commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan suatu pendidikan tidak terlepas dari keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi
dua arah yang dilakukan oleh guru dan siswa. Mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik.
Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru, dilaksanakan untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran. Pada tahun pelajaran 20102011, SMA Negeri 1 Klaten mempunyai
jumlah siswa sebanyak 953 yang terbagi dalam 30 kelas. Kelas X sebanyak sepuluh kelas; kelas XI sebanyak sepuluh kelas, yang terdiri dari delapan kelas
program IPA dan dua kelas program IPS; serta kelas XII sebanyak sepuluh kelas, yang terdiri dari delapan kelas program IPA dan dua kelas program IPS. Dari
jumlah kelas yang cukup banyak tersebut maka diperlukan fasilitas yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh siswa untuk menunjang proses pembelajaran IPA,
khususnya kimia. Kebutuhan fasilitas untuk mendukung proses pembelajaran kimia yang dimaksud adalah kebutuhan akan peralatan dan bahan untuk
melaksanakan pembelajaran kimia di laboratorium. Padahal kenyataan yang ada
commit to user 2
menunjukkan bahwa sekolah ini hanya memiliki satu bangunan laboratorium kimia dan peralatan laboratorium yang kurang lengkap. Ditinjau dari
perbandingan jumlah siswa dengan jumlah laboratorium yang ada tersebut maka hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri dalam upaya membelajarkan kimia
yang berorientasi pada proses dan sikap. Jumlah peralatan laboratorium kimia yang ada belum mampu mencukupi kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran
kimia. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang dapat mengatasi, minimal dapat mengurangi, masalah yang ada pada proses pembelajaran kimia. Salah satu
strategi untuk mengatasi keterbatasan jumlah laboratorium dan peralatannya tersebut adalah dengan pengadaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang
dimaksud diharapkan dapat mengatasi keterbatasan alat dan mampu menggantikan peran laboratorium pada proses pembelajaran kimia. Adapun
beberapa alternatif media pembelajaran tersebut antara lain: laboratorium riil, laboratorium virtual, animasi, video, dll. Meskipun telah ada beberapa media
pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran kimia namun guru belum menerapkan media pembelajaran tersebut secara variatif.
Pembelajaran yang berkualitas menekankan perlunya keterlibatan langsung peserta didik dalam proses belajar mengajar. Orientasi pembelajaran
kimia harus lebih ditujukan kepada peran aktif siswa untuk belajar, dan guru hanya sebagai fasilitator pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode
pembelajaran yang mampu membelajarkan konsep kimia kepada siswa dengan berorientasi pada proses dan sikap. Metode pembelajaran yang tepat harus mampu
membelajarkan siswa bagaimana cara memperoleh pengetahuan, bukan hanya
commit to user 3
menerima pengetahuan. Karena menurut Bruner, pengetahuan yang diperoleh siswa dari penemuannya sendiri akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat.
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan konsep kimia secara aktif kepada siswa, antara lain: eksperimen, demonstrasi,
inquiry, discovery, dan lain-lain. Meskipun telah banyak metode pembelajaran kimia yang berorientasi pada aktivitas siswa, namun metode ini belum banyak
digunakan oleh para guru untuk membelajarkan IPA, khususnya kimia, di kelas. Materi IPA, khususnya kimia, tidak dapat terlepas dari satu kesatuan yang
terdiri atas proses, produk, dan sikap. Proses sains dalam mempelajari IPA akan berjalan sesuai dengan kaidah yang benar manakala subjek yang melaksanakan
proses tersebut memiliki sikap ilmiah yang memadai. Sikap ilmiah yakni suatu kecenderungan seseorang untuk berperilaku dan mengambil tindakan pemikiran
ilmiah yang sesuai dengan metode ilmiah. Dalam lingkup yang lebih luas, sikap ilmiah menjadi ciri kompetensi seorang ilmuwan. Hal ini berarti bahwa seseorang
dikatakan memiliki kompetensi seorang ilmuwan jika pada dirinya ditemukan sikap ilmiah sebagai cerminan dari penghayatannya terhadap proses dan produk
sains. Dengan demikian, sikap ilmiah sangat penting untuk diperhatikan guru dalam mempelajari sains, khususnya kimia.
