Filosofi Pendidikan Essensialisme
2. Filosofi Pendidikan Essensialisme
a. Latar Belakang
Pencetus essensialisme adalah William Bagley. Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930. Pada awal tahun 1938 para pelopor diantaranya William C Barley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandal membentuk suatu lembaga yang disebut The Esensialist Commite for the Advancement of American Education . Essensialisme lebih konsen pada isu-isu kontemporer. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing (Jalaludin, 2010: 99-100)
Seperti halnya perenialisme, esensialisme membantu untuk mengembalikan subjek matter ke dalam proses pendidikan, tetapi tidak mendukung pandangan perenialisme bahwa subjek matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku Seperti halnya perenialisme, esensialisme membantu untuk mengembalikan subjek matter ke dalam proses pendidikan, tetapi tidak mendukung pandangan perenialisme bahwa subjek matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut filsafat essensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
c. Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok. Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika. Dan kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib. (Anan, 2012)
Menurut esensialisme kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja sains, sejarah, sastra, matematika dan seni (art). Sedangkan untuk sekolah menengah bahasa Inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa bahasa asing. Sebagaimana perenial, essensial yang menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan Menurut esensialisme kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja sains, sejarah, sastra, matematika dan seni (art). Sedangkan untuk sekolah menengah bahasa Inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa bahasa asing. Sebagaimana perenial, essensial yang menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan
Essensialisme sekarang terefleksi dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis dan kemampuan berpikir siswa. Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial mesti ditingkatkan, sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan.
d. Teori Belajar Siswa
belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1) Determinisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini.
Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2) Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan
adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
Pada prinsipnya teori belajar menurut essensialisme adalah bahwa belajar adalah melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorbtion (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial yang disusun dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
e. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar menurut filsafat essensialisme adalah dalam proses kegiatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Selain itu umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu, pedagogik yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode Kegiatan belajar menurut filsafat essensialisme adalah dalam proses kegiatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Selain itu umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu, pedagogik yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode