Belum Ada Titik Terang
Belum Ada Titik Terang
Berdasarkan gambaran tersebut, saya berpendapat bahwa prospek demokrasi di Indonesia pasca-1992 tetap tidak jelas, meskipun kejadian- kejadian baru-baru ini mungkin memberikan langkah yang menjanjikan. Meskipun demikian, pengakuan keberhasilan pemerintah dalam mem- bangun pelembagaan politik sampai sejauh ini, namun masih terdapat beberapa alasan tertentu untuk meragukan bahwa konstelasi politik Indonesia akan memperbaiki secara sungguh-sungguh dari tingkat saat
Di Balik Pemilihan Umum 75
ini. Bahkan dari perspektif kelembagaan, masih dapat diperdebatkan bahwa negara akan mengakhiri pendekatan keamanan dan kebijakan eksklusioner, seperti kebijakan massa mengambang dalam 10 tahun mendatang jika kecenderungan saat ini tetap sama. Dan juga terlalu awal untuk mengharapkan rezim akan berubah atau memperbaiki undang- undang yang berkaitan dengan partai politik dan organisasi massa yang mungkin membuka kemungkinan untuk mendorong partisipasi masyarakat yang lebih sejati. Di bawah undang-undang yang berlaku saat ini, beberapa kritik mempertanyakan bahwa partai-partai politik yang ada sekarang diragukan sebagai mewakili aspirasi politik masyarakat, mengingat mereka dibentuk dari atas.
Bahkan dengan adanya pemilihan umum yang teratur sejauh ini, masih dapat tetap diperdebatkan bahwa wakil-wakil rakyat, baik di DPR maupun MPR, dapat memainkan peranannya sebagai agen pengontrol terhadap lembaga eksekutif. Ini terutama disebabkan undang-undang pemilu yang ada cenderung memihak terhadap partai yang berkuasa, Golkar, dan juga keterlibatan negara dalam menentukan calon-calon mereka. Lagipula, sistem pemilihan itu sendiri, yakni sistem propor sional memiliki kelemahan dalam soal ketidakmampuannya melahirkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas serta memahami secara sungguh sungguh aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari para pemi lihnya dan wilayah yang diwakilinya.
Jika dari sudut kelembagaan, prospek proses demokrasi tidak pasti, maka suatu analisis yang mendalam dengan mengingat peranan negara dan kondisi civil society saat ini bahkan akan mengungkapkan prospek yang suram. Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, struktur politik saat ini dicirikan dengan perkembangan yang tidak seimbang antara negara dan masyarakat di mana yang disebut duluan berada dalam suatu posisi yang sangat dominan berhadapan dengan masyarakat. Negara, karena asal-usul kesejarahannya, pada akhirnya cenderung sangat berkembang dan mengikis perkembangan masyarakat. Sebagai akibatnya, suatu upaya untuk membangun suatu civil society yang kuat dan mandiri hampir selalu menghadapi kendala-kendala serius dari negara. Ini dicontohkan dengan usaha negara untuk mendepolitisasi wilayah pedesaan, peng ingkaran hak kelas pekerja untuk memiliki serikat buruh independen, kelemahan kelas menengah yang semakin menjadi parasit, dan pencegahan kalangan
76 Demokrasi dan Civil Society
intelektual untuk memainkan peranan politik mereka dalam memperkuat perjuangan dewasa ini untuk demokratisasi.
Tentu saja ini bukan untuk mengatakan bahwa tidak ada yang dapat diharapkan dari rezim yang dapat membantu untuk menstimulasi kemajuan demokrasi di negeri ini. Saya kira terdapat beberapa wilayah di mana rezim telah melakukan beberapa prestasi yang positif yang dapat dikembangkan ke dalam sumber-sumber yang berguna bagi demokratisasi. Pembentukkan suatu negara yang kuat adalah suatu kasus yang tepat. Adalah jelas bahwa hanya di bawah rezim suatu ide dapat dijalankan, meskipun bukan tanpa akibat yang negatif. Kare nanya, seseorang harus melihat sisi positifnya yang dapat menguntung kan bagi masyarakat demokratis.
Negara yang relatif kuat dan mandiri jelas sekali dibutuhkan untuk memelihara suatu perasaan kedaulatan dan integrasi politik di negara yang
berdaulat. Negara dapat berfungsi untuk menyediakan suatu dasar yang kokoh untuk pembangunan bagi pemerintahan yang demokratis, dan dapat melindungi warganya dari ancaman domestik (internal) mau pun luar negeri (eksternal). Lagipula, bagi suatu masyarakat heterogen seperti Indonesia, negara kuat tetap sangat diperlukan untuk memper tahankan
integrasi dalam negeri di dalam masyarakat, di mana kekuatan sentrifugal masih tetap bertentangan di dalam pembangunan bangsa yang baru.
