Memperbesar Akses Politik Masyarakat Bawah
Memperbesar Akses Politik Masyarakat Bawah
Dalam lima tahun terakhir ini, dalam politik Indonesia muncul gerakan- gerakan demokrasi yang dipimpin golongan intelektual dan pembangkang politik utama. Beberapa protes mahasiswa dan pemogokan buruh serta unjuk rasa masyarakat juga telah berlangsung di beberapa kota utama dan
wilayah industri di negeri ini. 34 Tuntutan yang meningkat atas pemerintahan demokratis dapat juga dilihat dari hasil pemilihan umum yang terakhir, meskipun dengan beberapa catatan di dalamnya. Selama pemilihan umum yang terakhir, ada kecenderungan yang kuat bahwa Golkar tidak dapat lagi mempertahankan para pemilihnya dari beberapa propinsi dan distrik, yang secara tradisional menjadi kekuat annya. Di beberapa wilayah pedesaan dan perkotaan, Golkar mengalami kemunduran yang parah, yang mengindikasikan berkembangnya keke cewaan masyarakat arus bawah terhadap perilaku Golkar.
Fenomena politik di atas, dalam tingkat tertentu, menunjukkan bahwa gerakan demokrasi masih sangat hidup di negeri ini. Meskipun, kita tidak dapat meramalkannya secara tepat, namun secara mudah dapat dilihat bahwa banyak masalah harus segera diatasi sebelum gerakan-gerakan tersebut menjadi suatu kekuatan demokrasi politik yang sangat kuat. Saw di antaranya adalah ketidakmampuannya untuk mencapai kelompok- kelompok sasaran, khususnya masyarakat pada tingkat arus bawah.
Protes-protes buruh dan tani baru-baru ini adalah suatu contoh yang baik. Menjadi jelas bahwa tindakan-tindakan mereka secara umum masih belum terorganisir, berlarut-larut, dan didukung secara minimal oleh anggotanya. Mereka secara mudah dihentikan oleh kalangan perusahaan dan pihak otoritas. Upaya-upaya dari aktivis politik untuk menggalang dukungan masyarakat secara umum tidak produktif dan bahkan bumerang
34. Yang paling terkenal adalah protes para petani Kedungombo, Cimacan, Majalengka dan Lampung. Juga beberapa pemogokan buruh di beberapa kota industri seperti Medan, Jakarta dan Surabaya. Protes tersebut umumnya menentang pelanggaran terhadap hak pemilikan petani dan tuntutan terhadap upah buruh yang lebih baik. Sejauh ini kebanyakan protes tersebut gagal untuk melahirkan keadilan dan beberapa dari penggeraknya diawasi oleh negara.
Politik Arus Bawah dan Civil Society 133
bagi masyarakat arus bawah. 35 Beberapa demonstran akan menghadapi beberapa ancaman semacam penahanan, introgasi, kehilangan pekerjaan,
dan dituduh sebagai komunis atau anggota dari kelompok radikal lainnya. Karenanya tidak terlalu mengherankan kalau pengaruh politik kalangan aktivis tetap terbatas di antara sejumlah kecil masyarakat di wilayah perkotaan.
Adalah jelas bahwa gerakan demokrasi di Indonesia perlu me- ngembangkan strategi yang lebih efektif dalam rangka mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat arus bawah. Kita mungkin dapat membangdingkannya dengan gerakan demokrasi lainnya seperti So- lidaritas di Polandia, Charter 77 di Cekoslovakia, dan juga kekuatan rukyat belakangan ini di Thailand. Gerakan-gerakan itu berhasil terutama karma kemampuan mereka membuat masyarakat arus bawah peka, khususnya buruh, ini berkaitan dengan pentingnya masyarakat de mokrasi bagi masa depan mereka. Jelas terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara negara-negara tersebut dengan Indonesia dalam seal perkembangan kesejarahan kelas buruh, tingkat di mana negara mengatasi masyarakat, dinamika gerakan intelektual, dan lokasi geopolitik negara-negara tersebut dalam sistem kapitalis dunia. Meski pun terdapat juga beberapa persamaan tertentu dalam soal alienasi wasyarakat arus bawah dari partisipasi politik, intervensi negara yang inendalam di hampir semua sektor kehidupan, dan ketidakberdayaan civil society.
