11
bahan tambahan. Bahan baku yang digunakan adalah tepung jagung ukuran 100 mesh dan bahan tambahan yang digunakan adalah air dan garam. Menurut Astawan 2004, air berfungsi sebagai
media reaksi yang penting untuk proses gelatinisasi. Selain itu, air juga berfungsi untuk melarutkan garam sebelum dicampur dengan tepung jagung. Dalam pembuatan mi, penambahan garam berfungsi
untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas, elastisitas mi, dan mengikat air Astawan, 2004.
Menurut Wijaya 2010, penambahan air sebanyak 70 akan menghasilkan tepung semi basah. Pengukusan adonan selama 15 menit menghasilkan adonan semi basah dan setelah dikukus
warna adonan terlihat seragam kuning cerah. Bila air yang ditambahkan terlalu sedikit maka proses gelatinisasi kurang sempurna sehingga pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat
mengikat adonan secara baik adonan sulit dibentuk. Selain itu pengukusan pertama selama 15 menit menghasilkan mi dengan nilai persen elongasi terbesar Wijaya, 2010.
Adonan yang telah dikukus dimasukkan ke dalam ekstruder pencetak dan mengalami pencampuran di dalam ekstruder, adonan keluar melalui lubang die ekstruder khusus untuk mi. Mi
yang dihasilkan lurus, tidak lengket, warna mi seragam, dan elastis. Selama proses ekstrusi, adonan mi harus diberikan tekanan secara manual. Pemberian tekanan perlu dilakukan karena diperkirakan
tekanan yang diterima tidak sama oleh tiap bagian adonan. Menurut Zulkhair 2009, pemberian tekanan meningkatkan kekompakan antar partikel dalam untaian mi yang dihasilkan, adonan yang
lebih kompak mampu meningkatkan persen elongasi dan menurunkan KPAP mi. Mi basah yang dihasilkan mendapatkan tekanan yang sama saat pertama kali keluar hingga adonan tepung habis di
dalam ekstruder. Pada pengukusan kedua mi selama 15 menit, mi yang dihasilkan matang, lunak, elastis, dan
warna mi kuning seragam kuning cerah. Kematangan dapat dilihat dari ratanya tingkat kematangan mi sampai lapisan yang paling dalam, ditandai dengan tidak adanya warna khas tepung mentah pada
diameter mi. Pada pengukusan kedua ini terjadi proses gelatinisasi yang sempurna Moss et al., 1987 dalam Kruger et al. 1996.
Mi jagung instan merupakan hasil dari proses pengeringan mi jagung basah setelah proses pengukusan mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat disimpan lebih lama dengan
menghilangkan sebagian besar air. Diharapkan kadar air yang diperoleh sesuai dengan SNI 01-3551- 2000 yaitu ≤10 bb. Pada penelitian ini metode pengeringan yang digunakan adalah pengeringan
menggunakan proses penggorengan dalam deep fat fryer.
3. Rheologi Mi
Reologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan Faridi, 1994. Pada bahan padat reologi merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan pada bahan cair
merupakan hubungan antara gaya dengan aliran. Sifat reologi merupakan salah satu penentu kualitas produk pasta seperti mi. Pada mi dengan bahan baku tepung jagung, sifat reologi dipengaruhi oleh
kandungan amilosa dan amilopektin. Hal ini disebabkan karena tepung jagung tidak memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang cohesive-elastic dengan penambahan air
Fadillah, 2005. Sifat reologi yang diamati pada mi antara lain kekerasan, daya kohesif cohesiveness, dan
kelengketan menggunakan texture analyzer, serta elongasi dan kekuatan tarik tensile strength menggunakan rheoner. Kekerasan hardness merupakan daya pada kompresi maksimum atau
besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel hingga ketebalan tertentu Hatorangan, 2007. Kekerasan pada produk mi didefinisikan sebagai kekuatan yang diperlukan untuk memotong mi
denga n gigi D’egidio, 1996. Menurut Etikawati 2007, amilosa terlarut akan mempengaruhi tingkat
12
kekerasan mi. Tingginya jumlah amilosa terlarut akan meningkatkan kekerasan mi karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama lain dengan matriks pengikat. Selain itu amilosa juga akan
mengalami retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan mi. Daya kohesif cohesiveness atau konsistensi mi merupakan kekuatan dari ikatan internal
untuk menahan struktur mi. Mi yang terlalu kohesif sulit untuk dikunyah dan dihancurkan dengan gigi D’egidio, 1996. Daya kohesif atau konsistensi disebabkan oleh kompaknya tekstur mi akibat
gelatinisasi pati. Pati yang tergelatinisasi akan mengeluarkan amilosa dari granula pati leaching,
mengisi rongga-rongga diantara amilopektin, dan memperkuat struktur mi Hartorangan, 2007. Kelengketan adhesiveness merupakan gaya yang dimiliki oleh permukaan mi matang untuk
menempel dengan materi lain lidah, jari, gigi, dan langit-langit mulut D’egidio, 1996. Kelengketan
pada produk mi diakibatkan oleh lepasnya pati selama proses pemasakan berlangsung dan rasio amilosa dan amilopektin Etikawati, 2007. Pati jagung P-21 memiliki kandungan amilosa 23.04
dan amilopektin 43.52 dari total pati. Semakin tinggi kadar amilopektinnya, mi akan makin lengket. Persen elongasi adalah pertambahan panjang mi akibat gaya tarikan. Mi dengan persen
elongasi tinggi menunjukkan karakteristik mi yang tidak mudah putus. Sifat ini penting karena kita tidak menginginkan mi yang putus-putus saat dimakan. Elliason dan Gudmunsson 1996 menyatakan
bahwa tingginya amilosa terlarut dan tingginya kemampuan pengembangan granula mampu meningkatkan ekstensibilitas mi. Hal ini menunjukkan kecukupan gelatinisasi sangat menentukan sifat
elongasi mi. Tensile strength merupakan gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik untaian mi
hingga putus. Tensile strength menunjukkan kekuatan resistensi terhadap peregangan. Rheoner merupakan alat yang digunakan untuk mengukur persen elongasi dan tensile strength dengan cara
mengukur gaya yang diperlukan sampai bahan mi putus Szczesniak dalam Peleg dan Bagley, 1983.
E. Ekstrusi