG
2.1 Daerah Kebudayaan Jawa
Masyarakat Jawa adalah suku yang terbesar jumlahnya di Indonesia. Hampir setengah dari sekitar 240 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan suku Jawa. Wilayah
kebudayaan mereka adalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun pada masa sekarang ini, orang-orang Jawa menetap di berbagai kawasan di seluruh pulau di Indonesia,
bahkan sampai ke Malaysia. Begitu juga penyebarannya sampai ke Afrika Selatan, Suriname, dan Madagaskar.
Di Indonesia sendiri selain di Pulau Jawa, suku Jawa ini tersebar ke berbagai kawasan, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup melalui transmigrasi yang dilakukan
sejak zaman belanda sampai sekarang. Di antara kawasan-kawasan yang menjadi tempat tinggal baru suku Jawa adalah Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi lampung, Provinsi
Bengkulu, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Propinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Papua Barat,
Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Utara, dan lain-lainnya. Di antara provinsi yang suku Jawanya berjumlah menonjol adalah Provinsi Sumatera Utara.
Seperti sudah dijelaskan pada Bab I, bahwa Sumatera Utara dahulu Sumatera Timur adalah sebuah provinsi yang mayoritas dihuni oleh suku Jawa sebagai suku
pendatang. Mereka selain bermigrasi atau transmigrasi juga membawa kesenian- keseniannya. Di antara kesenian itu yang paling menonjol adalah eksistensi jaran
kepang. Kesenian ini dijumpai merata hampir di sebahagian besar desa-desa yang
Universitas Sumatera Utara
mayoritas dihuni oleh suku Jawa di Sumatera Utara. Termasuk suku Jawa yang ada di kota Binjai. Seperti di desa yang menjadi tempat penelitian penulis ini. Kesemua faktor
tersebut di atas menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari kesenian jaran kepang di wilayah ini. Untuk itu perlu dideskripsikan tentang gambaran umum masyarakat Jawa
dalam konteks wilayah Sumatera Utara, khususnya Binjai yang mendukung keberadaan
seni jaran kepang ini.
Daerah kebudayaan Jawa dapat dikatakan sangat luas, yang meliputi bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Walaupun demikian, ada daerah-daerah yang secara
kolektif sering disebut daerah Kejawen. Sebelum ada perubahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu meliputi Banyumas Kedu, Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar tersebut dinamakan daerah pesisir dan ujung timur.
Kebudayaan Jawa semula berpusat di Surakarta, tetapi dengan terjadinya Perjanjian Giyanti 1755, antara raja Surakarta dan Yogyakarta, pusat kebudayaan Jawa
juga terdapat di Yogyakarta. Di berbagai daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaan,
seperti perbedaan mengenai berbagai istilah teknis, dialek, bahasa, dan lain sebagainya. Namun kalau diteliti lebih jauh hal-hal itu masih merupakan suatu pola atau satu sistem
dalam satu kebudayaan Jawa. Agama yang dianut mayoritas, penduduknya adalah agama Islam, kemudian
agama Kristen Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Orang santri adalah mereka yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan orang Islam
Kejawen biasanya tidak menjalankan shalat, puasa, dan tidak bercita-cita naik haji, tetapi mereka mengakui ajaran-ajaran agama Islam pada umumnya. Orang Jawa mempunyai
kepercayaan adanya suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang
Universitas Sumatera Utara
pernah mereka kenal, yakni kesakten, kemudian arwah atau roh leluhur dan mahluk-makhluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul, demit, jin, dan lain sebagainya.
