Filosofi Pendidikan Pereniaslisme

1. Filosofi Pendidikan Pereniaslisme

a. Latar Belakang

Perenialisme merupakan sutau aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural. Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan mengunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan pertengahan, (Sa dullah , 2009: 151).

Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno, serta ajaran Thomas Aquinas dari abad pertengahan. Kaum prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke-20 ini. Pandangan perenialisme pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa yang membentuk suatu sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia, yaitu kebudayaan dahulu (Yunani kuno).

b. Tujuan Pendidikan

Pendidikan menurut tokoh-tokoh aliran perenialisme, yaitu sebagai berikut ini:

1) Menurut Plato pendidikan adalah membina atau memimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakanya dalam aspek kehidupan.

2) Menurut Arithoteles pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan

kesadaran menurut aturan moral.

3) Menurut Thomas Aquinas pendidikan adalah menuntun kemampauan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif.

Tujuan pendidikan menurut filosofi perenialisme, yaitu membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran- kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran itu hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:

1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.

2) Latihan karakter sebagai cara mengembangkan manusia secara sepiritual.

c. Kurikulum

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi pelajar secara kultural para siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia. Dua tokoh dari filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai rektor di university of Chicago, Hutchin (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap buku besar bersejarah (Greeat Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan

seminar-seminar kecil.kurikulum perenialis Hutchins didasarkan asumsi mengenai pendidikan, sebagai berikut:

ini dilakukan

dalam kegiatan

1) Pendidilan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apaun akan selalu benar dimanapun juga, kebenaran bersifat universal dan tidak

terikat waktu.

2) Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus

memfokuskan pada gagasan-gagasan, pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.

3) Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para

guru harus mengunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.

Pada dasarnya, Kurikulum perenialisme berpusat pada subjek berasal dari disiplin-disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk menentukan Pada dasarnya, Kurikulum perenialisme berpusat pada subjek berasal dari disiplin-disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk menentukan

d. Teori Belajar Siswa

Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut perenialisme adalah latihan dan disiplin mental. Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme yaitu :

1) Mental disiplin sebagai teori dasar Menurut perenialisme latihan dan pembinaan berfikir

adalah sa;ah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, karena program pada umumnya dipusatkan kepada kemampuan berfikir.

2) Rasionalitas dan asas kemerdekaaan Asas berfikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berfikir harus disempurnakan sesempurna

mungkin. Dan makna pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakanya dari mahkluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdiakn bagi tujuan itu, yaitu aktualisai diri manusia sebagai mahkluk rasional yang bersifat merdeka.

3) Learning to Reason ( belajar untuk berfikir) Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan yakni belajar supaya mampu berfikir, perenialisme tetap percaya dengan asas

pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan menghitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tutjuan pokok pendidikan tinggi.

4) Belajar sebagai persiapan hidup Belajar untuk mampu berfikir bukanlah semata-mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas

sebagai filosofis, belajar untuk berfikir pula guna untuk memenuhi fungsi practical philoshopy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.

5) Learning Through Teaching (belajar melalui pengajaran) Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by discovery , penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery , sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru 5) Learning Through Teaching (belajar melalui pengajaran) Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by discovery , penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery , sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru

e. Kegiatan Belajar Mengajar

Dalam rangka usaha mencapai efisiensi dalam belajar, mengerakkan koginsi (pengetahuan), afektif (merasa) dan konasi (berbuat), merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian yang cukup. Belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belajar karena pengajaran dan belajar karena penemuan. Untuk yang pertama, adalah guru membetikan penerangan atau pengetahuan, juga mengadakan pencerahan. Pencerahan ini dapat dilakukan dengan jalan menunjukkan dan menafsirkan implikasi dari pengetahuan dan ilmu yang diberikan. Untuk tipe belajar yang kedua tidak lagi memerlukan guru. Siswa diharapkan telah dapat belajar atas kemampuannya sendiri (Bernadib, 1997: 77-78).