Perilaku Kawin dan Berkembang Biak

25 Selain itu, daerah jelajah dapat diketahui melalui tanda-tanda satwaliar seperti feses, jejak tapak kaki dan sebagainya. Daerah jelajah satwaliar yang individunya dapat dibedakan melalui tanda-tanda khusus, seperti harimau berdasarkan pola belangnya, dapat ditentukan melalui survey kamera-trap Maddox at al. 2004, 2007. Secara umum, daerah jelajah harimau berkisar antara 26-78 km 2 , kecuali harimau siberia yang daerah jelajahnya bisa mencapai 310 km 2 STF 2007 diacu dalam Soehartono et al. 2007. Ukuran daerah jelajah harimau sangat tergantung pada keberadaan dan jumlah hewan mangsa yang tersedia. Oleh karenanya, ketersediaan hewan mangsa memainkan peran penting dalam menetukan daerah jelajah individu harimau Aheams et al. 2001. Luas daerah jelajah harimau sumatera jantan bervariasi antara 40-250 km 2 , sedangkan betina antara 15-25 km 2 . Namun, menurut hasil penelitian Franklin et al. 1999, ukuran daerah jelajah harimau sumatera jantan telah diketahui sekitar 110 km 2 dan betina mempunyai kisaran ukuran daerah jelajah antara 50-70 km 2 . Salah satu faktor utama yang mempengaruhi luas jelajah harimau sumatera adalah ketersediaan hewan mangsa. Semakin tinggi kelimpahan hewan mangsa utamanya, maka semakin kecil pula daerah jelajah satu individu harimau. Daerah jelajah harimau juga tidak eksklusif, artinya bisa saja satu jalur harimau digunakan oleh beberapa individu yang berbeda pada waktu yang berlainan. Selain itu, daerah jelajah ini keberadaannya tumpang tindih antara indvidu harimau. Daerah jelajah satu harimau jantan dewasa biasanya tumpang-tindih dengan daerah jelajah dua hingga tiga betina dewasa. Sementara itu, jarang terjadi tumpang-tindih daerah jelajah antar harimau jantan dewasa.

2.3 Penggunaan Ruang

Pola penggunaan ruang merupakan keseluruhan interaksi antara satwa lair dengan habitatnya Legay Zie 1985 diacu dalam Muntasib 2002. Tata cara tentang bagaimana satwaliar menggunakan ruang space use atau penggunaan spasial di habitatnya dapat mempengaruhi beberapa aspek biologi, termasuk pola pemanfaatan sumberdaya dan persaingan intra- spesifik Oli et al. 2002. Perilaku spasial pada satwaliar mungkin dapat memediasi interaksi yang bersifat kompetitif di antara individu dalam satu spesies, yaitu dapat mengurangi biaya atau kerugian atas adanya perjumpaan intra-spesifik, serta dapat memaksimalkan kemampuankecocokan fitness Wilson 1975. Perilaku spasial juga telah diketahui dapat memainkan peran penting dalam pengaturan populasi satwaliar Krebs 1978. Pada mamalia, pola keruangan tersebut umumnya dikaji dengan cara mempelajari dinamika daerah jelajahnya Oli et al. 2002. Mace Harvey 1983 serta Alikodra 1990 menyatakan bahwa ukuran daerah jelajah akan semakin luas seiring dengan semakin bertambahnya ukuran tubuh satwa. Namun, kepadatan populasi berkorelasi negatif dengan luas daerah jelajah Maza et al. 1973, OFarrell 1974, Massei et al. 1997, Olie et al. 2002. Krebs Davis 1993 berpendapat bahwa penyebaran geografis dan ketersediaan makanan dapat digunakan sebagai dasar dalam memprediksi pola pemanfaatan ruang oleh satwaliar. Struktur habitat yang diperlukan oleh satwaliar dapat dilihat dari beberapa keadaan, antara lain kebutuhan dasar, tipe habitat, faktor-faktor kesejahteraan yang spesifik, serta komponen faktor-faktor kesejahteraan Bailey 1984. Bagi satwa foliovora, tipe habitat terutama tipe vegetasi sangat menentukan tingkat kesejahteraan bagi kehidupannya. Namun, bagi satwa karnivora, yang menjadi faktor penentu kesejahteraannya adalah kualitas habitat, terutama kelimpahan hewan mangsanya. Menurut Mutasib 2002, setiap spesies akan memerlukan faktor-faktor kesejahteraan khusus, misalnya harimau, selain sangat bergatung pada keberadaan hewan mangsa mereka juga memerlukan sumber air Sunquist Sunquist 1989 dan tutupan vegetasi yang rapat untuk tempat menyergap hewan mangsanya Lynam et al. 2000.