Filsafat Eksistensialisme
4. Filsafat Eksistensialisme
Filsafat pragmatisme termashur di Amerika Serikat pada abad ke-20, sedangkan filsafat eksistensialisme lahir di Eropa dan baru popular setelah Perang Dunia II. Para pendidik Amerika misalnya Marxine Greence, George Kneller, dan Van Cleve Morris mengenal dengan baik aliran eksistensialisme, (Schubert, 1993, Zais, 1976). Menurut mereka filsafat ini berkeyakinan bahwa individu secara pribadi mampu menyelesaikan persoalan oleh dirinya sendiri (individu berkeyakinan mampu melakukan berbagai pilihan menurut pilihannya sendiri dalam situasi tertentu baik masalah kecil ataupun masalah yang besar). Esensi filsafat ini, kita mampu mencipta atau membuat berbagai pilihan di antara individu .
Menurut kaum eksistensialis, bahwa para siswa bebas memilih apa yang dipelajarinya sesuai menurut pilihannya sendiri. Kurikulum menolak pengetahuan yang sistematis atau disiplin ilmu, dan para siswa diperbolehkan memilih berbagai pelajaran sesuai keputusannya sendiri yang berguna dalam berbagai situasi yang berbeda. Kaun eksistensialis berkeyakinan bahwa pengetahuan itu penting untuk setiap orang sesuai pilihannya, tugas pendidikan mengembangkan kesadaran kebebasan menentukan pilihan yang bermakna sebagai individu yang bertangung jawab. Oleh sebab itu, baik kehidupan bangsa atau kelompok bebas menentukan norma- norma, kekuasaan, membangun tataran sosial, politik, filsafat, agama dan seterusnya. Kaum eksistensialis menyadari hanya sedikit para pelajar, adat atau tradisi, bahkan aneh menurut kaum ini kalau menaruh perhatian terhadap ide-ide filsafat idelisme dan realisme yang kaku, dan dogmatis, (Juanda, 2014: 148).
Menurut kaum eksistensialis bahwa kurikulum meliputi pengetahuan dan materi pelajaran sudah disediakan dengan jelas untuk setiap siswa, pembelajaran dilakukan dengan dialog dan
tindakan untuk melakukan pilihan. Pelajaran yang diajarkan guru kepada siswa mengandung unsur-unsur estetika, filsafat, sastra, drama, film, seni dan seterusnya yang penting bagi mereka, siswa diberi kebebasan menentukan menurut pilihan mereka sendiri. Kurikulum menekankan pada aktivitas, eksperimen, metode, media dan ilustrasi yang penting mampu membangkitkan esensi emosi, perasaan, dan pandangan. Kelas harus kaya dengan materi pelajaran untuk mengembangkan ekspresi siswa. Sekolah menyelenggarakan pembelajaran dimana guru dan siswa terjadi dialog, dan diskusi tentang kehidupan mereka, tentang berbagai pilihan hidup.
Juanda (2014: 149) menjelaskan mengenai implikasi dari filsafat eksistensialisme terhadap pengembangan kurikulum yang belaku dewasa ini khususnya di negara kita dapat dilihat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu setiap sekolah diberi kebebasan mengembangkan kurikulum sesuai kondisi sekolah secara bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Meminjam istilah Mulyasa (2006: 21) full authority and responsibility . Artinya sekolah diberi kewenangan membuat visi, misi, dan tujuan tersebut yang diaktualisasikan dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioritas, pengendalian pemberdayaan berbagai potensi sekolah, dan lingkungan untuk kemajuan belajar siswa.
Kebebasan memilih yang dimaksud dalam aliran filsafat eksistensialisme bukan bebas melakukan pelanggaran moral, tetapi siswa berdasarkan bimbingan guru diberi kebebasan memilih berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah. Misalnya untuk siswa pendidikan dasar dan menengah diberi kebebasan memilih kegiatan esktrakurikuler seperti: bola voli, basket, sepak bola, pramuka, dan lain-lain; termasuk untuk siswa SLTA bebas memilih program studi sesuai kriteria tertentu.
Keutaman filsafat eksistensialisme banyak memberi sumbangan terhadap kurikulum mengenai pelajaran seni, dan mendewasakan siswa belajar memilih berdasarkan keputusannya sendiri. Kekurangan filsafat ini banyak kaum terpelajar tidak percaya akan kekusaan Tuhan karena manusia mampu menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan Tuhan, di sini sebagai awal munculnya filsafat antroposentris yang ateistik .
Berdasarkan pembahasan pandangan filsafat utama (overview of major philosophie) di atas dan sumbangannya terhadap kurikulum khususnya dapat dikemukakan secara rinci pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Sumbangan Filsafat terhadap Kurikulum
TUGAS GURU
TEKANAN PEMBELAJARAN
TEKANAN
KURIKULUM Idealisme
Spiritual,
Pengetahuan moral
Pengembangan
Mutlak
dan Mengajarkan
Mengajarkan
materi klasik atau atau mental
kecerdasan
ide- abadi
pengetahuan
kembali
liberal arts. tidak berubah
ide
spiritual
dan pengetahuan dan
Tingkat-tingkat /tetap
moral.
ide-ide; berpikir
abstrak sebagai
materi pelajaran
pembentukan
filsafat, teologi
berpikir tingkat
dan matematika
tinggi.
sangat dipentingkan.
Realisme Didasarkan
Pengetahuan pada hukum
Diperoleh dengan Mutlak dan
Melatih berpikir
Melatih berpikir
pelajaran seni, alam bersifat
cara sensasi dan
abadi
rasional, moral,
logis dan berpikir
sains, humanistic, objektif dan
abstraksi
disamping itu
spiritual, dan
abstrak sebagai
dan penelitian penekanan pada
menerima
guru sebagai
berpikir tingkat
ilmiah materi Pragmatisme
hukum alam
sumber otoriter
tinggi.
Metode transasksi Pengetahuan atau individu dengan pengalaman juga
materi berubah, lingkungan,
situasi,
kemampuan
untuk merubah
penekanan pada realitas selalu
menggunakan
relative, subjek berpikir kritis dan lingkungan dan
metode ilmiah
berubah dan
proses sains.
penjelasan sains.
pengalaman,
pembuktian
transmisi budaya, dan mempersiapkan individu melakukan perubahan, topik pada pemecahan masalah.
Eksistensialisme Subjektif
Pengetahuan