sebenarnya harimau kemungkinan dapat ditemukan pada lokasi tersebut omission error sebesar 53,5. Kesalahan ini terjadi ketika menentukan
titik pseudo-absence harimau dimana areal-areal yang sebenarnya masih merupakan habitat harimau dijadikan areal pengacakan untuk menentukan
titik-titik pesudo-absence. Sepertinya menduga kesesuaian habitat harimau dengan menggunakan pendekatan titik ternyata kurang tepat, karena harimau
merupakan satwa yang mempunyai daerah jelajah luas dan dapat ditemukan pada berbagai habitat dengan kondisi yang sangat beragam. Akibatnya
menjadi sulit untuk menentukan titik pseudo-absence yang dapat merepresentasikan habitat kurang sesuai bagi harimau. Kesalahan lain adalah
kesalahan model dalam memprediksi satu lokasi sebagai habitat yang sesuai namun sebenarnya tidak pernah dilaporkan adanya harimau sumatera pada
lokasi tersebut commission error sebesar 38,7 Lampiran 22. Namun, validasi yang dilakukan terhadap hasil ekstrapolasi model menggunakan 50
data titik presence harimau diketahui bahwa tingkat validitasnya 98,0.
5.4.7 Ekstrapolasi Model
Tingkat keakuratan model berdasarkan kappa akurasi menunjukkan bahwa model dapat diterapkan di tempat lain. Kawasan hutan Ulu Masen
KHUM sebagai satu kesatuan ekosistem dengan wilayah studi, dapat dianggap memiliki kondisi yang menyerupai dengan kondisi wilayah studi.
Dengan demikian, model dapat diterapkan atau diekstrapolasikan pada seluruh KHUM Gambar 22.
Berdasarkan poligon peta batas kawasan, hutan Ulu Masen memiliki luas 7.496,86 km
2
. Berdasarkan hasil ekstrapolasi, teridentifikasi kawasan yang kurang sesuai bagi habitat harimau translokasi seluas 376,89 km
2
5,0 luas kawasan, yang termasuk dalam katagori sesuai luasnya 5.360,55 km
2
71,5 luas kawasan, dan luas areal yang termasuk katagori sangat sesuai bagi habitat harimau adalah 1.759,42 km
2
23,5 luas kawasan.
107
5.4.8 Model Kesesuaian Habitat dalam Perspektif Ekologi
Hasil analisis dengan SPSS 17 menunjukkan bahwa dari tujuh variabel yang diamati, hanya lima variabel saja yang dapat dianalisis lebih lanjut
untuk menyusun model kesesuaian habitat harimau translokasi di kawasan hutan Ulu Masen KHUM. Variabel-variabel bebas tersebut antara lain
ketinggianelevasi, jarak dari sungai, jarak dari tepi hutan, NDVI, dan kelerengan. Kelima variabel bebas signifikan memberi pengaruh nyata
terhadap kesesuaian habitat harimau translokasi sig. 0,05. Hasil ini ternyata sesuai dengan hasil kajian Putri 2010 di TN Bukit Tigapuluh, yang
menyatakan bahwa faktor-faktor fisik kawasan seperti ketinggian, kelerengan, jarak dari sungai serta tutupan vegetasi memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kesesuaian habitat bagi harimau sumatera. Namun pada penelitiannya, Putri 2010 tidak menyertakan faktor jarak dari tepi
hutan edge. Dalam penelitian ini, jarak dari tepi hutan edge termasuk kedalam salah satu faktor yang memberi pengaruh signifikan terhadap model
kesesuaian habitat. Wibisono et al 2011 menyatakan dalam pemodelannya bahwa harimau di Sumatera paling banyak ditemukan pada areal-areal yang
berbatasan dengan patches hutan. Wilayah-wilayah batas antara daerah terbuka dengan hutan merupakan areal yang disukai oleh banyak hewan
ungulata sebagai tempat mencari makan. Williamson Hirth 1985 menyatakan bahwa tempat-tempat yang dipilih oleh hewan ungulata yang
merupakan mangsa harimau adalah areal-areal terbuka dan tepi-tepi hutan edge. Areal-areal bervegetasi hutan bagi ungulata berfungsi sebagai cover
untuk perlindungan baik dari predator maupun dari panas matahari. Secara alamiah areal-areal terbuka yang berbatasan dengan hutan banyak ditumbuhi
vegetasi tingkat bawah yang menjadi pakan hewan ungulata. Selain itu, daerah-daerah seperti ini juga merupakan kawasan yang ideal bagi harimau
untuk mengintai dan menyergap hewan mangsanya.
