Validasi Model Model Kesesuaian Habitat .1 Penentuan Titik
kelangsungan hidup harimau sumatera. Sehingga, harus segera dilakukan upaya untuk mengurangi tekanan atau konversi terhadap hutan dataran
rendah yang tersisa, serta upaya untuk mencegah perburuan hewan yang menjadi mangsa harimau pada habitat belukarhutan sekunder muda yang
berbatasan langsung dengan hutan dataran rendah di Sumatera. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan hidup harimau sumatera, serta untuk
mencegah dan mengurangi konflik antara manusia dengan harimau di Sumatera.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kepadatan atau kelimpahan harimau lokal, yaitu harimau yang liar yang sudah lebih dahulu mendiami
areal translokasi, mempengaruhi lamanya waktu harimau translokasi untuk membangun daerah jelajah tetapnya. Selain itu, diketahui juga bahwa tidak
semua harimau yang ditranslokasikan menggunakan areal pelepas-liarannya sebagai
bagian dari
daerah jelajahnya.
Harimau-harimau yang
ditranslokasikan juga umumnya menghindari wilayah-wilayah hutan dengan topografi curam dan sangat curam. Dengan demikian, perlu kajian yang
komprehensif sebelum menetapkan satu kawasan sebagai lokasi translokasi. Kajian tersebut harus meliputi ketersediaan lansekap mosaik hutan dataran
rendah dengan vegetasi belukarhutan sekunder muda, ketersediaan sumber pakan berupa hewan mangsa utama yang cukup, serta keberadaan serta
struktur demografi harimau lokal di calon lokasi pelepas-liaran. Mengingat beberapa harimau sumatera yang ditranslokasikan terbunuh akibat jerat baik
yang dipasang masyarakat untuk menjaga ladang dari hama babi hutan atau yang sengaja dipasang pemburu, maka sangat penting untuk memastikan
bahwa calon lokasi translokasi juga terbebas dari gangguan manusia yang dapat membahayakan harimau. Sebagai tambahan, kajian sosial tentang
penerimaan masyarakat yang tinggal berdampingan dengan calon lokasi translokasi juga sangat diperlukan sebelum translokasi harimau dilakukan.
Dengan adanya kecenderungan bahwa semua harimau yang ditranslokasikan akan kembali mencari dan mengarah pada lansekap
campuran antara hutan dataran rendah dengan vegetasi belukarhutan
115 sekunder muda, maka translokasi harimau ke lokasi-lokasi terpencil di daerah
pegunungan yang berbiaya sangat mahal tidak perlu dilakukan karena hasilnya tidak akan sesuai dengan harapan.
Dengan dihasilkannya model spasial kesesuaian habitat meskipun model yang digunakan belum tepat, serta teridentifikasinya beberapa areal
yang dapat dijadikan sebagai lokasi translokasi harimau di kawasan hutan Ulu Masen, paling tidak hasil ini dapat dijadikan panduan bagi pihak
berwenang apabila akan melaksanakan kegiatan translokasi harimau sumatera di wilayah Sumatera bagian utara pada masa yang akan datang.