Fluktuasi harga dan klasifikasi hasil penjualan

4.2.1. Fluktuasi harga dan klasifikasi hasil penjualan

Tidak stabilnya harga produksi jeruk membawa dampak buruk bagi kelangsungan pertanian jeruk di Desa Singa. Petani berasumsi bila harga jeruk terus mengalami penurunan maka dikhawatirkan petani jeruk Desa Singa tidak mampu mengeluarkan biaya pemeliharan. Menurut petani jeruk di Desa Singa, anjloknya harga jeruk terjadi pada saatnya musim buah. Selain itu, banyaknya petani jeruk di Tanah Karo yang memproduksi buah jeruk membuat harga buah jeruk menurun. Kemudian, permintaan akan buah jeruk berkurang dengan adanya musim buah durian, mangga, rambutan dan lainya. Pada tahun 201011, harga jeruk paling rendah pernah mencapai Rp.800 Kg. Dengan harga ini, hasil penjualan buah jeruk tidak bisa menutupi kebutuhan rumah tangga dan biaya pemeliharaan tanaman jeruk, sedangkan harga yang diharapkan petani jeruk di Desa Singa agar tidak mengalami kerugian adalah diatas dari Rp.2.000Kg. Harga paling tinggi tahun 201011 mencapai Rp.5.000Kg, akan tetapi pada saat harga tinggi produksi yang di hasilkan hanya sedikit saja sehingga tidak mendapat untung yang banyak. Dalam masalah harga produksi, petani jeruk mempunyai pandangan sendiri dalam menentukan harga jeruk tinggi, biasa atau sedang, dan rugi atau murah. Hal ini dapat terlihat ketika petani jeruk sesudah dan sebelum transaksi uang antara petani dan pembeli buah jeruk dan ketika terjadinya komunikasi antara sesama petani di warung kopi bagi kaum laki-laki dan di rumah-rumah petani saat melakukan arisan dan perkumpulan kegiatan agama. Dalam menentukan harga buah jeruk tinggi petani Desa Singa tidak hanya menyebutkan angka nominal harga, akan tetapi sebagian petani bila ada yang bertanya mengenai harga jeruknya ia akan menjawab melalui sebuah perumpamaan. Hal ini dapat terlihat ketika adanya perbincangan sesama petani dengan menentukan harga melalui sebuah ungkapan, seperti ketika pada suatu warung atau perkumpulan ada pembahasan terlintas dan salah satu petani bertanya, “asakai erga rimo kena ndai?” berapa harga jeruk kalian tadi, maka petani yang ditanya akan menjawab dengan sedikit reaksi senyum,” e bias-bias nukur anak lembu sada kel ah je,” artinya harga jeruk cukup untuk membeli satu anak lembu, dan sebagian petani yang ditanya akan menjawab,”bias-bias belanja anak sekolah enca” artinya harga jual jeruknya hanya cukup untuk belanja anak sekolah. Pada saat harga jeruk biasa atau sedang, perumpamaan melalui sebuah ungkapan di dalam perbincangan akan berbeda pada saat harga jeruk tinggi menurut petani. Dalam sebuah perbincangan di sebuah warung kopi dan dalam sebuah perkumpulan maka akan terdengar perbincangan antara petani yang satu dengan petani yang lain. Salah satu petani akan bertanya “uga erga rimo kena ndai?” artinya petani yang satu bertanya berapa harga jeruk kalian tadi, dan petani yang ditanya akan menjawab demikian,” eh....bias-bias nukur ikan rumah je” artinya hasil penjualan buah jeruknya cukup-cukup beli ikan di rumah. Lain itu, sebagian petani akan menjawab “ eh..bias-bias nama nakanna enca” artinya hasil penjualan buah jeruknya hanya cukup untuk memberi makan tanaman jeruk. Pada saat harga jeruk murah atau rugi, perbincangan yang terdengar tidak hanya terjadi di sebuah warung kopi atau sebuah pertemuan kegiatan agama. Hal ini ditandai dengan penentuan harga murah atau rugi lebih sering muncul ketika petani jeruk Desa Singa menjual hasil produksi jeruknya ke pasar. Perbincangan yang terdengar dapat dijumpai pada saat menunggu mobil di stasion. Perbincangan ini juga terdengar saat di bus mini saat perjalanan ke desa dan sesampainya di desa. Perbincangan seperti ini pada umumnya terjadi pada kaum ibu-ibu, karena di Desa Singa dalam penjualan hasil produksi pertanian sangat jarang dilakukan kaum laki-laki. Dalam perbincanganya akan terdengar salah satu petani bertanya kepada petani lain,” asakai erga rimo kena ndai?” artinya petani mempertanyakan berapa harga jeruk kalian tadi, maka petani yang di jawab dengan reaksi agak murung “ yah...nukur keranjangna pe la mulih” artinya hasil penjualan jeruknya tidak bisa menutupi biaya pembelian keranjang untuk buah jeruk. Lain itu, ada sebagian petani akan menjawab “ cilaka...nggalari tukang kilona pe ngutang” artinya untuk bayar tukang kilo yang ada di pasar saja sudah ngutang.

4.2.2. Iklim yang Sulit Ditebak