Gambar 22. Peta kesesuaian habitat harimau sumatera translokasi hasil eks- trapolasi pada seluruh kawasan hutan Ulu Masen, Aceh.
Box 1976 diacu dalam ver Hoef et al. 2001 menyatakan bahwa semua model ekologi yang dibangun tidak mungkin ada yang benar-benar tepat
karena semua model mengandung kesalahan. Sebuah model, baik yang dibangun oleh sedikit maupun banyak variabel, semuanya tetap mengandung
kesalahan. Semakin kompleks suatu model semakin besar data observasi dan data simulasi yang dibutuhkan, maka model tersebut akan semakin kurang
akurat atau semakin tidak pasti Constanza Sklar 1985 diacu dalam Sklar Hunsaker 2001. Model dengan kompleksitas yang rendah yang disusun
dengan sedikit variabel, dapat mencapai akurasi yang lebih tinggi karena dapat menerangkan banyak hal dari sesuatu yang sedikit. Efektivitas sebuah
model yang sesungguhnya adalah seberapa banyak model dapat mencoba menjelaskan kompleksitas dan seberapa baik model dapat menjelaskan apa
yang diamati Sklar Hunsaker 2001.
109 Model kesesuaian habitat yang terbentuk menunjukkan bahwa harimau
sumatera translokasi di kawasan Ulu Masen dipengaruhi secara nyata oleh lima varabel lingkungan, yaitu ketinggianelevasi, jarak dari sungai, jarak
dari tepi hutan, NDVI, dan kelerengan. Sementara itu, Bailey 1984 dan Alikodra 1990 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberadaan satwa pada suatu habitat tertentu merupakan kombinasi antara komponen fisik dan biotik. Demikian pula halnya dengan harimau sumatera
yang merupakan satwa karnivora dan bersifat soliter, keberadaanya pada satu habitat juga ditentukan oleh adanya interaksi yang kompleks antar berbagai
komponen fisik dan biotik. Ada beberapa komponen habitat atau faktor pembatas lain yang diduga kuat sangat mempengaruhi keberadaan harimau
translokasi pada satu habitat, namun tidak diikutkan dalam model yang terbentuk
karena keterbatasan
data pendukung
dan sumberdaya.
Faktorvariabel tersebut antara lain ketersediaan hewan mangsa utama rusa, kijang dan babi hutan, keberadaan harimau lokal yang lebih dahulu
menghuni kawasan, dan faktor gangguan atau kehadiran manusia pada kawasan yang menjadi habitat harimau.
Sebagai satwa karnivora dan top predator, harimau sumatera membutuhkan sekitar 5-6 kg daging setiap harinya Sunquist 1981. Seekor
harimau dapat membunuh kijang seberat 20 kg setiap tiga hari atau satu ekor rusa seberat 200 kg setiap beberapa minggu Sunquist et al. 1999. Meskipun
kadang-kadang harimau ditemukan berburu hewan mangsa yang berukuran lebih kecil, seperti kancilnapu, beruk, landak, trenggiling dan burung kuwau
Soehartono et al. 2007, namun ada kecenderungan bahwa ada preferensi terhadap hewan mangsa bertubuh besar Bachi el al. 2003. Dengan
demikian, diduga kuat bahwa kehadiran harimau pada satu kawasan hutan dipengaruhi oleh ketersediaan hewan mangsa di tempat tersebut. Pemodelan
yang dihasilkan Rajapandian 2009 menunjukkan bahwa ketersediaan satwa ungulata rusa dan kijang berpengaruh positif terhadap distribusi harimau.
Harimau merupakan satwa yang bersifat soliter, penyendiri, dan berperilaku teritorial meskipun daerah jelajahnya tidak eksklusif. Interaksi
sosial hanya terjadi antara harimau betina dewasa dengan anak-anaknya. Harimau jantan tidak toleran akan kehadiran harimau jantan lain di wilayah
teritorialnya. Dengan adanya sifat-sifat tersebut, dapat dipastikan bahwa kehadiran harimau lain yang ditranslokasikan akan berdampak besar terhadap
struktur demografi harimau yang telah ada di wilayah tersebut. Dua skenario dapat terjadi. Harimau lokal akan meninggalkan wilayah jelajahnya bila
kalah dalam persaingan, atau harimau translokasi akan tersingkir dan hanya menjadi individu pelintas floatertransient jika tidak mampu bersaing
dengan harimau lokal yang lebih dahulu mendiami wilayah tersebut. Oleh karenanya, faktor keberadaankelimpahan harimau lokal di lokasi translokasi
menjadi salah satu variabel penting yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan model kesesuaian habitat harimau translokasi.
