Filsafat sebagai Sumber Kurikulum
B. Filsafat sebagai Sumber Kurikulum
Filsafat membahas secara mendasar tentang hakikat atau eksistensi Tuhan, manusia, dan alam semesta beserta segala isinya. Pengkajian ini memberi implikasi terhadap kurikulum sebagai mata pelajaran, pengalaman belajar atau aktivitas belajar peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Berkenaan dengan ini Schubert (1993:
55) menjelaskan bahwa para pelaksana kurikulum harus memahami 55) menjelaskan bahwa para pelaksana kurikulum harus memahami
Keterkaitan antara filsafat dan kurikulum dipaparkan oleh Zais (1976: 106) menyatakan bahwa Philoshopy and curriculum in a very real sense are variant approaches to the same problem. Both are concerned with the central question: What can man become?... . Maksudnya, baik filsafat maupun kurikulum keduanya pada hakikatnya untuk menjawab sekitar pertanyaan akan dijadikan apa manusia atau anak didik ? . Pertanyaan ini sesungguhnya sangat mendalam, artinya menanyakan pembentukan manusia (anak) setelah mempelajarai kurikulum di suatu lembaga pendidikan tertentu. Apakah anak menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, dan cerdas, cakap, dan kreatif atau menjadi pengangguran intelektual. Peranan filsafat bagi para pelaksana kurikulum membuka cakrawala berpikir tentang hakikat hidup yang baik (good life), kebijaksanaan (wisdom), nilai-nilai (values), pembentukan karakter, penguasaan ilmu-ilmu sains, dan sebagainya. Salah satu tugas pengembang kurikulum mengajarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam filsafat itu, kepada siswa.
Berkenaan dengan ini, Zais (1976), Ozman dan Craver (1990), Schubert (1993), Longstreet dan Shane (1993) mereka sepakat mengungkapkan pada intinya bahwa filsafat berguna menetapkan peran guru, khususnya kinerja para pelaksanakan kurikulum untuk mengorganisasikan sekolah dan kelas. Filsafat membantu mereka menjawab berbagai persoalan sekitar sekolah secara mendalam. Pertanyaan yang muncul meliputi: untuk apa sekolah didirikan, nilai-nilai apa yang terkandung di dalam pelajaran, bagaimana siswa belajar, materi dan metode apa yang digunakan. Filsafat menetapkan para pelaksanakan kurikulum tentang berbagai isu-isu atau Berkenaan dengan ini, Zais (1976), Ozman dan Craver (1990), Schubert (1993), Longstreet dan Shane (1993) mereka sepakat mengungkapkan pada intinya bahwa filsafat berguna menetapkan peran guru, khususnya kinerja para pelaksanakan kurikulum untuk mengorganisasikan sekolah dan kelas. Filsafat membantu mereka menjawab berbagai persoalan sekitar sekolah secara mendalam. Pertanyaan yang muncul meliputi: untuk apa sekolah didirikan, nilai-nilai apa yang terkandung di dalam pelajaran, bagaimana siswa belajar, materi dan metode apa yang digunakan. Filsafat menetapkan para pelaksanakan kurikulum tentang berbagai isu-isu atau
Pentingnya filsafat untuk menentukan keputusan kurikulum L. Thomas Hopkins dalam Juanda (2014: 142) mengungkapkan, bahwa kedudukan filsafat sangat penting di dalam merumuskan kurikulum dan pengajaran dengan memperhatikan kurikulum masa lalu dan kurikulum masa depan. Pendidikan yang dilakukan di sekolah melibatkan siswa dan guru, jadwal belajar, kurikulum tidak tertulis (hidden), dan kurikulum tertulis (formal). Guru memberikan pelajaran rumah (homework) untuk belajar sore hari. Guru yang mengajar di sekolah dasar memberikan pelajaran geografi, matematika, dan pilihan nilai-nilai. Guru melaksanakan tes kemampuan siswa dan melakukan interpretasi terhadap hasil belajar siswa. Selain itu pendidikan menekankan pada pengalaman (education experience).
Pernyataan Hopkins ini sejalan dengan pemikiran John Goodlad mengungkapkan bahwa peranan filsafat
adalah menentukan keputusan kurikulum yang akan digunakan, menentukan tujuan akhir kurikulum, proses, metode, pemilihan fakta-fakta, konsep, prinsip, pengalaman, dan perilaku siswa yang dirasakan penting dalam pelajaran termasuk budaya (nature).
Aliran filsafat yang mempengaruhi perkembangan kurikulum dan dapat dirasakan pengaruhnya hingga dewsa ini. Misalnya filsafat: (1) idealisme, dan (2) realisme; (3) pragmatisme dan (4) eksistensilisme. Filsafat idealisme dan realisme tersebut termasuk aliran filsafat tradisional, sedangkan aliran filsafat pragmatisme
sebagai aliran filsafat kontemporer. Penerapan keempat aliran filsafat tersebut dalam
dan
eksistensialisme eksistensialisme
misi agama; realisme mengembangkan sains dan teknologi; pragmatisme menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan; dan eksistensialisme dalam hal mengaktualisasikan diri.
mengembangkan