Proses pembangunan yang telah berlangsung di bawah rezim juga telah menghasilkan beberapa prestasi positif yang berguna untuk pembentukan suatu civil society yang mandiri. Sebagai misal, tersedianya sistem komunikasi modern telah memungkinkan masyarakat di seluruh wilayah memperoleh informasi yang berhubungan dengan soal-soal sosial-politik dan ekonomi secara cepat dan relatif adil, sesuatu yang tidak terbayangkan 20 tahun yang lalu. Pembangunan ekonomi yang terus menerus telah menciptakan banyak kesempatan yang tidak terduga bagi masyarakat untuk membangun diri mereka sendiri dan juga mencapai tujuan-tujuan hidup mereka dalam kehidupan. Tanpa meng abaikan banyak persoalan ekonomi yang tidak terpecahkan di negeri ini, hampir tidak dapat disangkal bahwa rezim Orde Baru harus diakui kinerja ekonominya. Infrastruktur ekonomi dalam negeri yang kuat jelas merupakan suatu modal yang penting bagi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan keswadayaan dan kemandirian.
Pembangunan penting lain yang dikerjakan Orde Baru adalah lenyapnya konflik ideologi sebagai suatu faktor disintegrasi yang potensial
Di Balik Pemilihan Umum 77
dalam masyarakat. Meskipun banyak pengamat masih tetap skeptis mengenai sejauh mana perkembangan ini akan mempengaruhi sifat dasar
pluralis masyarakat Indonesia, 37 tetapi jelas bahwa Orde Baru mampu untuk mengakhiri konflik ideologi, sekurang-kurangnya untuk sementara. Prestasi
ini, meskipun tetap dilihat secara kritis, dapat menjadi suatu basis yang kuat bagi demokratisasi karena bangsa ini sekarang mulai dapat melampaui polarisasi ideologi yang terbukti tidak menguntungkan. Masalah masa depan bukan lagi soal ideologi itu sendiri, namun kemungkinan memiliki multi-penafsiran atas ideologi tersebut dalam praktik dan diskursus politik. Retorika politik dewasa ini mempertahankan bahwa Pancasila, ideologi nasional, adalah ideologi terbuka. Persoalannya tetap bahwa negara masih mendominasi penafsirannya dan sejauh ini tidak ada penafsiran lain yang berbeda dari negara yang diizinkan untuk dikembangkan. 38
Dengan tidak mengabaikan banyak pembangunan yang positif di bawah Orde Baru sejauh ini, pemerintahan demokratis yang dicanang kan para Bapak Pendiri masih suatu perjalanan yang panjang. Masih terdapat banyak persoalan yang berhubungan dengan syarat-syarat kehidupan demokratis partisipatoris yang sejati dan belum tertangani secara memuaskan. Satu di antaranya berkaitan dengan perkembangan civil society yang sejauh ini menderita karena kekuasaan negara yang berlebihan atas masyarakat. Dengan civil society yang lemah, sukar untuk membayangkan
37 Keberhasilan pemerintah dalam menyatukan berbagai ideologi di bawah ideologi negara Pancasila telah meningkatkan debat panas, baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa orang ragu bahwa penerimaan Pancasila sebagai azas tunggal hanyalah bersifat semu karena takut terhadap tekanan negara. Meskipun ada juga beberapa bukti yang menunjukkan hal sebaliknya , yakni bahwa penerimaan ini lebih kurang ikhlas terutama di kalangan kelompok Islam yang secara umum dilihat sebagai oposan yang sangat keras terhadap ide semacam itu. Dengan demikian, pernyataan beberapa organisasi Islam, khususnya NU (Nahdlatul Ulama) yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia, untuk menerima Pancasila sebagai azas tunggal telah menandai berakhirnya konflik ideologi yang telah mengganggu Indonesia semenjak memperoleh kemerdekaan.
38 Inti dari Pancasila sebagai suatu ideologi terbuka belum terlalu jelas diungkapkan oleh pemerintah dalam arti sampai sejauh mana penafsiran ideologi dapat bergerak melampaui pemahaman yang resmi. Namun jelas bahwa program pemerintah P4 (Pendidikan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di seluruh wilayah telah dikritik berbagai kalangan aktivis politik dan intelektual sebagai suatu usaha untuk memonopoli penafsiran ideologi nasional. Ada juga beberapa usulan untuk merubah sistem P4 saat ini, yang secara jelas merefleksikan pendekatan monolistik negara atas pemahaman Pancasila.
