Kurikulum Humanistik

B. Kurikulum Humanistik

1. Konsep Dasar Kurikulum Humanistik

Munculnya kurikulum humanistik untuk melawan (counter) kurikulum subjek akademik (berorientasi pengembangan intelektual siswa) sementara nilai-nilai, etika, moral, emosional atau segi efektif kurang mendapatkan perhatian. Selain itu konsep kurikulum humanistik berperan untuk menyelesaikan kemelut atau budaya para pelajar yang menyalah gunakan gunaan obat-obat terlarang sekitar tahun 1960-an. Pada tahun 1980 kurikulum humanistik merubah cara pandang, kurikulum berorientasi pembelajaran berpusat pada minat anak (child centered based on interst), (Juanda, 2012: 209).

Kurikulum humanistik sebagai pondasi pemecahan masalah bagi pendidikan masa kini. Kritik kurikulum humanistik terhadap pembelajaran yang berjalan saat ini, antara lain: apa yang dilakukan dalam pembelajaran hanya mengutamakan hasil tes, pembelajaran yang hanya menuangkan fakta-fakta pada anak adalah salah besar, program kurikulum yang hanya mengutamakan standard akademik termasuk gagal (failure), (Juanda, 2012: 210).

Manusia memiliki potensi dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan atau memanusiakan manusia. Aliran

nativistik yang menyebutkan manusia atau individu tak ubahnya gelas kosong yang

humanistik bertentangan

dengan dengan

konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektul tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain), (Sukmadinata, 2005: 86).

Kurikulum humanistik

berdasarkan

Kurikulum humanistik berpusat pada siswa (student- centered ) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Berdasarkan kurikulum humanistik, fungsi kurikulum adalah menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah dan gagasan yang sangat berperan dalam perkembangan individu. Bagi para pendukung kurikulum humanistik, tujuan pendidikan adalah suatu proses atas diri individu yang dinamis, yang berkaitan dengan pemikiran, integritas, dan otonominya. Kurikulum humanistik didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut psikologi humanistik yang erat hubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori kepribadian, (Nita, 2011).

humanistik lebih menekankan pada peranan siswa. Agar siswa dapat memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Oleh karena itu, siswa tidak bisa dipaksa untuk terus mengeksplor kemampuannya. Pendidikan humanistik ini diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi manusia, yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya

memanusiakan manusia . Dengan begitu siswa diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia yang berpikir dan memanusiakan manusia . Dengan begitu siswa diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia yang berpikir dan

Selanjutnya konsep kurikulum humanistik memandang kurikulum sebagai alat untuk mnegmbangkan diri setiap individu siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap individu pun mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi muali dari yang mendasar menuju yang lebih tinggi. Konsep ini melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik atau child centered curriculum. Setiap siswa berkesempatan untuk belajar sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing. Substansinya berupa rencana belajar yang disusun bersama antara anak didik dan guru. Adapun tujuan kurikulum humanistik menekankan pada segi perkembangan pribadi, integrasi dan otonomi individu. Tujuan ini dipanang dapat menjadi sarana mewujudkan diri, (Deri, 2013).

2. Karakteristik Kurikulum Humanistik

a. Tujuan Kurikulum

Kurikulum humanistik ini bertujuan untuk perkembangan pribadi yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Selain itu, untuk mengembangkan pribadi siswa yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh, (Diana, 2013).

Menurut kaum humanis tujuan pendidikan adalah proses pengembangan pribadi yang dinamis berkenaan dengan ide-ide perwujudan pribadi, pertumbuhan (grouth), keutuhan (integrity), dan kebebasan (autonomy). Ide-ide perwujudan diri adalah sebagai tujuan utama kurikulum humanistik. Orang yang menampilkan perilaku berkualitas bukan hanya ditentukan oleh kemampuan kognitif, tetapi juga di tentukan oleh estetika dan moral, (Juanda, 2012: 211).