Melalui penyesuaian yang hati-hati, gerakan demokrasi dapat mengembangkan strategi dan pendekatan pemberdayaan mereka sendiri. Satu tugas yang paling mendesak adalah mengembangkan pendekatan nonradikal untuk menarik dukungan masyarakat melalui pemecahan Isu-isu sosial dasar, misalnya pemberdayaan serikat buruh yang ada, membangun struktur yang memadai bagi demokratisasi masyarakat, mempertahankan dan memperbesar ruang publik yang memadai dan sebagainya. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa pendekatan ini seluruhnya akan menghindari tindakan-tindakan politik seperti terlibat di dalam protes massa, pemogokan dan tindakan pembangkangan sipil
35. Upaya untuk mendirikan serikat buruh independen telah gagal, bukan hanya karena intervensi negara, namun juga disebabkan adanya konflik internal di antara para aktivis yang mensponsorinya. Sebagai misal, kasus Serikat Buruh Merdeka (SBM) “Setia Kawan” di tahun 1991.
134 Demokrasi dan Civil Society
lainnya. Yang belakangan ini hanya dapat dijalankan setelah pertimbangan- pertimbangan yang hati-hati atas dampaknya terhadap masyarakat secara umum, dan masyarakat arus bawah secara khusus. 36
Dalam situasi Indonesia, strategi nonrevolusioner dan bertahap ini mungkin telah diambil oleh kelompok-kelompok semacam Forum Demokrasi (Fordem), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan beberapa
LSM lainnya. 37 Mereka telah berusaha untuk mendorong praktik dan diskursus politik melalui strategi yang berorientasi kemasyarakatan dan nonradikal seperti membela hak-hak buruh untuk mengembangkan serikat buruhnya sendiri, menjalankan penilaian kritis atas aksi-aksi politik, dan membuat pernyataan politik yang berkaitan dengan hak-hak asasi, keadilan ekonomi, demokrasi dan solidaritas sosial. Mereka menggunakan strategi ini karena kesadaran mereka bahwa tindakan -tindakan politik yang langsung hanya akan menyebabkan represi negara. Dengan demikian, pendekatan mereka secara jelas berbeda dengan gerakan politik lain seperti kelompok Petisi 50, beberapa kelompok Islam radikal, dan kelompok pembangkang lainnya di antara mahasiswa Indonesia. Kelompok yang belakangan ini mengadopsi strategi radikal dan lebih kurang politik terbuka melawan rezim, yang membuat mereka rentan terhadap tindakan-tindakan balasan negara seperti represif kekerasan secara terbuka, penahanan, pelarangan terhadap diskusi terbuka atau berpergian ke luar negeri, dan pengawasan yang terus menerus dari aparat militer.
Tampaknya, pendekatan-pendekatan nonradikal semacam itu telah terbukti lebih menguntungkan seperti dalam kasus LBH. Dengan memfokuskan diri pada pembelaan hak-hak asasi di negeri ini, mereka mendapatkan reputasi yang bagus, baik di tingkat nasional maupun internasional. Aktivitas pembelaan dan publikasi mereka atas kondisi hak- hak asasi di Indonesia, khususnya kalangan buruh, tani dan masya rakat tertindas lainnya, adalah sangat penting dalam perjuangan demokrasi di
36 Berdasarkan pada pengalaman organisasi buruh Solidaritas, hanya dengan memakai strategi ketidakpatuhan sipil dan menantang negara secara langsung setelah yang belakangan ini tidak dapat secara memadai mengatasi disintegrasi dalam dirinya dan mendapat tekanan yang keras dari opini intemasional. Lihat juga D. Ost op. cit.
37 Di antara yang terkenal adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Lembaga Studi Pembangunan (LSP), Dian Desa dan sebagainya.
Politik Arus Bawah dan Civil Society 135
Indonesia. Meskipun lembaga ini tidak pernah menggunakan pen dekatan yang radikal, tidak ada yang ragu bahwa mereka telah menempati posisi terdepan dalam gerakan demokrasi di negeri ini.