78 Demokrasi dan Civil Society
bahwa gerakan demokrasi seperti Solidaritas di Polandia atau Piagam 77 di Cekoslowakia, atau gerakan yang mirip di Uni Soviet dahulu, akan segera terjadi di sini. Kelemahan civil society semakin diperburuk oleh lemahnya pengaruh politik kalangan inte lektual dan depolitisasi masyarakat arus bawah di bawah rezim yang sekarang. Hal itu membuat perkembangan civil society di Indonesia mengambil jalan yang berbeda dibandingkan negara- negara yang di sebutkan tadi. Orang mungkin saja berharap bahwa gerakan intelektual seperti Forum Demokrasi akan menjadi kuat di masa depan dan me mainkan peranan sebagai katalisator demokratisasi. Meskipun dalam situasi saat ini terlalu dini untuk mengharapkan pandangan optimistik seperti itu akan terjadi. Sebaliknya, terdapat suatu kemungkinan yang besar bahwa gerakan demokrasi saat ini tidak akan mampu men ciptakan suatu jaringan yang kuat dengan masyarakat arus bawah. Jika ada, terdapat suatu bahaya bahwa ini akan berakhir sebagai gerakan elitis yang terisolasi dari seluruh masyarakat. Ini terutama karena suatu kenyataan bahwa negara dan aparatnya masih tetap mampu meng asingkan kalangan intelektual
tersebut melalui cara-cara korporatis dan re presif. 39 Namun demikian interpretasi ini hanya bersifat hati-hati, jika bukan
pesimis, tetapi tidak harus mencegah kita untuk melihat penafsiran lain yang mungkin menawarkan suatu pemahaman yang berbeda mengenai proses demokrasi di Indonesia. Lagipula, adalah penting untuk tetap terbuka
terhadap berbagai penafsiran dan penafsiran ulang mengenai suatu situasi politik yang rumit yang dialami Indonesia. Selanjutnya, dengan adanya
39 Apa yang terjadi dengan para aktivis politik yang menentang pemerintah seperti kelompok Petisi 50, pembangkang Muslim, mahasiswa, dan beberapa tokoh utama di kalangan sipil dan militer, akan menjadi contoh yang baik. Kebanyakan dari para aktivis tersebut secara relatif terasing dari masyarakat dan pengaruh mereka juga terlalu terbatas, bahkan di antara kelas menengah, untuk menciptakan proyek kounter-hegemoni yang kuat melawan Orde Baru. Tentu Baja terdapat suatu perbedaan yang mendasar antara mereka dengan Forum. Demokrasi, di mana yang belakangan ini tidak dilihat oleh pemerintah sebagai suatu oposisi. Sementara itu, banyak anggota Forum Demokrasi memiliki dukungan akar-rumput yang kuat seperti Abdurrahman Wahid, ketua NU, dan Komo Mangunwijaya, seorang aktivis sosial dan intelektual Katolik ternama. Negara juga berhasil dalam membujuk beberapa aktivis politik untuk meninggalkan aktivitas politik mereka, di antara mereka adalah Jenderal (Purr) Yassin yang di awal tahun 1980-an meninggalkan kelompok Petisi 50. Cata-cara represif yang dipakai negara menghadapi para aktivis semacam itu telah dikenal secara baik dan didokumentasikan secara luas oleh organisasi hak-hak asasi Internasional seperti Amnesti Internasional dan Asia watch.
Di Balik Pemilihan Umum 79
perubahan sosial dan ekonomi yang cepat sebagai akibat dari modernisasi, peta politik di negeri ini jauh dari kepastian. Selalu ada kemungkinan bahwa situasi transisi ini, beberapa kejadian yang tidak terduga dan bahkan tidak terpikirkan akan terjadi di mana hasilnya mungkin akan memiliki akibat yang mendalam terhadap seluruh tatanan politik yang ada. Kita telah menyaksikan banyak kejadian politik yang tiba-tiba terjadi di negara- negara lain di Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Latin, di mana kondisi- kondisi sosial, politik dan ekonominya tidak terlalu berbeda jauh dengan apa yang ada di Indonesia.
Karenanya, saya mengakhiri tulisan ini dengan suatu pikiran yang tetap terbuka untuk mengundang diskusi yang mungkin pada gilirannya akan mendorong penelitian selanjutnya mengenai satu topik penting meskipun luas, seperti demokratisasi di Indonesia.
Bab 3