Kurikulum humanistik harus mendorong aktualisasi diri sebagai kekuatan yang unik oleh manusia sebagai makhluk biologis. Para pelajar dibolehkan untuk mengekspresikan diri, beraktifitas, Kurikulum humanistik harus mendorong aktualisasi diri sebagai kekuatan yang unik oleh manusia sebagai makhluk biologis. Para pelajar dibolehkan untuk mengekspresikan diri, beraktifitas,

Tujuan umum kurikulum humanistik mengembangkan beberapa domain, yaitu :

1) Cognitive adalah anak-anak dilatih belajar berlatih merespon situasi yang problematik, tetapi bukan atas perintah yang disengaja. Mereka belajar membuat keputusan yang sederhana dalam menentukan tujuan. Hal ini menghargai anak dalam mengambil kesimpulan tentang sesuatu yang mereka pikirkan.

2) Affective adalah anak-anak diberi kesempatan berlatih meningkatkan kemampuan emosional dalam mengatasi konflik sosial, dan mengevaluasi tantangan hidup. Dalam artian anak belajar tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah

3) Sosial adalah anak-anak diberi kesempatan berlatih bertindak tegas, berlatih mentaati tugas, melakukan eksperimen yang bersifat kompetitif dan bekerja kelompok

4) Moral adalah anak-anak dilatih menyelesaikan konflik moral yang terjadi di masyarakat luas.

5) Ego development adalah anak-anak mengembangkan rasa hormat kepada orang lain, belajar percaya diri dalam menghadapi masalah, (Sukmadinata, 2005: 19).

b. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Pendekatan humanistik tampak terutama dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dan dalam cara menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam orientasi falsafahnya, (Zahid, 2010).

Metode pembelajaran berbasis kurikulum humanistik tidak kaku, melainkan boleh dimanipulasi atau beragam sesuai keadaan, di dalam pembelajaran guru tidak memaksa siswa, tetapi guru tidak membiarkan begitu saja siswa bebas sekehendak hatinya, mainkan peran guru sebagai fasilitator belajar siswa, (Nasution, 1986: 132).

Dengan demikian, penggunaan metode kurikulum berbasis humanistik bersifat fleksibel. Metode belajar disesuaikan dengan keadaan siswa. Guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswanya dalam proses pembelajaran. Sehingga bisa terjalin hubungan emosional, interaksi dan suasana belajar yang baik antara siswa dan guru.

c. Organisasi Kurikulum

Organisasi kurikulum humanistik sangat mementingkan integrasi (menyatu padukan) emosi, pikiran dan tindakan siswa untuk mencapai organisasi kurikulum yang efektif. Organisasi kurikulum humanistik hendak memperbaiki masalah yang ditimbulkan oleh organisasi kurikulum yang menekankan pada kurikulum subject matter (intelektul).

Dasar kurikulum humanistik adalah psikologi Gestalt yang cenderung mengutamakan keutuhan dan kesatuan perasaan, pikiran dan tindakan secara integral untuk mendorong pengalaman belajar siswa yang komprehensif, menyeluruh dan atau integral sebagai jalan menolak (counter) kurikulum fragmentasi yang terpecah-pecah

mengembangkan kemampuan ranah kognitif saja), (Juanda, 2012: 214). Kurikulum humanistik kurang memperhatikan sequence (urutan) pelajaran, hal ini dimaksudkan memberi peluang kepada para pengembangan kurikulum (guru) untuk menentukan urutan pelajaran yang sesuai dengan karakteristik kurikulum humanistik, yang menekankan urutan pelajaran pentingnya nilai-nilai (values), konsep (consept), sikap (attitude), pemecahan masalah (problem solving ), dan penyusunan rencana pelajaran mengarah kepada peningkatan aktivitas siswa. Skema aktivitas yang mendorong perolehan pengalaman belajar yang maksimum misalnya:

1) Memberi transaksi tentang pentingnya perasaan (feeling) sebelum menjelaskan dengan kata-kata,

2) Lebih dahulu melakukan tindakan/contoh-contoh sebelum

memberikan pemahaman atau keterangan, (Syukur, 2008: 27).

