Kurikulum Rekontruksi Sosial

C. Kurikulum Rekontruksi Sosial

1. Konsep Dasar Kurikulum Rekontruksi Sosial

Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model- model kurikulum lainnya (akademik-humanistik). Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka (kaum rekonstruksionis) bahwa pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan

dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik, (Syukur, 2008: 103).

problem-problema

yang

Pendukung kurikulum rekontruksi sosial ini memberi komitmen yang tinggi pada ide sosial yang dibatasi oleh konsesus sosial. Adanya kurikulum ini dimulai sekitar tahun 1920-an yang dikemukakan oleh Herold Rug. Kurikulum ini timbul karena Herold Rug memandang adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat, (Hamalik, 2007: 146).

Kurikulum rekonstruksi sosial pada dasarnya berpendapat adanya interaksi dan kerja sama. Adapun bentuk interaksi dan kerja sama bisa saja terjadi antara guru dengan murid, siswa dengan siswa, ataupun antara siswa dengan orang-orang di lingkungannya. Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kerja sama dan interaksi, siswa atau peserta didik dapat berusaha memecahkan masalah, baik masalah yang ada pada dirinya sendiri atau masalah- masalah sosial yang sehingga dapat membentuk dan menciptakan masyarakat yang baik, (Hamalik, 2007: 146).

Para rekontruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsensus sosial. Bramel juga ingin memberikan Para rekontruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsensus sosial. Bramel juga ingin memberikan

2. Karakteristik Kurikulum Rekontruksi Sosial

a. Tujuan Kurikulum

Tujuan pokok kurikulum rekonstruksi sosial ialah melatih siswa untuk menyelesaikan masalah kemanusian. Pandangan rekonstruksi sosial bahwa masalah kemanusian tidak eklusif, atau bukan berada pada ranah studi sosial saja, melainkan terkait dengan berbagai disiplin ilmu lainnya, misalnya ekonomi, estetika, kimia, matematika, dan sebagainya. Krisis sosial kemanusian bersifat universal, akan tetapi pemecahannya banyak menekankan pada kurikulum.

Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel . Seharusnya kurikulum tidak hanya berkutat pada persoalan pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya kurikulum juga memperhatikan problem dan masalah yang ada di masyarakat sebagai upaya kehidupan masa datang yang semakin maju. Keberadaan problem dan masalah sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan masalah dalam penerapan kurikulum di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda, (Anonim, 2013).

Kurikulum rekonstruksi sosial tidak memiliki obyek kajian dan content (materi) tersendiri. Sebagai misal, rencana tahun pertama memformulasikan (merumuskan) menetapkan prioritas tujuan (goal) yang harus dicapai dalam kurikulum, yaitu perbaikan tatanan politik dan ekonomi masyarakat. Aktivitas yang terkait dengan kegiatan kurikulum dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini, yaitu:

1) Melakukan survai terhadap keadaan masyarakat,

2) Mempelajari keadaan ekonomi masyarakat secara lokal dan dilanjutkan ke tingkat nasional bahkan global,

3) Mempelajari sejarah perkembangan ekonomi dan trends (kecenderungan) ekonomi lokal,

4) Mempelajari politik praktis dan kaitannya dengan situasi ekonomi.

5) Mempertimbangkan perubahan politik praktis

6) Menentukan berbagai kebutuhan masyarakat. Secara spesifik kegiatan kurikulum dapat mengikuti langkah-langkah untuk melakukan perubahan sosial masyarakat dapat diidentifikasi darikecenderungan masyarakat setempat, yang kemudian mempertimbangkan metode, kebutuhan, tujuan yang hendak dicapai dan mengaitkan dengan sains dan seni, serta evaluasi dikaitkan dengan strategi efektifitas perubahan social.,

b. Metode Pembelajaran

Sukmadinata (2005: 34) menjelaskan bahwa pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegitan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial yang dihadapinya. Kerja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antar kelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstrusi sosial. Kerja sama ini juga terjadi antara para siswa dengan manusia sumber dari masyarakat, (Sukmadinata, 2005: 34).

Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling pengertian dan konsensus. Anak- anak sejak sekolah dasar pun diharuskan turut serta dalam survei kemasyarakatan serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Untuk kelas- kelas tinggi selain mereka dihadapakan pada situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan hal itu Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling pengertian dan konsensus. Anak- anak sejak sekolah dasar pun diharuskan turut serta dalam survei kemasyarakatan serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Untuk kelas- kelas tinggi selain mereka dihadapakan pada situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan hal itu

c. Organisasi Kurikulum

Pola-pola organisasi kurikulum sebagaimana diungkapkan Brameld dan dikutif Sukmadinata, bahwa kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros diplih suatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi- diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain.Topik- topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai velk, (Sukmadinata, 2006: 220). Berikut ini gambar pola organisasi kurikulum rekonstruksi sosial didaptasi dari Sukmadinta (2006:220), yakni sebagai berikut:

topik

k pi TEMA

Gambar 6.1 organisasi kurikulum rekonstruksi sosial

d. Kegiatan Belajar Mengajar

Materi pelajaran yang diajarkan kepada para siswa adalah ilmu sosial, ekonomi, sains, dan sejarah, dan IPA. Daerah yang sekolahnya ada di daerah pertanian, peternakan dan industri, maka sekolah tersebut mengembangkan bidang pertanian, peternakan, dan industri. Para ahli kurikulum sebelum terjun mengimplementasikan kurikulum terlebih dahulu mereka melakukan diagnoistik terhadap kebutuhan masyarakat, agar fokus kurikulum mampu menolong Materi pelajaran yang diajarkan kepada para siswa adalah ilmu sosial, ekonomi, sains, dan sejarah, dan IPA. Daerah yang sekolahnya ada di daerah pertanian, peternakan dan industri, maka sekolah tersebut mengembangkan bidang pertanian, peternakan, dan industri. Para ahli kurikulum sebelum terjun mengimplementasikan kurikulum terlebih dahulu mereka melakukan diagnoistik terhadap kebutuhan masyarakat, agar fokus kurikulum mampu menolong

Pengajaran rekontruksi sosial sebagaimana Budiana (2011) menjelaskan banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Didaerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, didaerah industri mengembangkan bidang-bidang industri.

Orang berjasa mengembangkan baik teori maupun praktek pengajaran rekonstruksi sosial salah satunya adalah Paulo Freire. Ia benyak membantu pengembangan daerah-daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Conscientization merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran dimana siswa tidak diberlakukan sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang realitas sosial budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya.

e. Evaluasi Belajar

Evaluasi belajar rekontruksi social, soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat, (Juanda, 2012: 226).

Syukur (2000) menjelaskan evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan kurikulum tersebut dalam Syukur (2000) menjelaskan evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan kurikulum tersebut dalam

3. Kegunaan Kurikulum Rekontruksi Sosial bagi Siswa

Adapun kegunaan kurikulum rekontruksi sosial bagi siswa adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial, yang perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam, dan matematika. Masalah-masalah masyarakatbersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum, (Anonim, 2013).