VI.2. Kebijakan Rumah Susun demi Pembangunan Berkelanjutan
Kota Medan merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia, arus urbanisasi di Kota ini pun sangatlah besar, namun luas kota akan tetap sama, sehingga
jumlah manusia tidak sebanding dengan lahan yang tersedia. Dengan kondisi tersebut pemerintah kota memikirkan kelanjutan kota dimasa yang akan datang,
yang seyogyanya tidak lagi memiliki lahan kosong. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut pemerintah memikirkan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah dengan membangun rumah susun, rumah susun dengan fasilitas yang memadai dan lahan yang dipergunakan tidak luas akan bisa meminimalisir
pemanfaatan lahan kota secara besar-besaran, sehingga kebutuhan dimasa depan akan lahan pemukiman dapat diatasi. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf
selaku seksi dibidang perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012.
Perhatian terhadap lahan kosong untuk pemanfaatan ruang terbuka hijau dan meminimalisir pemukiman kumuh adalah strategi pemerintah agar dapat
menciptakan pembangunan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi akan datang akan udara sehat dan lingkungan yang baik, dengan tatap
memperhatikan kebutuhan masa kini yang tetap bisa terpenuhi dengan adanya penyediaan rumah susun, klasifikasi rumah susun di Kampung Aur yaitu hak
milik bagi yang memiki rumah pribadi di kampung tersebut dan status menyewa bagi yang tidak memiliki rumah di pemukiman tersebut.
Berbeda dengan pemahaman masyarakat rumah susun bukanlah demi pembangunan berkelanjutan karena pemerintah tidak merasakan aspek lain yang
ditimbulkan dari rumah susun tersebut. Demi masyarakat yang akan datang bukan
Universitas Sumatera Utara
berarti mengorbankan masyarakat di saat ini, rumah susun seperti cara menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru, tidak sedikit
masyarakat yang tidak betah tinggal di rumah susun karena rumah susun tidak menjanjikan kenyamanan sebagai tempat tinggal, pemerintah juga harusnya
memikirkan bahwa pembangunan yang dilakukan mampu memberi kenyamanan bagi masyarakat khususnya masyarakat di Kampung Aur yang telah terbiasa
dengan kondisi rumah tunggal, . Berdasarkan keseluruhan hasil wawancara dengan masyarakat kebijakan
pemerintah dalam pembangunan rumah susun dengan upaya kebijakan kuratif revolutif adalah hal yang sulit untuk direalisasikan untuk pemukiman di
Kampung Aur, pengubasuaian bentuk pemukiman secara langsung akan menuai kontra yang sangat panjang, apalagi tanpa diganti rugi terhadap pemukiman yang
telah mereka bangun sebelumnya. Namun dari segi pemerintah cara itu adalah cara yang paling tepat karena rumah susun tidak akan bisa dibangun jika
bangunan masyarakat tidak di musnahkan secara keseluruhan terlebih dahulu. Upaya yang bersifat evolutif atau bertahap tidak cocok dilakukan di kampung Aur
tersebut Aur tidak bisa diperbaiki secara bertahap, karena pemukiman yang sudah sangat padat.
Universitas Sumatera Utara
VI.3. Pengarahan Sumber Daya