Filsafat Realisme
2. Filsafat Realisme
Gagasan filsafat realisme dibangun oleh Aristotles, sebagai lawan filsafat idealisme Plato. Aristotles belajar pada akademi Plato Gagasan filsafat realisme dibangun oleh Aristotles, sebagai lawan filsafat idealisme Plato. Aristotles belajar pada akademi Plato
Selanjutnya Ozman dan Craver (1990) mengemukakan segi- segi kesamaan kaum realis dengan kaum idealis, yaitu menekankan organisasi kurikulum pada separated subject matter (mata pelajaran terpisah-pisah) sebagai isi kurikulum (content), dan klasifikasi objek pengetahuan. Kurikulum bersifat khirakis atau bertingkat-tingkat. Materi pelajaran meliputi pendidikan umum, logika, olah raga, etika, politik, ekonomi; dan Tiga R (reading, writing, arithmetic) untuk siswa pendidikan dasar.
Segi perbedaan kaum realis dengan idealis, yaitu menurut kaum idealis mata pelajaran (subject matter) bersifat ideal, sebab kurikulum sudah mapan dan tidak akan berubah oleh waktu. Berbeda dengan kaum realis berpandangan bahwa subject matter yang menentukannya berdasarkan keahlian sebagai sumber otoritas. Kaum idealis berkeyakinan bahwa pengetahuan berdasarkan dari ide bawaan dan kebenarannya universal, paham ini ditolak oleh kaum realis, menurut mereka bahwa pengetahuan dan kebenaran bersumber dari sains, bukan dari ide bawaan, (Juanda, 2014: 145).
Implikasi filsafat realisme terhadap pengembangan kurikulum diberbagai jenjang pendidikan mengutamakan penelitian ilmiah untuk mendapatkan sains. Keyakinan kaum realis bahwa Implikasi filsafat realisme terhadap pengembangan kurikulum diberbagai jenjang pendidikan mengutamakan penelitian ilmiah untuk mendapatkan sains. Keyakinan kaum realis bahwa
Mengenai kegiatan belajar mengajar, Schubert (1993) menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum kaum realis banyak kesamaan dengan kaum idealis, yaitu berpusat pada guru sedangkan siswa pasif. Evaluasi hasil belajar siswa selain menekankan pada kemapuan rasio (akademik) juga pada hasil riset. Tujuan akhir pendidikan menurut Aristotle adalah kebahagian duniawi (Aristotle svision was one ofhappineess). Keunggulan filsafat realisme memberi kesempatan terbukanya sains religuis, dan sains sekuler. Sains religious sebagaimana diungkapkan Ozman dan Cracer (1990:
54) bahwa: The use of a study of nature for transcending matter is for the
religious realist the prime reason for it being. The argument might run thus: God, who is pure spirit, create the world. He created it out of standing, but He put himself into the world, giving it order and regularity, we can come to know about God. Religious realists, such as Tomas Aquinas, would say this is our prime purpose
God created the world to provide a vehicle through which people could to know him .
Maksud dari ungkapan tersebut adalah menurut kaum realis religious dengan meneliti alam semesta akan terbuka kekuasan Tuhan sebagai Pencipta alam semesta. Alam semesta diciptakan Tuhan dengan tertib atau teratur. Seorang agamawan bernama Tomas Aquinas menyatakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta disediakan untuk kepentingan manusia agar manusia sadar mengetahui kekuasaan Tuhan di atas segala-galanya.
Sedangkan kekurangan filsafat realisme banyak para pengikut aliran filsafat ini menyelewenakan tujuan pendidikan Aristotle tentang arti kebahagian (happiness). Mereka berasumsi bahwa untuk mencapai kebahagian manusia bukan dengan jalan nilai-nilai religious, melainkan dengan mencari sebanyak-banyaknya materi atau menguras kekayaan alam untuk kebahagian duniawi. Bagi mereka prinsip hidup adalah di sini, bukan di sana. Paham ini memicu lahirnya golongan sekuler dikalangan ilmuan, dan berdampak terhadap perkembangan sains dan teknologi yang sekarang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan. Paham sekuler yang paling ampuh adalah lewat metode penelitian. Bentuk metode penelitian ini adalah metode kuantitatif yang prinsip-prinsipnya, yaitu rasional, empiris, matematis, dan objektif; sedangkan yang berbau nilai harus direduksi sebab subjektif. Orang-orang yang berpandangan demikian misalnya: Francis Bacon, Galileo, Sir Isac Newton, dan yang lainnya, (Juanda, 2014: 146).