Dengan sifat naturalnya yang pesembunyi secretive dan menghindari interaksi dengan manusia, membuat harimau sumatera menjadi sangat
sensitif akan kehadiran manusia pada habitatnya. Berbagai aktivitas yang semakin tidak terkendali yang dilakukan manusia di dalam kawasan hutan
merambah hutan, menebang kayu, berburu hewan mangsa harimau, mencari gaharu, mencari madu, memanen rotan atau mengumpulkan hasil hutan
bukan kayu lainnya, secara langsung atau tidak langsung dapat menurunkan kepadatan harimau di wilayah tersebut. Dengan demikian, faktor intensitas
gangguan manusia di dalam hutan yang menjadi habitat harimau juga seharusnya menjadi variabel penting untuk diikut-sertakan dalam penyusunan
suatu model kesesuaian habitat. Hasil pemodelan di lansekap Terai Arc, India, yang dilakukan Rajapandian 2009 menunjukkan bahwa keberadaan lahan-
lahan pertanian dan kehadiran manusia di habitat harimau memberikan pengaruh negatif terhadap persebaran harimau.
5.5 Penentuan Lokasi Translokasi
Data kelimpahan relatif KR harimau lokal dan hewan mangsa hasil survey transek sign di seluruh kawasan hutan Ulu Masen, disajikan pada
111 Lampiran 23. Peta-peta prediksi kelimpahan relatif harimau lokal dan hewan
mangsa hasil analisis spasial disajikan pada Lampiran 24 dan Lampiran 25. Setelah dilakukan intersect antara peta predisksi kesesuaian lokasi
translokasi berdasarkan keberadaan harimau lokal dan hewan mangsa, maka didapat satu peta perkiraan kesesuaian lokasi translokasi di kawasan hutan
Ulu Masen KHUM, yang didasarkan pada KR harimau dan hewan mangsa utama Gambar 23. Dari hasil analsis spasial tersebut diketahui bahwa di
kawasan EUM terdapat areal yang memiliki kriteria “kesesuaian tinggi”
untuk lokasi translokasi berdasarkan kelimpahan harimau lokal dan hewan mangsa seluas 2.632,43 km
2
35,1 dari luas kawasan. Luas areal dengan kriteria “kesesuaian sedang” 3.068,85 km
2
40,9 dan areal dengan kriteria “kesesuaian rendah” seluas 640,21 km
2
8,5. Sebanyak 15 kawasan EUM lainnya tidak diketahui karena tidak terdapat data tidak tersurvey.
Gambar 23. Peta prediksi kesesuaian lokasi translokasi berdasarkan ke- tersediaan hewan mangsa dan keberadaan harimau lokal di
kawasan hutan Ulu Masen.
Overlay antara peta kesesuaian habitat harimau translokasi hasil ekstrapolasi dengan peta prediksi kesesuain lokasi translokasi berdasarkan
keberadaan harimau lokal dan ketersediaan hewan mangsa di kawasan Ulu Masen, menghasikan satu peta lokasi yang sesuai bagi translokasi harimau di
kawasan hutan Ulu Masen Gambar 24. Tumpang-susun hanya dilakukan antara peta kesesuaian habitat harimau dengan peta areal kesesuaian tinggi
pada harimau lokal dan hewan mangsa, yaitu areal dengan kelimpahan harimau lokal rendah namun memiliki kelimpahan hewan mangsa utama
rusa, kijang dan babi hutan tinggi.
Gambar 24. Peta prediksi lokasi yang sesuai bagi translokasi harimau di kawasan hutan Ulu Masen.
Hasil analisis spasial yang tersaji pada Gambar 24 diketahui bahwa terdapat areal seluas 388,1 km
2
5,2 dari luas total KHUM yang diduga sangat cocok untuk dijadikan lokasi translokasi harimau. Areal ini merupakan
areal dimana memiliki kelimpahan harimau rendah, kelimpahan hewan