Filsafat Pendidikan Progresivisme

3. Filsafat Pendidikan Progresivisme

a. Latar belakang

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, kerena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi teriadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.

Gerakan progresif terkenabias karena reaksinya terhadap formalime dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru : "Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama". Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme merupakan semacam kendaraan mutahhir, untuk digelarkan.

Dengan melandanya "depresi" pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkan gebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita, seperti "cooperation", "sharing", dan "adjusment", yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian (memberikan andil) dalam semua kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Pada tahun 1944 gerakan ini dibubarkan dan memilih ganti nama menjadi "American Educational Fellowship". Gerakan progresif mengalami kemunduran setelah Rusia berhasil meluncurkan satelit pertamanya, yaitu "Sputnik". Selanjumya cara kerja dan perkumpulan ini lebih menunjukkan karya-karya individual, seperti George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas, dan Frederick C. Neff, (Sadullah, 2007:141-142).

b. Tujuan Pendidikan

Sekolah merupakan masyarakat demokratis dalam ukuran kecil, dimana siswa akan belajar dan praktik keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi. Dengan pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi perubahan dunia. Karena realitas berubah terus-menerus, kaum progresif tidak memusaykan perhatiannya terhadap body of knowledge yang pasti, sama seperti halnya dnegan pandangan perenialisme dan esensialisme. Kaum progresif menekankan bagaimana berfikir , bukan apa yang sipikirkan .

Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakaan oleh individu untuk menentukan, manganalisis, dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Dimana keduanya sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.

c. Kurikulum

Dewey menyatakan bahwa "the good school is cocerned with every kind of learning that helps student, young and old, to grow ". "sekolah yang baik ialah yang memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua jenis belajar (dan bahannya) yang membantu murid, pemuda dan orang dewasa, untuk berkembang , (Syam. 1988: 252).

Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya

Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe yang disebut "core curriculum", ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum. Core curriculum maupun kurikulum yang bersendikan pengalaman perlu disusun dengan teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka, jelaslah bahwa lingkungan dan pengalaman yang diperlukan dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini di antaranya adalah yang di susun atas dasar teori dan metode proyek, yang telah diciptakan oleh William Heard Kilpatrick, (Barnadib. 1990: 36).

d. Teori Belajar Siswa

1) Metode Belajar Aktif Metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan

lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

2) Metode Momitor Kegiatan Belajar Aktif Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri, sambil

memberikan bantuan tertentu apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar proses berlangsungnya kegiatan belajar tersebut.

3) Metode Penelitian Ilmiah Pendidkan progresif merintis digunakannya metode penelitian

ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep, sedangkan metode pemecahan masalah lebih tertuju pada pemecahan masalah kritis.

4) Pemerintahan Belajar Memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam kehidupan

sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah, sehingga pelajar diberikan kesempatan untuk turut serta dalam penyelenggaraaan kehidupan di sekolah.

5) Kerja Sama Sekolah Dengan Keluarga. Mengupayakan adanya adanya kerja sama antara sekolah

dengan keluarga untuk bisa menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak.

6) Sekolah Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan Menganjurkan pula peranan baru sekolah. Sekolah tidak hanya

tempat anak belajar, tetapi berperanan pula sebagai laboratorium pengembangan gagasan baruyang dilaksanakan oleh J. Dewey.

e. Kegiatan Belajar Mengajar

Anak didik diberi kebebasan baik secara fisik maupun cara berfikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, (Fakhrizal. 2014).