Pemilihan Habitat Analisis Pemilihan Habitat

Sebelum ditranslokasikan, harimau jantan dewasa JD-1 dan JD-2 ditangkap oleh petugas Balai KSDA Aceh di lokasi yang sama, yaitu di satu desa pesisir Kabupaten Aceh Selatan. Harimau JD-1 dan JD-2 masing- masing ditangkap pada 9 Nopember 2007 dan 25 Nopember 2007, dengan alasan bahwa kedua harimau tersebut sering memasuki perkampungan hingga meresahkan masyarakat. Habitat di tempat asal JD-1 dan JD-2 merupakan hutan dataran rendah kering, yang umumnya merupakan hutan bekas HPH yang bertopografi perbukitan. Kawasan tersebut terletak di kaki Pegunungan Bukit Barisan sebelah barat. Setelah tertangkap, baik JD-1 maupun JD-2 dirawat di dalam kandang berbentuk kotak berjeruji besi di halaman belakang kantor Balai KSDA Aceh selama sekitar 7 bulan. Kemudian, keduanya dipindahkan ke karantina pemulihan di dekat lokasi translokasi di dalam kawasan TNBBS di Lampung. JD-1 dan JD-2 ditranslokasikan dengan jarak sekitar 1.350 km dari tempat asalnya di Aceh Selatan, ke kawasan hutan TNBBS di Lampung. Harimau jantan JD-3 ditangkap 15 Nopember 2008 di satu desa tepi pantai di Aceh Barat. JD-3 juga ditangkap akibat sering memasuki desa dan diduga telah sering memangsa hewan-hewan ternak milik masyarakat desa. Tempat hidup asal JD-3 di Aceh Barat merupakan hutan dataran rendah kering dan hutan-hutan bekas HPH yang topografinya berbukit-bukit di kaki Pegunungan Bukit Barisan sebelah barat. Setelah mendapat perawatan selama 42 hari, JD-3 ditranslokasikan dengan jarak sekitar 200 km dari tempat asalnya di kawasan pantai barat Aceh ke kawasan hutan di TNGL yang berbatasan dengan kawasan bekas HPH di kaki bagian timur Pegunungan Bukit Barisan. Harimau betina dewasa BD-1 ditangkap pada 3 Desember 2008 di satu desa di Kabupaten Aceh Utara, di wilayah timur laut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. BD-1 evakuasi karena sering memasuki pemukiman dan memangsa hewan ternak masyarakat. Habitat asal BD-1 di Aceh Utara merupakan hutan perbukitan dan pegunungan rendah. Kawasan tersebut merupakan sisi timur dari Pegunungan Bukit Barisan. Setelah 18 hari 65 dikarantina, BD-1 langsung ditranslokasikan ke wilayah terpencil di kawasan hutan Ulu Masen, yang berjarak sekitar 70 km dari tempat dimana BD-1 ditangkap. Harimau jantan dewasa JD-5 berhasil diselamatkan petugas Balai KSDA Sumatera Barat pada 24 Nopember 2010. Harimau ini terjebak selama beberapa hari dalam lubang perangkap yang dibuat masyarakat untuk menangkap rusa, di hutan dekat sebuah desa di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Habitat JD-5 di tempat asalnya adalah hutan dataran rendah yang berbukit-bukit, di sisi barat Pegunungan Bukit Barisan. Sekitar tiga minggu setelah penangkapannya 20 Desember 2010, JD-5 di translokasikan ke satu areal hutan di TNKS yang berbatasan dengan perkebunan sawit, dengan jarak sekitar 74 km dari tempat asalnya ditangkap.