Setiap peserta didik memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Karakteristik tersebut tercermin dalam cara atau gaya belajar yang berbeda dari
setiap siswa. Gaya belajar mengacu pada dengan cara bagaimana seseorang lebih senang untuk belajar. Secara umum, gaya belajar dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Siswa dengan gaya belajar
commit to user 4
visual tentu saja berbeda ciri dan karakteristiknya dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, begitupun dengan yang kinestetik. Oleh karena gaya
belajar setiap individu siswa berbeda-beda maka diperlukan perhatian dan perlakuan yang berbeda juga. Siswa dengan gaya belajar visual seharusnya
diakomodasi dengan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik gaya belajarnya. Begitu juga dengan siswa yang memiliki gaya
belajar auditorial dan kinestetik. Tujuannya tidak lain adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga prestasi belajar kimia siswa dapat
ditingkatkan. Selain faktor sikap ilmiah dan gaya belajar siswa, masih ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar kimia siswa, antara lain: aktivitas belajar, kemampuan awal, tingkat kecerdasan IQ, kreativitas, motivasi
berprestasi siswa dan lain-lain. Meskipun faktor-faktor tersebut diketahui telah dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar kimia siswa namun hal ini kurang dapat
diperhatikan oleh para guru. Studi penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor- faktor tersebut terhadap prestasi belajar kimia siswa juga masih perlu untuk
ditingkatkan. Dengan demikian, penting bagi guru untuk memperhatikan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar kimia siswa untuk dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Metode dan media pembelajaran kimia yang telah dijelaskan sebelumnya
lebih terfokus pada pemberian pengalaman belajar langsung kepada siswa. Guru sebagai fasilitator pembelajaran perlu menekankan pembelajaran yang bermanfaat
bagi siswa. Jika penerapan metode serta media dalam pembelajaran kimia kurang
commit to user 5
tepat maka hal ini akan berakibat pada rendahnya prestasi belajar kimia siswa, kurangnya motivasi siswa untuk mempelajari kimia, serta pembelajaran kimia
menjadi kurang bermanfaat. Oleh karena itu, pemilihan metode serta media dalam pembelajaran kimia menjadi sesuatu yang sangat penting manakala tolok ukur
keberhasilan pembelajaran tersebut kurang dapat menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kenyataan yang ada adalah prestasi belajar kimia belum
optimal dan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal KKM. Hal inilah yang akan menjadi perhatian serius dalam upaya meningkatkan prestasi belajar kimia
siswa. Baik prestasi belajar kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman siswa, prestasi belajar afektif yang berkenaan dengan sikap dan
kecakapan hidup seseorang, serta prestasi belajar psikomotor yang erat kaitannya dengan skill atau keterampilan siswa. Ketiganya merupakan satu kesatuan hasil
belajar yang tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya. Namun, guru hanya cenderung untuk mengukur prestasi belajar siswa pada aspek kognitif saja.
Padahal ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri- sendiri. Oleh karena itu, diperlukan studi lanjut untuk mengukur prestasi belajar
siswa dari ketiga aspek tersebut. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah
masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
commit to user 6
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil belajar yang diperoleh siswa kurang bermanfaat. Terlebih lagi untuk pelajaran kimia di kelas XI. Ada beberapa
materi bahan ajar kimia yang disampaikan di kelas XI program IPA, antara lain: struktur atom, energetika, laju reaksi, dan kesetimbangan kimia, namun materi
bahan ajar kimia tersebut belum disampaikan secara baik oleh guru. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat untuk
membelajarkan materi tersebut kepada siswa agar lebih bermakna. Metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap penerimaan materi
pelajaran yang disampaikan guru terhadap siswa. Pembelajaran kimia dengan metode yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk belajar dan meningkatkan
prestasi belajar siswa. Peneliti memilih materi laju reaksi dengan alasan prestasi kognitif laju reaksi belum sesuai harapan jika ditinjau dari kriteria ketuntasan
minimal KKM. Di SMA Negeri 1 Klaten pada kelas XI IPA, dua tahun terakhir nilai KKM materi laju reaksi adalah 70. Data prestasi belajar kimia siswa SMA
Negeri 1 Klaten pada materi pokok laju reaksi ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Prestasi Belajar Laju Reaksi Siswa SMA Negeri 1 Klaten Tahun Pelajaran
Laju Reaksi Persentase nilai
lebih besar dari KKM
Persentase nilai lebih kecil dari
KKM KKM
Nilai rata- rata
20082009 70
68,50 57,82
42,18 20092010
70 67,09
56,52 43,48
Prestasi belajar merupakan satu kesatuan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada umumnya, guru hanya mengukur prestasi belajar
aspek kognitif saja sehingga prestasi belajar siswa belum terukur secara baik. Mengingat bahwa gaya belajar dan sikap ilmiah merupakan bakat yang secara
potensial dimiliki oleh setiap orang yang dapat dikenali dan dipupuk melalui
commit to user 7
pendidikan yang tepat. Seseorang selalu berinteraksi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Oleh karena itu, baik perubahan
di dalam individu maupun dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya peningkatan prestasi belajar. Dengan demikian, perlu
dilakukan penelitian penggunaan laboratorium riil dan laboratorium virtuil dengan memperhatikan gaya belajar dan sikap ilmiah siswa.
B. Identifikasi Masalah