Menurut Raharjo2010:11 pengertian lingkungan permukiman kumuh secara umum diperkotaan yaitu:
a. Dari segi fisik : pada umumnya tanahnya sempit, pola penggunaan tanah
tidak teratur, prasarana yang tidak baik,pembuangan air limbah yang tidak baik sehingga mudah menimbulkan wabah penyakit,rumah yang dibuat
pada umumnya semi permanen dan dalam kondisi yang mudah rusak. b.
Dari segi sosial: penduduk padat dengan area yang terbatas, tingkat pendidikan dan kesehatan yang terbatas, sifat gotong royong relatif lebih
kuat dibandingkan masyarakat kota lainnya. c.
Dari segi hukum: sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk tanpa melalui prosedur perundang-undangan yang ada, hal ini disebabkan
langka dan mahalnya tanah perkotaan. d.
Dari segi ekonomi: mata pencarian yang heterogen, sector perekonomian yang bersifat informal seperti : penarik becak, buruh pedagang kaki lima
II.8.2. Kebijakan Kuratif Terhadap Pemukiman Kumuh
Wacana pemukiman kumuh pada dasarnya menekankan pada kondisi bangunan dan lingkungan tempat tinggal bukan pada legalitas lahan dimana
bangunan tersebut berada. Di Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sangat perlu adanya upaya kuratif. Berdasarkan pengalaman empiris Negara-
negara dunia, ada tiga macam proses terjadinya pemukiman kumuh menurut Drakakis-Smith dalam Yunus 2008:428 yaitu pertama densifikasipemadatan
bangunan yang tidak terkendali, kedua proses penuaan bangunan, ketiga proses inundasi. Dalam wacana kuratif untuk memperbaiki kondisi kekumuhan
Universitas Sumatera Utara
pemukiman secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua tipe kebijakan spasial Yunus,2008:428.
Pertama tipe kebijakan kuratif revolutif terhadap pemukiman kumuh, yang bertujuan untuk menghilangkan rona kekumuhan seluruhnya pada suatu blok
pemukiman dan menggantinya pada sesuatu yang baru sama sekali. Apabila hal ini diterapkan pada kawasan yang sebenarnya tidak legal untuk pemukiman, atau
dikenal dengan pemukiman liar dan kumuh akan menyisakan persoalan yang terkait dengan status lahan. Bagi pemukiman kumuh yang bertempat dilahan yang
legal upaya kuratif yang bersifat revolutif tidak terkendala dengan masalah status lahan pemukiman. Pada umumnya, kebijakan kuratif revolutif tersebut berupa
pembangunan blok rumah susun diatas lahan dimana pemukiman kumuh sebelumnya berada. Keberadaan rumah susun jelas akan memakan lahan yang
jauh lebih sempit dari daerah yang ditempati oleh unit tempat tinggal yang jumlahnya sama, karena penempatan masing-masing unit dilakukan kearah
vertikal. Sedangkan sisa lahan digunakan untuk jalur penghijauan. Kedua kebijakan kuratif evolutif terhadap pemukiman kumuh, dengan
kebijakan ini, kebijakan spasial ditekankan pada upaya memperbaiki rona sebuah pemukiman, dengan cara yang bertahap. Kekumuhan yang ada tidak dapat
seluruhnya dihilangkan dalam waktu singkat dari pemukiman yang ada, namun diharapkan akan menghilang sedikit demi sedikit, hal ini dapat dikarenakan oleh
minimnya ketersediaan dana, kemungkinan timbulnya permasalahan sosio- kultural apabila mengubah suatu keadaan secara tiba-tiba. Menurut Yunus yaitu
2008 : 433 Kebijakan kuratif evolutif dapat dilakukan melalui dua kelompok diantaranya 1 kebijakan fisik, kebijakan untuk memperbaiki kondisi fisik dari
Universitas Sumatera Utara
pemukiman tersebut 2 kebijakan non-fisik dengan cara melakukan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mampu mensejahterakan kehidupannya
dari keadaan sebelumnya.
II.9 Defenisi Konsep