5.1 Pola Penggunaan Ruang

5.1.1 Pergerakan 5.1.1.1 Panjang dan Bentuk Lintasan Pergerakan Menurut Ahearn et al. 2001 pola lintasan pergerakan harimau dicirikan melalui jarak dan arah pergerakannya. Dengan menggunakan data dari hari-hari observasi lengkap, diketahui bahwa rata-rata jarak pergerakan harian yang ditempuh oleh harimau sumatera translokasi berkisar antara 2,80 hingga 4,00 km. Rata-rata jarak pergerakan dari seluruh harimau adalah 3,52 km Tabel 7. Jarak pergerakan harian betina dan jantan secara signifikan berbeda U = 44473; P= 0,000. Harimau betina menempuh rata-rata jarak harian lebih panjang dibandingkan dengan jantan. Rata-rata jarak tempuh harimau jantan JD-1 adalah 3,51 kmhari kisaran 0,06-13,92 kmhari, sedangkan harimau jantan JD-3 dan JD-5 memiliki rata-rata jarak pergerakan masing-masing 2,80 km kisaran 0,05- 8,00 kmhari untuk JD-3 dan 3,32 kmhari kisaran 0,14-18,99 kmhari untuk JD-5. Satu-satunya harimau betina BD-1 yang juga menggunakan data satu lokasi setiap 0,5 jam memiliki rata-rata jarak tempuh 4,00 kmhari kisaran 0,20-11,33 kmhari. Hasil penelitian Smith 1993 di TN Chitwan, Nepal, menyatakan sebaliknya dimana harimau jantan mampu menjelajah tiga kali lebih jauh daripada harimau betina. Selain untuk pencarian hewan mangsa, panjangnya penjelajahan harimau jantan lebih dikarenakan untuk menjaga wilayah teritori serta pencarian betina pasangan kawin. Sunquist 2010 berpendapat bahwa luasnya daerah jelajah jantan lebih disebabkan untuk penguasaan betina daripada penguasaan sumber pakan. Menurut observasi Valen 2011 harimau jantan akan memberikan tanda dengan cara menyemprotkan urin serta sekresi dari kelenjar anal lebih sering pada wilayah jelajahnya ketika datang masa-masa estrus harimau betina. Harimau jantan mengunjungi betina tiga sampai lima kali per bulan di dalam daerah jelajahnya dan akan bergerak lebih lambat bila sedang bersama atau mencari pasangan betina untuk kawin Ahearn et al. 2001. Tabel 7. Rata-rata jarak pergerakan harian dan jarak tempuh maksimum hari-mau sumatera translokasi. Harimau Lokasi N hari observasi Rata-rata jarak tempuh km Jarak tempuh makshari km hari + SD siang + SD malam + SD JD-1 TNBBS 223 3,51 + 3,01 1,74 + 1,96 1,77 + 2,06 13,92 JD-3 TNGL 68 2,80 + 2,19 1,43 + 1,22 1,37 + 1,22 8,00 JD-5 TNKS 236 3,32 + 2,25 1,54 + 1,56 1,78 + 1,45 18,99 BD-1 EUM 208 4,00 + 2,41 2,27 + 1,74 1,74 + 1,26 11,33 Jantan 527 3,33 + 2,60 1,61 + 1,70 1,72 + 1,72 18,99 Betina 208 4,00 + 2,41 2,27 + 1,74 1,74 + 1,26 11,33 Rata-rata 735 3,52 + 2,56 1,80 + 1,74 1,73 + 1,60 18,99 Adanya perbedaan jarak jelajah harian pada setiap individu harimau translokasi di Sumatera ini sangat dimungkinkan akibat perbedaan tipe habitat utama dan kondisi topografi di masing-masing areal pelepas-liarannya. Lokasi pelepas-liaran harimau jantan JD-1 dan JD-2 di TNBBS serta JD-5 di TNKS, didominasi oleh belukarhutan sekunder muda dan hutan dataran rendah dengan topografi umumnya datar. Lokasi translokasi jantan JD-3 di TNGL didominasi oleh hutan pegunungan rendah dan dataran rendah dengan tingkat kelerengan umumnya curam hingga sangat curam. Lokasi Ulu Masen tempat BD-1 dilepas-liarkan didominasi oleh hutan pegunungan rendah dan