Bereksperimen dengan Demokrasi
Bereksperimen dengan Demokrasi
Adalah sebuah truisme bila dikatakan bahwa proses pembentukan civil society di Indonesia di bawah Orde Baru masih harus berkutat dengan banyaknya rintangan struktural dan kultural. Pertumbuhan dan perkembangan civil society di negeri ini sejak Proklamasi Kemerdekaan bisa digambarkan sebagai proses zig-zag dan naik turun secara terduga. Maka, apabila ada pihak yang meragukan asumsi bahwa di Indonesia telah terdapat sebuah civil society, sebagaimana yang diharap kan, itu bisa dipahami kendati tidak sepenuhnya. Jika pada awal Republik ini ada optomisme bahwa Indonesia akan mengikuti proses perubahan sosial,
244 Demokrasi dan Civil Society
ekonomi dan demokratik, maka ternyata tidak berlangsung lama. Bahkan setelah tergusurnya Demokrasi Parlementer menyusul dikeluar. kannya Dekrit Presiden 1959, telah terjadi krisis kepercayaan atas perlunya sistem demokrasi yang berorientasi liberal, yang di Barat merupakan wahana bagi terbentuknya civil society yang kuat dan mandiri. maka terjadilah stagnasi yang berlarut-larut dalam proses pembentukan masyarakat demokratis yang berpuncak pada munculnya rezim diktatorial Demokrasi Terpimpinnya Soekarno. Rezim itu pun ternyata tidak bertahan dan disusul dengan munculnya Orde Baru yang memperoleh legitimasinya antara lain dengan menjanjikan dipulihkannya sistem poltik demokratis lewat pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun setelah dua dasawarsa berjalan, ternyata perubahan menuju masyarakat demokratis yang dijanjikan pun masih belum terpenuhi. Bahkan menurut beberapa pengamat, akhir-akhir ini terdapat indikasi adinya berbagai kemunduran (set back) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka mengambil contoh tingkat partisipasi politik alga negara di bawah Orde Baru ternyata belum mampu menyamai itisipasi politik masyarakat pada dasawarsa 1950-an, masa Demokrasi Parlementer. Salah satu bukti yang menurut hemat saya sulit dibantah, lah kenyataan bahwa kualitas pelaksanaan sepanjang Orde Baru belum bisa menyamai capaian pemilu pertama di negeri ini tahun
Demikian juga dalam bidang ekonomi (economic sphere). Kendati proses pertumbuhan dan perluasan ekonomi selama Orde Baru ini berlangsung secara mengesankan, namun pada saat yang sama masalah keitiiskinan, kesenjangan sosial, korupsi dan sebagainya juga belum terpecahkan, malah cenderung berkembang. Pada ujungnya, hal itu akan mengakibatkan semakin tertinggalnya kelompok masyarakat bawah yang merupakan mayoritas penduduk dari perbaikan tingkat kehidupan yang terjadi secara makro. Demikian juga peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan mendorong munculnya kelas menengah yang kuat dan mandiri untuk memperkuat basis dan ternyata belum mampu mewujudkan. Malah dengan beriangkitnya konglomerasi, monopoli, oligopoli dan sebagainya, maka pembangunan ekonomi kapitalistik yang selama ini berlangsung akan menciptakan ersatz middle class (kelas menengah semu) yang tergantung pada negara dan tidak mampu berperan sebagai pelopor bagi pembaruan.
Prospek dan Tantangan NU dalam Pemberdayaan Civil Society 245
Ancaman terhadap integrasi bangsa berupa kecenderungan sektarianisme dan partikularisme ternyata masih besar dalam tatanan masyarakat kota. Bahkan, sementara pengamatan menganggap bahwa kedua hal sebut belakangan ini cenderung menguat. Munculya berbagai organisasi yang berorientasi “aliran” seperti yang terjadi belakangan ini, bisa mengganggu proses kohesivitas bangsa dan menunjukkan betapa masih ringkihnya bangunan sosial dalam batang tubuh masyarakat Indonesia yang akan mampu menopang proses integrasi dan ketahanan nasional.