Namun masih harus dilihat sampai sejauh mana gerakan-gerakan non-radikal ini dapat mencapai tingkat arus bawah. Bahkan LBH yang aktivitasnya sudah cukup lama dan mencapai masyarakat arus bawah, tetap saja tidak memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat. Disamping itu, aktivitas mereka juga dibatasi oleh masalah-masalah politik dan keuangan. Sudah diketahui secara umum bahwa kegiatan-kegiatan lembaga bergantung pada dukungan keuangan dari subsidi negara dan bantuan asing. Ketergantungan ini telah membuat lembaga rentan
terhadap tekanan-tekanan keuangan, di samping tekanan-tekanan fisik dan psikologis dari negara.
Hal yang sama juga berlaku bagi Forum Demokrasi, walaupun masih terlalu awal untuk mengharapkan bahwa aktivitas mereka dapat mencapai mayoritas masyarakat mengingat masih baru berdirinya, dan keanggotaannya kebanyakan terdiri atas kalangan elite aktivis dan intelektual. Untungnya, beberapa tokoh Fordem juga bagian dari organisasi
keagamaan dan sosial berbasis massa, 38 dan karenanya, mereka mungkin dapat untuk menarik dukungan yang luas dari bawah. Meskipun demikian, terdapat juga perdebatan internal di dalam organisasi-organisasi ini yang berkaitan dengan kemujaraban dari keterlibatan pimpinan mereka dalarn forum ini. Terdapat suatu keprihatinan yang besar bahwa keterlibatan ini hanya akan menimbulkan kecurigaan dari negara dan melemahkan organisasi. Jika persoalan ini tidak dapat dipecahkan secara memuaskan, ini akan membawa hambatan yang serius baik bagi organisasi maupun Fordem dalam usahanya memberdayakan civil society.
Sementara itu, organisasi keagamaan dan sosial tersebut, termasuk kalangan LSM, dapat juga menguntungkan bagi pemberdayaan politik arus bawah, meskipun mungkin tidak secara langsung. Organisasi -
38 Pimpinan Fordem, Abdurrahman Wahid, juga Ketua Eksekutif dad Nahdlatul Ulama (NU), organisasi sosial Islam terbesar di negeri ini, yang anggotanya kebanyakan terdiri atas petani, pedagang kecil, dan buruh. Satu dari anggota terkemuka Fordem adalah Mangunwijaya, seorang pastor Katolik yang juga intelektual terkemuka dan aktivis sosial, di samping sejumlah intelektual terkenal Indonesia seperti Arief Budiman, Bondan, Gunawan dan sebagainya.
136 Demokrasi dan Civil Society
organisasi tersebut, hingga saat ini, secara relatif mandiri dari negara, dan memainkan peranan yang penting dalam mengartikulasikan, membela dan
memperluas reformasi sosial melalui program-program mereka dalam masyarakat yang berhubungan dengan pendidikan, pelayanan sosial, penanganan kesehatan, koperasi, pelayanan keagamaan dan sebagainya. Organisasi keagamaan terkemuka seperti NU, Muhammadiyah, PGI, MAWI secara kesejarahan memiliki penampilan yang mapan di masyarakat arus bawah di wilayah pedesaan dan perkotaan. Sumbangan mereka sangat
besar bagi reformasi sosial, ekonomi dan budaya karena pembentukkan mereka sudah ada sebelum kemerdekaan. Dan juga, pengaruh politik mereka sangat penting karena banyak dari mereka muncul selama era gerakan nasionalis dan memainkan peranan yang penting di dalam praktik
clan diskursus politik selama tahun 1950-an dan 1960-an. 39 Makanya tidaklah terlalu mengherankan bahwa pemerintah telah berusaha sangat keras untuk mengakomodasikan mereka ke dalam pengelolaan korporatis, atau jika mereka menolak, akan diasingkan dari aktivitas politik.
