Penentuan Suhu Penggorengan Optimum

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant

Mi jagung yang telah mengalami proses pengukusan kedua selanjutnya pengalami proses dehidrasi untuk mengurangi kadar air mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat disimpan lebih lama dengan menghilangkan sebagian besar air. Proses dehidrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggorengan menggunakan deep fat fryer dan pengeringan menggunakan cabinet dryer. Optimasi proses penggorengan perlu dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu yang tepat, sehingga didapat produk dengan kematangan dan karakteristik yang baik. Mi jagung instant yang diinginkan adalah mi dengan penampakan yang seragam baik dari warna maupun tekstur. Untaian mi yang telah digoreng memiliki penampakkan halus dan tidak terdapat penggembungan puffing yang biasa terdapat pada produk yang mengandung pati. Ilustrasi proses penggorengan mi jagung instant dalam deep fat fryer disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 . Proses penggorengan mi jagung instant

1. Penentuan Suhu Penggorengan Optimum

Penentuan suhu penggorengan optimum dilakukan pada kisaran suhu 100 C hingga 150 C pada deep fat fryer. Parameter yang digunakan untuk penentuan suhu optimum penggorengan adalah penampakan fisik mi. Hasil penggorengan mi selama 2 menit pada masing-masing suhu diamati secara visual pada munculnya penggembungan di permukaan untaian mi. Lama penggorengan selama 2 menit digunakan pada penentuan suhu karena umumnya mi instant di industri pangan digoreng selama 1-2 menit. Setelah dilakukan penggorengan pada suhu yang berbeda, didapat kisaran suhu penggorengan yang tidak menyebabkan penggembungan pada permukaan mi, yaitu suhu 100 C, 110 C, dan 120 C. Sementara pada suhu 130 C, terjadi penggembungan yang menyebabkan hasil rehidrasi mi menjadi patah-patah dan adanya ketidakseragaman warna mi instant yang dihasilkan. Berdasarkan pengamatan secara visual, penggorengan pada suhu 100 C, 110 C, dan 120 C tidak cukup untuk menguapkan air dari untaian mi, hal ini disebabkan suhu minyak yang tidak cukup panas untuk menguapkan air selama waktu penggorengan 2 menit. Akibatnya mi yang dihasilkan terkesan masih mentah dan basah serta minyak yang terbawa sangat banyak. Penggunaan suhu penggorengan yang lebih rendah menyebabkan waktu penggorengan semakin lama, untuk itu waktu penggorengan mi harus ditingkatkan. Karakteristik mi jagung instant yang digoreng pada berbagai suhu selama 2 menit disajikan pada Tabel 12. Menurut Astawan 2004 proses pengorengan mi instant dilakukan dengan menggunakan minyak goreng bersuhu 150 C selama 100 detik sehingga kadar air mi turun dan mi menjadi kering dan padat. Namun perlakuan suhu penggorengan tersebut berdampak pada banyaknya penggembungan di seluruh permukaan mi yang menyebabkan mi menjadi rapuh dan mudah putus saat 28 direhidrasi. Proses penggorengan tersebut akan menghasilkan tekstur mi yang krispi dan mudah patah serta warna mi yang tidak merata. Sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat mi jagung instant. Tabel 12. Hasil penggorengan mi jagung instant pada berbagai suhu. Waktu menit Suhu C Karakteristik Mi yang Dihasilkan 2 100 Mi masih basah, tidak terjadi proses penguapan uap air pada mi, warna mi hampir sama dengan mi basah. Minyak yang terbawa banyak. 2 110 Mi masih basah, terjadi sedikit proses penguapan uap air pada mi, warna mi hampir sama dengan mi basah. Minyak yang terbawa banyak 2 120 Mi belum matang dan alot, terjadi proses penguapan uap air pada mi, tidak ada penggembungan. Minyak yang terbawa cukup banyak. 2 130 Mi agak alot, terjadi penggembungan di tepian mi. Warna mi tidak seragam. Minyak yang terbawa sedikit. 2 140 Mi matang, terjadi banyak penggembungan di tepian mi. Warna mi tidak seragam. Minyak yang terbawa sedikit. 2 150 Mi matang, penggembungan merata keseluruh bagian mi, warna mi seragam di seluruh permukaan mi. Minyak yang terbawa sedikit. Menurut McDonough 2001 menggoreng pada dasarnya menguapkan massa air dan menggantinya dengan minyak. Saat mi jagung dimasukkan ke dalam minyak panas ≥ 130 C, kadar air turun sementara minyak masuk ke dalam rongga mi. Air meninggalkan untaian mi dalam bentuk uap dan membuat terowongan serta lubang udara yang memberikan mi, perbanyakan jaringan seperti bunga karang yang kecil dan seragam. Pati yang telah tergelatinisasi memiliki jaringan yang kuat sehingga udara tidak dapat keluar dengan mudah dari jaringan dan tertahan oleh lapisan crust yang menyebabkan terjadinya penggembungan. Untuk mengurangi terbentuknya penggembungan pada permukaan untaian mi, suhu penggorengan harus lebih rendah untuk menurunkan laju penguapan air sehingga waktu penggorengan yang digunakan juga semakin lama. Tepung jagung P-21 memiliki kandungan amilopektin 65,38 yang lebih banyak dibandingkan amilosa 34,62 dari total pati. Amilopektin yang tinggi dan kurangnya air yang tersedia akan menyebabkan penggembungan produk pati selama pengolahan pada suhu tinggi. Suhu yang digunakan untuk menggoreng mi jagung adalah 100 C, 110 C, dan 120 C, suhu tersebut cukup rendah sehingga tidak terjadi penggembungan pada untaian mi. Gelatinisasi tambahan terjadi selama proses penggorengan, menurut Kim 1996 proses penggorengan menyebabkan: 1 pengurangan kadar air pada mi; 2 menambahkan minyak ke dalam mi; 3 memberikan gelatinisasi tambahan pada mi. Hal ini juga didukung oleh Juliano dan Sakurai 1985 yang menyatakan derajat gelatinisasi dari mi ekstrusi yang telah di kukus mi basah matang adalah sekitar 65-70, dengan permukaan mi tergelatinisasi 98 sementara bagian tengah mi hanya tergelatinisasi 55.

2. Penentuan Waktu Penggorengan