Mahluk-mahluk tersebut bertempat tinggal di sekitar kediaman mereka. Menurut kepercayaan masing-masing mahluk-mahluk tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan,
ketentraman, dan keselamatan--tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pemikiran, kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Bila seseorang ingin hidup tanpa
menderita ganguan, ia harus berbuat sesuatu untuk mernpengaruhi alam semesta dengan berprihatin, berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan-makanan tertentu,
berselamatan, dan bersaji. Kedua cara terakhir ini kerap kali dijalankan oleh masyarakat Jawa di desa-desa pada waktu tertentu dalam peristiwa kehidupan sehari-hari. Selama
masa penelitian kedua cara ini pernah penulis sendiri saksikan. Cara pertama yaitu berselamatan atau selamatan. Dalam cara ini banyak yang mengundang jaran kepang
untuk memeriahkan dan lebih memantapkan keinginan mereka agar tercapai. Peristiwa yang pernah penulis saksikan sendiri adalah ketikaada seorang kakek yang cucunya sakit
selama berbulan-bulan kemudian dia berjanji jika nanti cucunya sembuh maka akan mengadakan selamatan dengan mengundang orang-orang di sekitar kampung untuk
makan dan mengundang grup jaran kepang. Peristiwa ini terjadi di desa selesai kabupaten langkat. Selain peristiwa itu penulis juga pernah melihat ketika pertunjukan grup kuda
kepang yang lain sedang mengamen di tengah-tengah pertunjukannya ada seorang ibu yang meminta anaknya disembuhkan karena sudah hampir seminggu badan anaknya
panas ketika itu ada seorang anak wayang yang sedang trance dan kemudian memanggil ibu itu sambil mengendong bayinya, tentunya hal ini terjadi setelah ada komunikasi
antara pawang dengan anak wayang yang sedang trance tersebut. Setelah mendekat si anak wayang tersebut memegang badan si anak kecil kemudian meminta segelas air putih
, dengan membaca mantra-mantra tertentu maka dia menyuruh ibunya untuk meminum
Universitas Sumatera Utara
air di dalam gelas tersebut. Setelah itu maka selesailah acara pengobatan tersebut. Selain itu ada juga acara selamatan ketika ada sebuah grup kuda kepang yang baru membentuk
grup yang baru. Ketika itu ada grup sebelumnya yang sudah bubar karena perselisihan anggota kemudian ada salah satu pemimpin di kelompok itu masih berkeinginan untuk
membentuk grup kuda kepang yang baru, karena keterbatasan dana maka ia membeli alat-alat gamelan yang bekas dari grup kuda kepang yang lain. Pada saat membeli alat-
alat gamelan itu Pak Surat sudah diberitahu untuk melakukan beberapa hal agar endang yang telah ada di gamelan itu tidak mengganggunya tetapi pak Surat tidak melakukan hal
tersebut dan akhirnya ia sakit sampai beberapa hari. Awalnya dia mengetahui penyebab kenapa dia sakit sampai suatu malam ia bermimpi dan endang yang di gamelan itu
menemuinya dan mengatakan kalau dia tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukannya yaitu membuat sesaji kepada endang itu. Setelah mengetahui penyebab
sakitnya pak Surat memutuskan untuk melakukan selamatan agar endang dalam gamelan itu tenang dan sekaligus persemian nama baru grup kuda kepang yang dibentuknya.
Dalam selamatan itu pak Surat mengatakan harus menyediakan nasi urap dan bubur merah putih kalau tidak ada maka selamatan itu tidak baik menurut tradisi yang
dianutnya. Selamatan juga terjadi ketika akan mulai bulan puasa. Menurut keterangan Pak Trisno sebelum memasuki bulan puasa grupnya akan melakukan pertujukan
penutupan. Artinya adalah agar endang yang ada di gamelan, jaran kepang , anak wayang dan seluruh peralatan grup kuda kepang agar tenang selama bulan puasa, ditambah lagi
oleh pak Trisno kalau dalam selamatan itu harus ada nasi urap dan bubur merah putih dan sebelum melakukan pertunjukan maka mereka harus makan bersama terlebih dahulu.
