Permasalahan Pembangunan Lingkungan III dan IV Kelurahan Aur

dengan Kepala John E Lase selaku Seksi Tata Letak di Dinas TRTB, pada tanggal 20 Desember 2012. Rencana yang telah di buat harus dijalankan namun realisasi dari rencana tersebut tidak mesti harus selesai dalam waktu yang sangat cepat, jika memang tidak memungkinkan, karena rencana ada rencana jangka panjang jangka menengah, dan pendek, target harus dicapai dan ada proses harus dijalani, seperti masalah perumahan dan pemukiman, tidak mudah menyelesaikan permasalah tersebut, perlu melewati berbagai proses, namun persoalan pemukiman terkhusus pemukiman kumuh tetap menjadi prioritas yang bersifat jangka panjang. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012.

V.7. Permasalahan Pembangunan Lingkungan III dan IV Kelurahan Aur

Di Kota Medan permasalahan pemukiman kumuh masih sering diperbincangkan. Pemukiman kumuh yang perlu ditangani terdiri dari 2 jenis yang pertama slum area biasanya pemukiman yang menurun kualitas sarana dan prasarana pemukimannya akibat keterbatasan lahan dan jumlah penduduknya bertambah sehingga kondisi menjadi tidak seimbang, status lahannya legal untuk perumahan dan pemukiman, yang kedua adalah squatter area yaitu lahannya tidak legal yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, seperti misalnya dibantaran rel kereta api dan bantaran sungai atau disempadan pantai, penanganan kedua pemukiman tersebut tentunya sangat berbeda karena aspeknya sama-sama penambahan jumlah penduduk, namun squatter area tidak memiliki lahan yang legal, sedangkan slum area lahan yang di miliki bersifat legal . Squatte area dan Universitas Sumatera Utara Slum Area adalah salah satu urusan wajib daerah yang harus di selesaikan. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012. Seperti yang terdapat dikelurahan Aur, khusus pada lingkungan III dan IV, merupakan pemukiman yang sebagian terdapat di sempadan sungai, maka lokasi tersebut terindikasi lahan pemukiman liar atau squatter area. Namun dalam hal ini pemukiman tersebut adalah pemberian dari Kesultanan Deli yang diperuntukkan bagi masyarakat bersuku minang, Karena kondisi lahan yang semakin sempit maka rumah semakin dibuat menjorok ke sungai. pada saat ini lokasi pemukiman kian memadat dan kekumuhan tidak bisa dielakkan, karena rumah yang dibangun pada umumnya sangat sederhana, kebanyakan berdinding seng, drainase yang tidak ada sama sekali. Pemukiman tersebut dikatakan pemukiman kumuh berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dan lingkungan tersebut termasuk dalam kategori sangat buruk. Selain masalah bangunan fisik rumah yang tidak memadai, Kampung Aur pada saat ini juga memiliki masalah pada akses pembungan sampah, masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat untuk melakukan pembuangan sampah. Tidak ada kerjasama yang dilakukan dengan Dinas Kebersihan, karena truk pengangkat sampah susah untuk masuk ke lokasi pemukiman, selain itu masyarakat juga merasa lebih mudah saat membuang sampah di sungai. sehingga sungai tempat mereka beraktifitas untuk mandi dan mencuci dipenuhi dengan sampah-sampah berupa plastikWawancara dengan Yahdi Sabil selaku Kepala Lingkungan IV kelurahan Aur Pada Tanggal 21 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Walaupun lingkungan III dan IV kelurahan Aur telah terindikasi kumuh namun tidak semudah itu meyakinkan masyarakat untuk menyukseskan kebijakan dan program pemerintah dalam pendirian rumah susun, karena begitu banyak pertimbangan-pertimbangan masyarakat yang menjadi penghambat suksesnya pembangunan rumah susun, salah satu pertimbangan masyarakat adalah masyarakat merasa bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik mereka secara pribadi, mereka berpedoman pada hukum agraria, yang menguatkan posisi mereka dimata hukum, karena dalam hukum agraria masyarakat memiliki hak atas lahan yang telah mereka tempati dalam jangka waktu yang lama, sehingga menolak di lakukannya relokasi, pembangunan rumah susun akan menjadikan lahan milik pribadi menjadi lahan bersama, tanpa pergantian rugi, sehingga masyarakat merasa keberatan. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012. Jika pemerintah melakukan sosialisasi dengan baik, masyarakat mencoba untuk mendengarkan, asal tidak dari mulut kemulut, karena biasanya masyarakat tidak langsung mendengarkan dari sumbernya sehingga banyak yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat itu sendiri, berdasarkan penuturan masyarakat pemerintah sosialisasi langsung kepada masyarakat apabila ada pemilihan wakil daerah, seperti gubernur, walikota dll. Hal itu membuat masyarakat merasa pemerintah hanya melakukan sesuatu jika ada maunya. dan jika ada rencana pemerintah untuk relokasi lahan bagi masyarakat apalagi bagi masyarakat yang tidak menyewa, merasa berat kalau rumah yang telah dibangun sendiri harus diganti rumah lain, tanpa ada ganti rugi terhadap bangunan yang telah didirikan Universitas Sumatera Utara bertahun-tahun. Tentu saja itu memberatkan, namun bagi masyarakat yang menyewa hal itu tidak menjadi masalah, walaupun begitu masyarakat tetap lebih memilih tinggal di pemukiman padat dari pada tinggal dirumah susun. Wawancara dengan Anwar Irma Neli tinggal dilingkungan III Aur selama 15 tahun lebih pada tanggal 12 Maret 2013. Sulit meyakinkan masyarakat lingkungan III dan IV kelurahan Aur untuk mau tinggal di rumah susun yang telah direncanakan pemerintah khusus untuk mareka. Pemerintah mengetahui bahwa tidak semudah itu mengubah kebiasaan hidup masyarakat yang terbiasa hidup di rumah kumuh secara sendiri dengan kondisi yang padat dengan menjadikannya rumah susun bertingkat Namun cara tersebut bisa menyelesaikan masalah masyarakat mengenai pemukiman, dengan adanya rumah susun akan mengurangi persoalan yang sering timbul dipemukiman tersebut seperti permasalahan banjir dan rawan akan kebakaran. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012. Rumah susun yang di canangkan pemerintah harus terus di subsidi untuk biaya pemeliharaan, sehingga tidak ada keluhan bagi masyarakat bahwa rumah susun identik dengan rumah yang penuh dengan masalah baru dan tidak pernah diperhatikan pemerintah setelah selesai pembangunan. Hal tersebut harus dipikirkan dan harus menjadi tanggungan pemerintah daerah melalui APBD, bagi pemerintah pusat mudah mengucurkan dana untuk pembangunan rumah susun namun bagi pemerintah daerah yang harus menjaga bangunan selama 20 tahun masa hunian itu akan menjadi sulit karena rumah susun tidak hanya di satu Universitas Sumatera Utara tempat. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012 Kota yang menawarkan begitu banyak pekerjaan bagi masyarakat meningkatkan arus urbanisasi, sehingga jumlah penduduk menjadi meningkat, dan kebutuhan akan lahan tempat tinggal menjadi meningkat, oleh karena itu sulit sekali mencari lahan kosong. Besarnya jumlah masyarakat yang tinggal dikampung Aur yang sangat sulit untuk ditata kembali, karena jumlah lahan yang tidak sebanding dengan jumlah rumah yang harus ditata, berdasarkan data Dinas Perumahan dan Pemukiman pada tahun 2012 jumlah lahan dan jumlah penduduk yang dimiliki oleh kelurahan Aur lingkungan III dan IV yaitu 0,74 Ha untuk lingkungan III yang menampung 988 jumlah penduduk dan 280 KK, dan 1,3 Ha lahan untuk lingkungan IV yang ditempati oleh 1.907 penduduk dengan 493 jumlah KK. sedangkan untuk menyediakan rumah susun, selalu direspon negatif oleh masyarakat Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya, pada tanggal 21 Desember 2012. Persoalan pemukiman sangat erat hubungannya dengan penghasilan yang dicapai oleh sebuah keluarga, penghasilan yang sedikit karena ketidakmampuan bersaing di Kota besar, dan mengabdikan diri untuk pekerjaan yang tidak memberikan penghasilan yang mencukupi. Kebanyakan masyarakat yang tinggal dipemukiman kumuh adalah mereka yang memiliki penghasilan yang tidak mencukupi, sehingga kemampuan untuk mendirikan rumah sangat terbatas. Pemukiman yang baik menggambarkan bahwa pemilik rumah memiliki kemampuan untuk membangun rumahnya, begitu pula sebaliknya. Solusi Universitas Sumatera Utara sebenarnya bukanlah penyediaan rumah bagi mereka lebih tepatnya memberdayakan mereka agar bisa menjadi masyarakat yang mandiri mampu bersaing dan mampu membangun rumah yang layak secara sendiri. Wawancara dengan John E Lase selaku Kepala Seksi Tata Letak di Dinas TRTB Kota Medan, pada tanggal 20 Desember 2012. Namun tidak bisa juga dipungkiri bahwa masalah terbesar masyarakat kota dalam membangun rumah adalah persoalan lahan, lahan kota yang begitu mahal membuat banyak sekali masyarakat memilih lokasi yang illegal seperti di banteran sungai dan rel kereta api. itu solusi tercepat agar bisa membangun rumah seadanya, dengan begitu mereka tidak perlu membayar lahan hanya perlu membuat rumah yang semi permanen. Wawancara dengan Tondi Nasya Yusuf Nasution ST. MT selaku seksi pembinaan perumahan formal dan swadaya pada tanggal 21 Desember 2012.

V.8. Tingkat Ketidakpercayaan Masyarakat yang Tinggi terhadap