Kemampuan organisasi semacam ini dalam menyumbang pember- dayaan politik arus bawah secara jelas sangat penting. Mereka dapat menjadi sistem pendukung bagi pengembangan individu atau komunitas melalui kegiatan-kegiatan pendidikan dan budaya. Mereka dapat juga menjadi jaringan sosial dan ekonomi melalui mana kepentingan kepentingan sosial dan ekonomi mereka dapat dipenuhi tanpa terlalu bergantung pada dukungan negara. Sebagai misal, organisasi koperasi, dapat menjadi basis yang kuat bagi pemberdayaan ekonomi sejauh mereka mampu memotivasi masyarakat arus bawah ke arah kemandirian dan swadaya. Secara idealnya, mereka dapat juga menjadi benteng melawan dampak ekonomi kapitalis yang cenderung menghancurkan aktivitas ekonomi kecil dan berbasis buruh. 40
39 Sebagai contoh, NU, adalah partai politik utama sebelum terjadinya fusi partai- partai Islam ke dalam PPP di tahun 1973. Muharnmadiyah telah mengembangkan dirinya sebagai salah satu organisasi keagamaan dan sosial terbesar semenjak awal abad ke-20. Saat itu, baik NU maupun Muhammadiyah telah mengabdikan dirinya untuk memberdayakan aktivitas sosial dan ekonomi di masyarakat arus bawah. Satu dari program mereka yang terpenting adalah pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR), untuk menyediakan dukungan keuangan bagi petani miskin, pedagang kecil dan pengrajin yang umumnya memiliki kesulitan dalam berurusan dengan pihak bank.
40 Mubyarto, (ed.) Growth and Equality in Indonesia Agricultural Development. Jakarta: Yayasan Agro Ekonomika, 1982. Gerakan koperasi di Indonesia, yang secara ideologis
Politik Arus Bawah dan Civil Society 137
Berdasarkan pembicaraan sejauh ini, merupakan suatu keharusan bagi gerakan demokrasi di Indonesia bekerja sama dengan organisasi keagamaan dan lembaga kemasyarakatan. Terutama dalam pemberdayaan masyarakat arus bawah, gerakan demokrasi harus memiliki pengitruh yang memadai terhadap organisasi dan lembaga semacam itu, tidak hanya ditingkat struktural tetapi juga dalam tingkat budaya dan simboli. 41
Jalan gerakan demokrasi di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh sejauh mana kegiatan tersebut dapat memberdayakan masyarakat arus bawah. Dalam situasi saat ini, dapat dikatakan bahwa mereka masih lemah. Tugas berikutnya adalah untuk melaksanakan pendekatan nonradikal dan berbasis sosial berdampingan dengan perluasan ruang publik untuk memfasilitasi diskursus politik yang bebas. Tujuan akhir dari pemberdayaan politik arus bawah adalah untuk memperkuat rasa kemandirian dan mendorong pengembangan diri masyarakat, yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk menjadi lebih menyadari mengenai hak-hak budaya, ekonomi dan politik mereka. Kesadaran politik semacam ini sangat penting dalam mengarahkan perjuangan mereka pada pemenuhan partisipasi politik secara penuh sebagai warga negara.
Dengan demikian masih sangat relevan untuk mengikuti visi Hatta mengenai demokrasi. di Indonesia. Ia mengatakan bahwa:
“.... adalah rakyat yang paling penting karena padanya terletak kedaulatan. Rakyat adalah dasar suatu bangsa dan ukuran keberadaan mereka. Bersama dengan rakyat, kita akan bangkit dan bersama dengan rakyat kita akan jatuh. Keberlangsungan hidup bangsa Indonesia ditentukan oleh spirit masyarakatnya. Para pemimpin dan terdidik hanya dapat efektif jika mereka
didukung oleh suatu masyarakat yang sadar akan kekuatan kedaulatannya” 42 . Dan pada tahun 1932, ia mengatakan bahwa: “ jika Indonesia harus memiliki pemerintahan yang demokratis, kita tidak
dapat melihat ke belakang. Kita harus melanjutkan “demokrasi sejati”
berakar pada politik, telah berhasil mengembangkan diri mereka menjadi lebih mandiri dari intervensi negara. Banyak yang mengkritik bahwa gerakan koperasi yang ada masih jauh untuk dapat berperan sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia.
41 D. Ost, op. cit. 42 M. Hatta, Memoirs, Trans, Penders CLM. Singapore: Gunung Agung, 1981, hal., 131.
138 Demokrasi dan Civil Society
menjadi “kedaulatan rakyat” dalam rangka memiliki pemerintahan yang berbasis masyarakat untuk seluruh negeri. Singkatnya, “Daulat Tuanku” harus diganti menjadi “Daulat Rakyat”. Tidak ada bangsawan atau tuan, tetapi hanya rakyat yang menjadi raja atas diri mereka sendiri.
Bab 6