d. Kegiatan Belajar Mengajar

Guru yang mengikuti jejak kurikulum humanistik prosedur pembelajaran dan materi pelajaran sebaiknya disesuaikan dengan kemauan belajar siswa untuk mengungkap dan mengembangkan kepribadian siswa. Kreasi prosedur pembelajaran dan pemilihan bahan ajar diserahkan kepada guru, mereka sedapat mungkin mampu menciptakan pembelajaran yang menumbuhkan rasa senang siswa belajar, misalnya melalui belajar berkelompok (group),

Menurut kaum humanis bahwa pendekatan belajar kelompok bisa digunakan dalam ranah bisnis dan pendidikan. Menurut mereka bahwa keunggulan belajar kelompok berfungsi untuk mendekatkan hubungan antar pribadi. Belajar kelompok merupakan bagian dari cara belajar yang humanis. Belajar kelompok sangat penting untuk menghindari belajar terstruktur. Belajar kelompok merupakan tujuan belajar yang baik. Peran guru di dalam belajar kelompok sebagai fasilitator dan ia bertugas mengklarifikasi secara dinamis belajar siswa. Belajar dengan cara kelompok memberikan reaksi positif, misalnya untuk meningkatkan komunikasi yang lebih baik, memahami diri sendiri, dan memahami diri orang lain, termasuk memahami kesadaran diri sendiri atau kesadaran diri orang lain. Untuk memahami kesadaran diri orang lain dapat dilakukan dengan observasi. Misalnya keadaan diri bisa dilihat dari susunan kalimat, dialog, fantasi, tindakan (aksi), gerak- gerik dan ekpresi fisik (bahasa tubuh). Sedangkan untuk menilai kesadaran diri sendiri dapat dilakukan dengan cara kontempalsi (merenungi) apa yang telah diperbuat ketika komunikasi dengan orang lain, (Sukmadinata, 2005: 21).

Tugas pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar yang menekankan pada kurikulum humanistik adalah membantu individu dalam upaya mencapai perwujudan diri melalui pengembangan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, kurikulum sekolah disusun dengan mengindahkan keserasian antara perkembangan pribadi dan perkembangan kognisi secara simultan. Pendidikan bukan semata-mata memberi, tetapi menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk melakukan sesuatu, (Deri, 2013).

Kebutuhan utama yang harus dipenuhi siswa adalah kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, dan tidur. Kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, atau rasa ingin diterima oleh kelompoknya, kebutuhan akan rasa dihargai dana kebutuhan perwujudan diri. Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak itu dapat dididik. Anak itu dapat belajar. Soal yang penting ialah bagaimanakah anak itu belajar. Karena, pada kurikulum humanistik yang dinilai, yaitu proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik, dibandingkan dengan hasilnya, (Deri, 2013).

e. Evaluasi Belajar

Evaluasi kurikulum humanistik lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Maksudnya kurikulum ini lebih tertarik pada pertumbuhan tanpa memperhatikan tentang bagaimana pertumbuhan itu diukur atau ditentukan. Ahli humanis lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil, sehingga kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk siswa di masa depan, (Suprobo, 2008).

Evaluasi kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil, tidak ada kriteria pencapaian, bersifat subjektif. Selain itu, kurikulum humanistik juga lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Maksudnya, kurikulum humanistik lebih tertarik dalam pertumbuhan atau prosesnya tanpa memperhatikan tentang bagaimana pertumbuhan itu ditentukan, (Nita, 2011).

3. Kegunaan Kurikulum Humanistik bagi Siswa

Kegunaan dari kurikulum humanistik bagi siswa adalah siswa

memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya, siswa lebih rajin dalam belajar, siswa memiliki sikap yang sehat terhadap diri sendiri dan orang lain, siswa dapat mengembangkan proses-proses pembelajaran yang akan dilakukan, sehingga mencapai tujuan proses pembelajaran yang ditentukan dan siswa lebih aktif dalam melakukan proses belajar mengajar, (Zahid, 2010).

mempunyai

kesempatan

untuk