Kenyataan tersebut telah melatarbelakangi atau setidaknya ikut mcnyemangati pemikiran para tokoh NU untuk mengambil langkah- langkah strategis yang berbentuk keputusan kembali ke Khitah 1926. Dengan reoirientasi tersebut berbagai perbaikan mendasar, baik bersifat institusional maupun konseptual bisa dilakukan tanpa mengulangi kesalahan masa lalu, ketika NU terjebak dalam penggunaan pendekatan perlawanan secara radikal, ataupun kompromi berlebihan.
Keputusan untuk tidak lagi berkiprah langsung di arena praktis misalnya, jelas didasari atas kenyataan bahwa kepentingan justru akan lebih dapat diperjuangkan bila ia berada di luar, tanpa harus bersikap oposan terhadap sistem. Usaha-usaha dan pro program perbaikan sosial, ekonomi dan pendidikan NU akan lebih mudah direalisasikan apabila ia mentransendir dirinya dari politik praktis, karena berbagai proses bargaining dan kerja-kerja kongrit di berbagai pihak yang memiliki kepedulian yang sama lebih m dilakukan. Ini berarti NU harus semakin terlibat dalam proses pembentukan sosial serta bersikap membuka diri terhadap pihak luar.
Capaian-capaian NU selama sepuluh tahun pelaksanaan mulai kelihatan, meskipun masih belum memuaskan sementara pihak, baik yang berada di dalam organisasi atau mereka yang berada di luar tetapi menaruh harapan dirinya. NU, diakui atau tidak, tetap mampu menunjukkan darinya sebagai organisasi sosial keagamaan yang semakin diperhitungkan oleh kekuatan sosial dan politik yang ada termasuk negara. Malahan ketika kekuatan-kekuatan politik formal telah meng berbagai kebuntuan, peran fungsi sebagai saluran politik resmi negara, oleh negara, maka NU mampu menyuarakan aspirasi-aspirasi politik dari bawah dengan leluasa.
246 Demokrasi dan Civil Society
Lewat kiprah tokoh-tokoh senior seperti KH Sahal Mahfudz dan Dur dan tokoh muda seperti Masdar F. Mas’udi, NU perlahan-lahan menampakkan jati dirinya yang baru, yakni sebuah organisasi memiliki
pandangan-pandangan transformatif, progresif dan kreatif namun kritis, suatu fenomena yang boleh dibilang masih langka Indonesia.
Selama satu dasawarsa terakhir, tokoh di atas mencoba, dan kira cukup berhasil, melakukan berbagai peninjauan dan penafsiran kembali
atas berbagai asumsi dasar serta kekayaan khazanah kultural yang dimiliki NU. Permasalahan-permasalahan rumit yang berkaitan dengan agama, kemasyarakatan, politik, ekonomi dan budaya berhasil dipecahkan atau paling kurang dicarikan alternarif pemecahannya lewat refleksi dan kajian- kajian internal. Dari sanalah proses penerimaan Pancasila sebagai azas tunggal, pengakuan bentuk republik sebagai bentuk final negara Indonesia, dukungan terhadap berbagai program pembangunan yang sering dianggap sensitif seperti KB, dan seterusnya bisa dirumuskan dan diputuskan.
Selain pada dataran pemikiran, juga NU berusaha menyumbangkan tenaga dalam proses pemberdayaan masyarakat terutama yang berada di bawah dan tertindas ( mustadh’afin) lewat kerja-kerja rintisan dan proyek- proyek pengembangan swadaya masyarakat, baik dilakukan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak luar. Waluapun dalam hal ini hasil-hasil yang dicapai masih belum bisa dikatakan maksimal, dan bahkan terjadi berbagai cerita kesulitan dalam beberapa program peningkatan ekonominya, namun akan terlalu tergesa-gesa untuk melontarkan tudulhan (seperti yang banyak dimuat di media massa) bahwa NU telah gagal mewujudkan cita- cita khitahnya.