Cara kedua yaitu bersaji. Cara ini ketika tahun baru agama Islam. Pada waktu ini biasanya para pemain kuda kepang akan melakukan upacara selamatan sekaligus bersaji
sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan dan pembersihan diri agar terhindar dari
Universitas Sumatera Utara
mara bahaya. Penulis pernah melihat salah satu pawang kuda kepang yag bernama pak Legi melakukan upacara bersaji ketika tahun baru Islam. Pak legi melakukan
pembersihan barang-barang keramatnya dengan membakar kemenyan dan menyiapkan sebaskom air yang sudah dicampur dengan air jeruk purut untuk mencuci alat-alat pusaka
yang dimilikinya. Menurut pak Legi sehari sebelum melakukan pembersihan alat pusaka miliknya itu maka harus berpuasa terlebih dahulu agar doa-doa dan keinginannya
tercapai dan terhindar dari mara bahaya. Sedang kan bagi grup jaran kepang mereka akan melakukan pertunjukan tanpa ada yang mengundang dengan tujuan pembersihan diri
serta ucapan syujur kepada tuhan karena sampai saat itu mereka tetap bermain kuda kepang. Dalam acara ini biasaanya didahului dengan acara makan bersama dengan menu
nasi urap dan bubur merah putih setelah itu maka dilakukan pembersihan alat-alat kuda kepang dengan mencucinya menggunakan air yang telah dicampur dengan minyak wangi
cap ikan duyung dan jeruk purut. Orang Jawa meskipun pada umumnya diketahui sebagai penghuni daerah
agraris, mereka sejak zaman dahulu melakukan perpindahan dalam berbagai bentuk seperti perdagangan, pendudukan kerajaan-kerajaan Jawa, migrasi secara spontan, dan
sebagainya. Sebagai pedagang, umpamanya, mereka terkenal bergerak antar pulau- pulau di Nusantara, terutama membawa beras dan tekstil Sartono Kartodirdjo 1988:10.
Kerajaan-kerajaan yang muncul di pulau Sumatera di antaranya banyak yang silsilah raja-raja atau golongan bangsawannya merupakan keturunan orang-orang Jawa atau
yang menjalin hubungan perkawinan dengan pihak Kerajaan Jawa. Begitu juga Kerajaan Malaka. Kampung Jawa di sana-sini dibangun sejak zaman dahulu, seperti di
Daerah Deli terdapat pemukiman orang Jawa kira-kira 500 orang yang disebut Kota Jawa Luckman Sinar 1985:6, dan daerah Asahan sekitar Pasir Putih dikatakan
sebagai pemukiman orang Jawa beberapa abad sebelum kunjungan John Anderson
Universitas Sumatera Utara
Anderson 1971:136. Di Semenanjung Malaya juga terdapat sejumlah migran orang Jawa yang kini sudah turun-temurun dan menetap di situ.
Di samping itu, perpindahan orang Jawa secara besar-besaran dan mencolok dalam sejarah Indonesia adalah yang didatangkan oleh pihak perkebunan sebagai
tenaga kerja di Sumatera Timur. Sejak tahun 1880, dengan menggantikan kuli orang Tionghoa mereka mulai dibawa ke Sumatera Timur dan setelah tahun 1910
kedatangan mereka bertambah banyak. Mereka awalnya terikat dengan sebuah kontrak dengan disertai peraturan-peraturan tentang hukuman atas mereka yang disebut
Penale Sanctie. Namun demikian, sejak tahun 1911 dengan tiba-tiba kontrak kerja tersebut didasarkan pada kontrak yang merugikan para buruh Reid 1987:82-83.
Pada masa kini, perpindahan orang Jawa dilaksanakan dalam rangka kebijakan transmigrasi yang disponsori oleh pemerintah. Transmigrasi ini dilakukan
karena alasan pemerataan penduduk dan padatnya penduduk di pulau Jawa, kekurangan lahan pertanian, dan kemiskinan di pedesaan Jawa pada umumnya. Orang
Jawa pada hakekatnya mempunyai watak yang senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan orang di lingkungannya, dan mementingkan keharmonisan. Meskipun orang-
orang Jawa yang lahir di Sumatera sering disebut Pujakesuma, watak dan kebiasaan yang berdasarkan budaya mereka sendiri tetap disampaikan daripada orang tuanya.
Mereka mengatasi ego dan nafsu demi ketenangan hidup dan kebijaksanaan, dan sukarela bekerja untuk umum dengan cara gotong-royong. Para migran orang Jawa
yang umumnya terdiri dari petani kecil hidup sederhana, dan menerima kesengsaraan dengan menganggap hidupnya memang begitu. Namun tak lupa mempertahankan
nama dan harga dirinya Sadarmo dan R. Suyono 1985:2.
2.2 Sistem Kekerabatan.