1.7. Kebaruan
Kebaruan penelitian ini adalah Rancangan kebijakan pengelolaan kota tepian pantai Kota Semarang dengan: 1 Paradigma harmonisasi dengan air
sebagai response adaptasi terhadap banjir, 2 penggunaan model analisis sistem dinamis dan spasial dinamis terpadu untuk merumuskan kebijakan pengelolaan
kota tepian pantai secara berkelanjutan, yang didukung oleh analisis keberlanjutan menggunakan Multi Dimention Analysis. Model ini dapat
diaplikasikan untuk memprediksi tata guna lahan dan mendukung RTRW.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Wilayah Pesisir dan Laut
Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku, namun demikian terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai shoreline, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu:
batas yang sejajar dengan garis pantai longshore dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai crosshore.
Menurut Rais et al. 2004. batas wilayah pesisir berbeda dari satu negara ke negara yang lain, karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan,
sumberdaya dan sistem pemerintahan tersendiri. Dalam menentukan batas ke arah darat dan kearah laut dari suatu wilayah pesisir terdapat beberapa alternatif
pilihan. Salah satu pendapat menyatakan bahwa wilayah pesisir dapat meliputi suatu kawasan yang sangat luas mulai dari batas lautan terluar ZEE sampai
daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa suatu wilayah pesisir hanya meliputi kawasan peralihan antara ekosistem
laut dan daratan yang sangat sempit, yaitu dari garis rata-rata pasang tertinggi sampai 200 m kearah darat dan ke arah laut meliputi garis pantai pada saat rata-
rata pasang terendah. Menurut Rais et al. 2004. batas wilayah pesisir ke arah darat pada
umumnya adalah jarak secara arbitrer dari rata-rata pasut tinggi mean high tide dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi propinsi.
Bahwa untuk kepentingan pengelolaan, batas kearah darat dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas untuk wilayah
perencanaan planning zone dan batas untuk wilayah pengaturan regulation zone atau pengelolaan keseharian day-to-day management. Wilayah
perencanaan biasanya meliputi seluruh daerah daratan hulu apabila terdapat kegiatan manusia pembangunan yang dapat menimbulkan dampak secara nyata
terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Oleh karena itu, batas wilayah pesisir kearah darat untuk kepentingan perencanaan planning zone dapat sangat
jauh ke arah hulu. Wilayah pesisir dan laut ditetapkan sesuai dengan wilayah
kewenangan yang disepakati bersama diantara otoritas pengelola, dimana wilayah pengaturan selalu lebih kecil dan berada didalam wilayah perencanaan.
Batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah yang tergantung pada isu pengelolaannya. Menurut kesepakatan internasional, wilayah pesisir
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, kearah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang
surut, dan kearah laut meliputi daerah paparan benua Beatley et al., 1994. Definisi wilayah pesisir diatas memberikan suatu pengertian bahwa
ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, merupakan sistem yang kompleks, di dalamnya terjadi interaksi
berbagai proses alami hidrologi dan geomorfologi, sosial, budaya, ekonomi, administrasi dan pemerintahan French, 2004. Dalam perspektif ekonomi-
ekologi, wilayah pesisir dan laut merupakan sistem yang dicirikan oleh adanya saling hubungan secara fisik, biokimia dan sosial-ekonomi Turner, et al., 1998.
Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Berbagai aktivitas ekonomi penting penduduk dunia seperti permukiman, industri, pertanian dan pariwisata yang terkonsentrasi di wilayah pesisir telah
memberikan dampak pada terjadinya peningkatan kepadatan penduduk secara signifikan Joseph dan Balchand.2000. Pariwisata sebagai salah satu sektor
penting penyangga ekonomi dunia, bahkan menempatkan wilayah pesisir dan laut sebagai salah satu daerah tujuan wisata paling dominan. Aktivitas industri
dan permukiman yang intensif telah mendorong wilayah pesisir dan laut berkembang menjadi wilayah dengan dinamika yang semakin besar dimasa yang
akan datang. Wilayah pesisir dan laut memiliki tingkat kelimpahan sumberdaya yang tinggi namun sarat dengan berbagai kepentingan yang berbeda. Kondisi ini
cenderung menyimpan potensi konflik yang besar, yang apabila tidak dikelola dengan baik mismanagement, akan membawa kerugian baik secara ekonomi
maupun ekologi. Pengelolan wilayah laut berkaitan erat dengan kebijakan nasional
masing-masing negara, dimana lautan merupakan kesatuan dari permukaan, kolom air, sampai ke dasar dan bawah dasar laut. Dasar hukum yang digunakan
oleh negara-negara pantai dalam menentukan batas wilayah laut adalah Konvensi Hukum Laut PBB, 1982 UNCLOS, 1982. Menurut konvensi ini, sebuah negara
memiliki kewenangan untuk mengeksploitasi sumberdaya minyak dan gas bumi, perikanan dan berbagai bahan tambang lainnya yang berada di dalam zone yang
diatur pada konvensi tersebut, diantaranya adalah memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan batas terluar dari ZEE ini sejauh 200 mil dari garis pangkal
pada surut rendah low water line. Dalam rangka pelaksanaan otononmi daerah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tercantum batas kewenangan daerah di wilayah laut propinsi
adalah sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai, dan kewenangan daerah kabupaten sejauh sepertiga dari kewenangan daerah propinsi.
2.2. Potensi dan Permasalahan Wilayah Pesisir dan Laut