26
2. Uji Hedonik
Uji rating hedonik, digunakan untuk mengukur intensitas kesukaan panelis terhadap keseluruhan atau atribut sensori warna, tekstur, atau aroma dari beberapa sampel Waysima dan,
Adawiyah 2008. Uji ini dilakukan terhadap produk mi jagung instant dengan penambahan BTP yang telah direhidrasi. Dalam penyajiannya, mi tidak ditambahkan bumbu penyedap dan kuah. Panelis yang
digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Panelis diminta menilai intensitas kesukaannya terhadap atribut sensori.
Atribut sensori yang akan dinilai kesukaannya adalah warna, elastisitas, kekerasan, ekstensibilitas, kelengketan, dan keseluruhan. Sampel dinilai dari sebelah kiri terlebih dahulu, untuk
menilai kekerasan dan elastisitas panelis diminta mengunyah sampel, untuk penilaian ekstensibilitas, panelis diminta menarik untaian mi hingga putus, mi yang tidak mudah putus menunjukkan
ekstensibilitas yang baik. Sedangkan untuk menilai kelengketan, panelis diminta untuk merasakan kelengketan sampel mi dengan mengambil untaian mi menggunakan telunjuk dan ibu jari serta
melakukan pengamatan pada penampakan kelengketan antar mi. Penilaian yang digunakan ada lima kategori penilaian dengan skor 1-10, yaitu: sangat suka
10-9, suka 8-7, agak sukaagak tidak suka 6-5, tidak suka 4-3, dan sangat tidak suka 2-1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan BTP terhadap tingkat kesukaan panelis, dilakukan analisis
ragam terhadap data hasil uji organoleptik menggunakan software SPSS 15. Jika berdasarkan analisis ragam ANOVA dinyatakan ada pengaruh nyata pada perlakuan, dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan. Uji Duncan menjaga agar nilai α tetap maksimum pada 5.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian dengan 70 orang panelis berasal dari mahasiswa panelis yang digunakan homogen. Sehingga penilaian kesukaan terhadap
sampel mi dilakukan pada sebagian mahasiswa yang sudah tahu sebelumnya atau sudah pernah mendengar mengenai mi jagung.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant
Mi jagung yang telah mengalami proses pengukusan kedua selanjutnya pengalami proses dehidrasi untuk mengurangi kadar air mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat
disimpan lebih lama dengan menghilangkan sebagian besar air. Proses dehidrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggorengan menggunakan deep fat fryer dan pengeringan menggunakan
cabinet dryer. Optimasi proses penggorengan perlu dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu yang tepat,
sehingga didapat produk dengan kematangan dan karakteristik yang baik. Mi jagung instant yang diinginkan adalah mi dengan penampakan yang seragam baik dari warna maupun tekstur. Untaian mi
yang telah digoreng memiliki penampakkan halus dan tidak terdapat penggembungan puffing yang biasa terdapat pada produk yang mengandung pati. Ilustrasi proses penggorengan mi jagung instant
dalam deep fat fryer disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 . Proses penggorengan mi jagung instant
1. Penentuan Suhu Penggorengan Optimum
Penentuan suhu penggorengan optimum dilakukan pada kisaran suhu 100 C hingga 150
C pada deep fat fryer. Parameter yang digunakan untuk penentuan suhu optimum penggorengan adalah
penampakan fisik mi. Hasil penggorengan mi selama 2 menit pada masing-masing suhu diamati secara visual pada munculnya penggembungan di permukaan untaian mi. Lama penggorengan selama
2 menit digunakan pada penentuan suhu karena umumnya mi instant di industri pangan digoreng selama 1-2 menit. Setelah dilakukan penggorengan pada suhu yang berbeda, didapat kisaran suhu
penggorengan yang tidak menyebabkan penggembungan pada permukaan mi, yaitu suhu 100 C,
110 C, dan 120
C. Sementara pada suhu 130 C, terjadi penggembungan yang menyebabkan hasil
rehidrasi mi menjadi patah-patah dan adanya ketidakseragaman warna mi instant yang dihasilkan. Berdasarkan pengamatan secara visual, penggorengan pada suhu 100
C, 110 C, dan 120
C tidak cukup untuk menguapkan air dari untaian mi, hal ini disebabkan suhu minyak yang tidak cukup
panas untuk menguapkan air selama waktu penggorengan 2 menit. Akibatnya mi yang dihasilkan terkesan masih mentah dan basah serta minyak yang terbawa sangat banyak. Penggunaan suhu
penggorengan yang lebih rendah menyebabkan waktu penggorengan semakin lama, untuk itu waktu penggorengan mi harus ditingkatkan. Karakteristik mi jagung instant yang digoreng pada berbagai
suhu selama 2 menit disajikan pada Tabel 12.
Menurut Astawan 2004 proses pengorengan mi instant dilakukan dengan menggunakan minyak goreng bersuhu 150
C selama 100 detik sehingga kadar air mi turun dan mi menjadi kering dan padat. Namun perlakuan suhu penggorengan tersebut berdampak pada banyaknya
penggembungan di seluruh permukaan mi yang menyebabkan mi menjadi rapuh dan mudah putus saat