Pada saat harga jeruk murah atau rugi, perbincangan yang terdengar tidak hanya terjadi di sebuah warung kopi atau sebuah pertemuan kegiatan agama. Hal
ini ditandai dengan penentuan harga murah atau rugi lebih sering muncul ketika petani jeruk Desa Singa menjual hasil produksi jeruknya ke pasar. Perbincangan
yang terdengar dapat dijumpai pada saat menunggu mobil di stasion. Perbincangan ini juga terdengar saat di bus mini saat perjalanan ke desa dan
sesampainya di desa. Perbincangan seperti ini pada umumnya terjadi pada kaum ibu-ibu, karena di Desa Singa dalam penjualan hasil produksi pertanian sangat
jarang dilakukan kaum laki-laki. Dalam perbincanganya akan terdengar salah satu petani bertanya kepada petani lain,” asakai erga rimo kena ndai?” artinya petani
mempertanyakan berapa harga jeruk kalian tadi, maka petani yang di jawab dengan reaksi agak murung “ yah...nukur keranjangna pe la mulih” artinya hasil
penjualan jeruknya tidak bisa menutupi biaya pembelian keranjang untuk buah jeruk. Lain itu, ada sebagian petani akan menjawab “ cilaka...nggalari tukang
kilona pe ngutang” artinya untuk bayar tukang kilo yang ada di pasar saja sudah ngutang.
4.2.2. Iklim yang Sulit Ditebak
Iklim yang sulit ditebak menjadi masalah serius bagi petani jeruk Desa Singa. Hal ini terlihat ketika sesama petani sedang berbincang-bincang dan sangat
mengeluhkan mengenai iklim. Dari perbincangan antara sesama petani, petani sering melontarkan beberapa ungkapan untuk mengatakan iklim sangat buruk,
seperti : “wari pe la mejile sendah”
66
66
Secara harafiah wari adalah hari dalam bahasa suku Karo, tetapi dalam perbincangan antara sesama petani wari adalah cuaca
cuaca pun tidak bagus sekarang, ungkapan seperti ini sering terdengar dalam perbincangan pada saat musim kemarau. Pada
musim hujan, perbincangan yang terdengar sesama petani yang mengeluhkan mengenai cuaca seperti : “ adi bage-bage lalap wari e labo kap kujuma-kujuama,
tah kai nge kari pan” artinya petani mengeluhkan bila cuaca terus seperti ini ntah kapan ke ladangnya dan mau makan apa nantinya.
Iklim yang tidak menentu menjadi suatu ancaman bagi petani jeruk Desa Singa. Hal ini ditandai mulai tahun 2004 udan baho baca bab II sub Topografi
Desa sudah mulai menerpa tanaman petani. Udan baho merusak buah tanaman jeruk pada bagian daun, buah, dan bunga. Pada bagian daun dan bunga, menurut
petani jeruk di Desa Singa tidaklah terlalu merugikan bagi petani, karena pada bagian daun udan baho hanya sedikit merusak dan mengugurkan daun sehingga
memperlambat pembakaran makanan untuk bunga dan buah, sedangkan untuk bunga hanya mengurangi jumlah buah yang muncul dari bunga.
Hal yang paling merugikan dari munculnya udan baho ini adalah merusak buah tanaman jeruk, karena pada saat udan baho jatuh akan membuat buah jeruk
menimbulkan bintik-bintik sehingga sulit untuk menjualnya. Buah yang sudah terkena udan baho sangat jarang dijual ke pasar komoditi luar kota, walaupun
dijual harus betul-betul dipitah atau dipilih-pilih mana yang layak untuk dijual. Lainnya, buah jeruk akan dijual hanya untuk dijadikan sebagai jeruk peras di
pasar atau dibeli langsung oleh pembeli ke desa.
Iklim lain yang merugikan bagi petani jeruk di Desa Singa adalah musim kemarau dan musim hujan yang berkepanjangan. Pada musim kemarau yang
berkepanjangan mendorong petani jeruk harus melakukan pemeliharaan tanaman jeruk yang lebih rumit dalam pemupukan. Pada musim ini, kegiatan pemupukan
yang dilakukan petani harus memiliki tahapan yang berbeda pada saat musim hujan. Pada musim ini petani harus melakukan pengkorekan baca sistem
pemupukan oleh petani jeruk di Desa Singa di bab III sub pemeliharaan bagian pemupukan pada sekitar pohon untuk mempermudah penyerapan zat dari pupuk
yang ditaburkan. Pada saat musim hujan berkepanjangan memang dari sisi pemupukan
sangat menguntungkan bagi petani untuk penyerapan pupuk. Akan tetapi, menurut petani jeruk di Desa Singa sangat merugikan bila hujan yang berkepanjangan.
Hujan yang berkepanjangan ini sangat mengganggu rutinitas petani sehari-hari. Selain mengganggu rutinitas petani, musim hujan juga mengganggu kegiataan
petani dalam penyemprotan pestisida, karena pada musim ini pestisida yang telah disemprotkan ke tanaman jeruk akan dibersihkan kembali oleh hujan sehingga
pestisida yang disemprotkan tidak berfungsi. Selain penyemprotan yang dilakukan petani terhadap tanaman jeruk tidak berfungsi petani jeruk juga mengalami
kerugian dari segi biaya pembelian pestisida, karena bila tanaman jeruk yang baru disemprot langsung terkena hujan pada sebagian petani terpaksa melakukan
penyemprotan kembali untuk mendapat hasil yang lebih baik.
4.2.3. Hama dan Penyakit